Pertemuan antara PDIP dengan Partai Konservatif Inggris dan Partai Liberal Australia membuat penafsiran tertentu, apakah ada motif politik Pilpres?
PinterPolitik.com
[dropcap]T[/dropcap]ernyata partai politik tidak hanya bermain kaki di dalam negeri saja. Mereka juga menjajaki pertemuan dan kerjasama dengan aktor politik di luar negeri. Kondisi ini juga yang terjadi pada parpol dari Indonesia, Inggris dan Australia.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) asal Indonesia, Partai Konservatif dari Inggris, dan Partai Liberal asal Australia melakukan pertemuan belum lama ini. Sebagai tuan rumah, PDIP menyambut kedua parpol beraliran nasionalis (kanan-tengah) dengan tangan terbuka. Sejumlah isu dibahas, termasuk tentang demokrasi hingga pemilu serentak yang sedang berlangsung.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, pertemuan itu merupakan kunjungan untuk membahas beberapa hal terkait dengan isu politik dan demokrasi di Indonesia.
Namun, kedatangan dua partai penguasa di masing-masing negara tersebut tidak bisa dimaknai begitu saja. Ada sesuatu yang mungkin menjadi transaksi diantara mereka. Oleh sebab itu, sebetulnya apa kepentingan PDIP dan motif dari partai asing tersebut?
PDIP Cari Imej
Politik kontemporer ditandai dengan aliansi kekuatan politik lintas negara. Perjuangan politik yang selama ini bersifat lokal dan kedaerahan mendapatkan kesempatan untuk membangun jaringan (network) dengan rekan-rekan yang memilki ideologi serupa di luar negeri.
Jaringan internasional yang dibangun sering kali merupakan basis kekuatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan posisi tawar dengan lawan politik. Salah satu yang menyebabkan adanya intensi hubungan dari partai politik lintas negara adalah globalisasi.
Konsekuensi ini menjadi isu atau permasalahan global menjadi isu bersama dan tak jarang hal itu digunakan untuk kepentingan politik lokal. Partai-partai lokal akan menggunakan isu global tersebut untuk bersaing di tingkat lokal atau nasional. Hal tersebut salah satunya dilakukan oleh PDIP dengan Partai Konservatif di Inggris maupun Partai Liberal di Australia.
Partai berlambang kepala banteng itu tahu jika Inggris dan Australia merupakan dua negara besar yang memiliki masalah terkait dengan isu sektarianisme dan hoaks yang cukup masif. Isu hoaks atau kabar bohong kerap menimpa negeri Ratu Elizabeth dalam beberapa tahun belakangan ini.
Misalnya saja tentang Brexit atau British Exit, sikap ingin keluar dari Uni Eropa itu disebut bermula dari isu hoaks yang memberitakan terkait dengan ketimpangan pendapatan ekonomi – terutama bagi kelas pekerja – oleh kelompok imigran.
Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh PDIP untuk mencari isu yang sesuai dengan kondisi faktual di Indonesia.
Berdasarkan pernyataan dari politisi PDIP Budiman Sudjatmiko, partainya ingin mengetahui pandangan Partai Konservatif di Inggris terkait masalah sektarianisme yang saat ini meruncing. Menurutnya, hal tersebut penting dipelajari karena persoalan sektarianisme yang dipicu oleh kebencian yang timbul akibat perbedaan antar kelompok juga sedang terjadi di Indonesia.
Selain itu, PDIP juga menyebut belajar tentang masalah hoaks yang terjadi di Inggris yang menyebabkan isu Brexit menjadi sebuah persoalan yang belum selesai.
Hal ini sejalan dengan pendapat dari Firmanzah dalam Mengelola Partai Politik yang menyebut jika dalam konteks globalisme menunjukkan bahwa suatu partai politik dapat bersimpati terhadap isu global dan menjadikannya sebagai basis perjuangan untuk menarik simpati massa di tingkat lokal.
Sebab isu global seperti sektarianisme dan islamophobia mendapatkan simpati dan telah menjadi perhatian lintas negara, termasuk di Indonesia.
Bagi PDIP, perjuangan melawan hoaks dan isu sektarianisme di tingkat global digunakan sebagai alat untuk menunjukkan keberpihakannya selama ini. Sebab sejauh ini, PDIP – katakanlah seperti yang dinyatakan oleh Budiman – menuding penggunaan hoaks oleh pihak lawan untuk menjatuhkan pihaknya – koalisi pemerintah sekaligus petahana dalam Pemilihan Presiden. Hal ini bisa menunjukkan konsistensi PDIP untuk melawan hoaks yang disebut membuat polarisasi masyarakat.
Motif Partai Konservatif dan Partai Liberal
Sementara itu, bagi Partai Konservatif (Inggris) dan Partai Liberal (Australia) pertemuannya dengan PDIP bisa menjadi jalan untuk mengetahui kondisi politik terkini di Indonesia. Hal itu salah satunya dengan penjajakan kerjasama dan sharing dalam lingkup kepartaian.
