HomeDuniaDi Depan Trump, Jokowi Bicara Terorisme

Di Depan Trump, Jokowi Bicara Terorisme

Kecil Besar

Jokowi mengajak agar penyelesaian akar masalah terorisme seperti ketimpangan dan ketidakadilan harus diakhiri. Jokowi juga mengatakan semua pihak harus berani menjadi bagian dari pencari solusi. 


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]P[/dropcap]residen Joko Widodo (Jokowi) menghadiri KTT Arab Islam Amerika Serikat (Arab Islamic America Summit) di Riyadh, Arab Saudi yang digelar antara 20-21 Mei 2017. Jokowi bergabung dengan sekitar 54 negara Islam ditambah Amerika Serikat dalam forum yang membicarakan masalah-masalah terorisme, radikalisme, serta situasi politik internasional ini.

Hal yang menarik adalah KTT ini juga diikuti oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kesempatan ini adalah menjadi kali pertama Trump melakukan kunjungan ke luar Amerika Serikat. Tentu menarik mengapa Trump memilih untuk berkunjung pertama kali ke Arab Saudi dan menghadiri KTT ini mengingat selama masa kampanyenya, ia kerap memandang agama Islam sebagai ancaman Amerika Serikat.

Dalam KTT ini, Presiden Jokowi berbicara soal upaya mengatasi radikalisme dan terorisme. Jokowi menyarankan untuk mengatasi paham tersebut dengan pendekatan agama. Dalam pidatonya di hadapan pemimpin-pemimpin negara yang hadir – termasuk Trump – Jokowi mengatakan sejarah mengajarkan bahwa senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme.

“Pemikiran yang keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar,” ujar Jokowi ketika berbicara di Conference Hall King Abdulaziz Convention Center, Riyadh Arab Saudi, Minggu, 21 Mei 2017.

Jokowi menegaskan pentingnya menggunakan pendekatan hard power dan soft power dalam menyelesaikan persoalan terorisme.

“Untuk program deradikalisasi, misalnya, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga – termasuk keluarga mantan narapidana terorisme yang sudah sadar – dan organisasi masyarakat,” kata Jokowi.

Baca juga :  Prabowo dan Lahirnya Gerakan Non-Blok 2.0?

Bahkan, Jokowi melakukan berbagai terobosan untuk menyebarkan pesan damai. Salah satunya dengan merekrut para netizen muda dengan follower yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.

“Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran. Pesan-pesan damailah yang harus diperbanyak bukan pesan-pesan kekerasan. Setiap kekerasan akan melahirkan kekerasan baru,” tambah Jokowi saat menyinggung peran NU dan Muhammadiyah dalam menjaga suasana damai di Indonesia.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengatakan bahwa pertemuan ini memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat, serta menghilangkan persepsi bahwa Amerika Serikat melihat Islam sebagai musuh – hal yang beberapa waktu lalu sempat mencuat setelah Trump menjabat sebagai Presiden.

“Yang lebih penting lagi, pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia,” tambahnya. Jokowi menjelaskan bahwa ancaman radikalisme dan terorisme terjadi di mana-mana. Indonesia adalah salah satu korban aksi terorisme, serangan di Bali terjadi tahun 2002 dan 2005 dan serangan di Jakarta terjadi Januari 2016.

“Dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan terorisme di berbagai belahan dunia di Perancis, Belgia, Inggris, Australia dan lain-lain,” ucap Jokowi. Menurut Jokowi, dunia seharusnya juga sangat prihatin terhadap jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, dan Libya.

“Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme,” kata Jokowi.

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan jutaan orang harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya.

Baca juga :  Prabowo and Trump in the Same Boat?

“Kondisi ini membuat anak-anak muda frustasi dan marah. Rasa marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan muculnya bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme,” kata Jokowi.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, Jokowi menegaskan pentingnya peningkatan kerja sama pemberantasan radikalisme dan terorisme. Pemikiran yang diusulkannya adalah pertukaran informasi intelijen, pertukaran penanganan FTF (Foreign Terrorist Fighters), dan peningkatan kapasitas penanggulangan terorisme.