Pertanyaannya kenapa PDIP? Barangkali jawabannya adalah PDIP partai penguasa, hasil survei LSI Denny JA memunculkan nama PDIP sebagai partai yang berpotensi menjadi partai dominan di negeri ini. Sebanyak 37,4 persen responden menyebut bahwa PDIP adalah partai yang paling mungkin menjadi partai kuat menyingkirkan partai-partai lain seperti Golkar, Gerindra atau Demokrat.
Partainya Perdana Menteri (PM) Theresa May ini bisa melihat PDIP yang merepresentasikan kondisi politik Indonesia saat ini. Hal itu misalnya tergambar dari ketertarikan Tory – sebutan lain untuk Partai Konservatif – melihat Indonesia sebagai negara yang paling dinamis, dan sebagai muslim majority dan paling demokratis. Selain itu, dinamika politik saat ini yang sedang memasuki masa pemilu menjadi daya tarik tersendiri bagi pihak asing.
Delegasi dari Partai Konservatif Inggris yang hadir dalam pertemuan itu adalah Sir Simon Burns, Nick De Bois, dan Carlotta Redy. Mereka didampingi Stephen Sherlock dan Ian Hanke dari Partai Liberal Australia sekaligus konsultan program Westminster Foundation for Democracy (WFD). WFD memiliki rekam jejak sebagai lembaga non-departemen Inggris yang mempromosikan demokrasi di negara lain.
Nick De Bois dalam sambutannya mengatakan, pihaknya ingin mempelajari praktik demokrasi di Indonesia berjalan. Pendukung Brexit itu juga penasaran dengan penyelenggaraan Pemilu serentak yang dilakukan pertama kali di Indonesia.
Menurut pendapat Thomas Meyer dalam Peran Partai Politik dalam Sebuah Sistem Demokrasi, parpol adalah satu-satunya pihak yang dapat menerjemahkan kepentingan dan nilai masyarakat ke dalam legislasi dan kebijakan publik yang mengikat. Hal ini dapat mereka lakukan setelah mereka mendapatkan posisi yang kuat dalam parlemen daerah maupun nasional. Keberadaannya juga bisa menjadi katalis dari kondisi suatu negara.
Selama ini, Indonesia yang dipimpin oleh Joko Widodo disebut mengarah pada otoritarianisme. Para pengamat asing menunjuk tindakan Jokowi membubarkan HTI, pembubaran berbagai aksi gerakan #2019GantiPresiden, penggunaan instrumen hukum untuk menekan lawan politik, dan pelibatan kembali militer dalam politik sebagai indikator perubahan arah dan gaya pemerintahan Jokowi. Mungkin saja hal ini yang sedang diklarifikasi oleh kedua partai tersebut.
Pada kadar tertentu, PDIP sebagai partai penguasa bisa menjadi gambaran dari pemerintahan Jokowi. Oleh karena itu dengan pertemuan tersebut bisa melihat Indonesia lebih dekat.
Ada muatan politis dari pertemuan PDIP dengan partai asing? Share on XSelain itu, hal ini juga bisa menjadi tanda inklinasi politik dari kedua partai pengusa tersebut dalam konteks Pilpres Indonesia. Indikasi ini mengacu pada pernyataan dari Juru Bicara Keduataan Besar Inggris Raya, Faye Belnis yang menyebut jika pertemuan itu selain membicarakan hubungan antar partai, pertemuan itu juga memiliki nilai “politis”.
Memang, persoalan keterlibatan pihak asing dalam agenda politik sudah menjadi pembicaraan umum. Penelitian Dov H. Levin yang berjudul When the Great Power Gets a Vote: The Effects of Great Power Electoral Interventions on Election Results menyebutkan bahwa dari 938 pemilihan pemimpin negara-negara di seluruh dunia antara tahun 1946-2000, sekitar 117 di antaranya melibatkan peran asing dengan AS dan Rusia sebagai dua negara terbesar di belakangnya. Sekalipun konteks peran AS dan Rusia tersebut adalah pengejawantahan dari situasi Perang Dingin, namun bisa dipastikan bahwa peran negara asing besar dalam pemilu sebuah negara.
Lalu bagaimana dengan Inggris dan Australia melalui partai politik mereka? Tentu saja terlalu jauh untuk menyebut mereka ingin mengintervensi Pilpres 2019 nanti. Namun, setidaknya mereka memiliki maksud kuat agar kepentingan mereka berjalan dengan baik, terutama terkait dengan iklim demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, konteks pertemuan partai lintas negara tersebut pada akhirnya tidak bisa dimaknai begitu saja, there’s always something behind the curtain, sebuah ungkapan politik berkata. Namun, ada apa sebetulnya di balik tirai tersebut?