“Semua sumber pendanaan harus dihentikan. Kita semua tahu banyaknya dana yang mengalir sampai ke akar rumput di banyak negara, dalam rangka penyebaran ideologi ekstrem dan radikal. Semua aliran dana harus dihentikan,” tegasnya.

Jokowi juga mengajak penyelesaian akar masalah seperti ketimpangan dan ketidakadilan harus diakhiri. Ia juga mengatakan semua pihak harus berani menjadi bagian dari pencari solusi.

“Terakhir, saya berharap bahwa setiap dari kita harus berani menjadi ‘part of solution’ dan bukan ‘part of problem’ dari upaya pemberantasan terorisme. Setiap dari kita harus dapat menjadi bagian upaya penciptaan perdamaian dunia,” kata Jokowi.

Jokowi sendiri baru-baru ini ditetapkan sebagai salah satu pemimpin Islam paling berpengaruh di dunia versi The Muslim 500. Jokowi berada di peringkat 13 dalam daftar tersebut dan menandakan betapa pentingnya posisi Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. (Berbagai Sumber/S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan Lahirnya Gerakan Non-Blok 2.0?

Dengan Perang Dagang yang memanas antara AS dan Tiongkok, mungkinkah Presiden Prabowo Subianto bidani kelahiran Gerakan Non-Blok 2.0?

Kongres, Mengapa Megawati Diam Saja?

Dengarkan artikel ini. Audio ini dibuat dengan teknologi AI. Kongres ke-6 PDIP disinyalir kembali tertunda setelah sebelumnya direncanakan akan digelar Bulan April. Mungkinkah ada strategi...

Di Balik Kisah Jokowi dan Hercules?

Tamu istimewa Joko Widodo (Jokowi) itu bernama Rosario de Marshall atau yang biasa dikenal dengan Hercules. Saat menyambangi kediaman Jokowi di Solo, kiranya terdapat beberapa makna yang cukup menarik untuk dikuak dan mungkin saja menjadi variabel dinamika sosial, politik, dan pemerintahan.

Prabowo dan Strategi “Cari Musuh”

Presiden Prabowo bertemu dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Senin (7/4) kemarin. Mengapa Prabowo juga perlu "cari musuh"?

Hegemoni Dunia dan Misteri “Three Kingdoms” 

Di dalam studi politik internasional, perdebatan soal sistem seperti unipolarisme, bipolarisme, dan multipolarisme jadi topik yang memicu perbincangan tanpa akhir. Namun, jika melihat sejarah, sistem hegemoni seperti apa yang umumnya dibentuk manusia? 

The Game: PDIP Shakes the Cabinet?

Pertemuan Prabowo dan Megawati menyisakan tanda tanya dan sejuta spekulasi, utamanya terkait peluang partai banteng PDIP diajak bergabung ke koalisi pemerintah.

Saga Para Business-Statesman

Tak lagi seputar dikotomi berlatarbelakang sipil vs militer, pengusaha sukses yang “telah selesai dengan dirinya sendiri” lalu terjun ke politik dinilai lebih ideal untuk mengampu jabatan politis serta menjadi pejabat publik. Mengapa demikian?

Yassierli, PHK, dan Kegagalan Menteri Dosen

Gelombang PHK massal terjadi di banyak tempat. Namun, Menaker Yassierli tampak 'tak berkutik' meski punya segudang kajian sebagai dosen.

More Stories

The Game: PDIP Shakes the Cabinet?

Pertemuan Prabowo dan Megawati menyisakan tanda tanya dan sejuta spekulasi, utamanya terkait peluang partai banteng PDIP diajak bergabung ke koalisi pemerintah.

The Tale of Budi Gunawan

Kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lingkar elite yang berpengaruh.

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.