Di tengah ramai wacana reshuffle yang dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bertandang dan bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ada apa di balik temu tersebut?
PinterPolitik.com
“I’m so glad we got to link up” – Miguel, penyanyi R&B asal Amerika Serikat (AS)
Siapa yang selalu sabar dan tidak pernah marah? Semua orang pasti pernah merasakan marah. Seperti banyak orang bilang, kesabaran setiap orang pun pasti ada batasnya.
Rasa marah yang memuncak inilah yang tampaknya sempat memenuhi ruang hati Presiden Joko Widodo (Jokowi). Beberapa waktu lalu, sebuah video yang berisikan kemarahan Jokowi terungkap ke publik.
Dalam video tersebut, sang presiden tampak dan terdengar tengah merasa tidak puas dengan kinerja para menterinya di Kabinet Indonesia Maju. Bagaimana tidak? Menurut mantan Wali Kota Solo tersebut, kinerja bawahan-bawahannya tersebut sangat minim progress di tengah ancaman yang ditimbulkan oleh virus Corona (Covid-19).
Mungkin, saking merasa kecewanya, Presiden Jokowi sampai-sampai mengeluarkan sejumlah pertanyaan dari benak hatinya. Sang presiden bertanya-tanya mengapa para menteri ini sampai hati untuk tidak bekerja sungguh-sungguh demi masyarakat Indonesia.
Namun, mungkin terdapat sepotong pernyataan Jokowi lainnya yang tampaknya mampu membuat para menteri tergugah, yakni ancaman reshuffle. Bukan tidak mungkin, para menteri Kabinet Indonesia Maju tersebut mulai kelabakan menanggapi ancaman tersebut.
Menteri Sosial Juliari P. Batubara yang penerapan kebijakan bantuan sosial (bansos) milik kementeriannya sempat disorot oleh Jokowi, misalnya, langsung meminta tambahan anggaran guna membantu program verifikasi data warga. Pasalnya, persoalan data kerap disebut jadi biang kerok bagi lambannya penyaluran bansos terkait pandemi Covid-19.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto beserta jajaran melakukan pertemuan dengan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto menyebut pertemuan tertutup ini membahas kebangsaan hingga kemungkinan kerja sama Golkar dan Gerindra di Pilkada pic.twitter.com/ZnWf0fG84h
— Zuli Hendriyanto (@ZuliHendriyanto) July 7, 2020
Tak hanya Juliari, beberapa partai politik tampaknya turut menanggapi ancaman Jokowi. Meski begitu, sejumlah partai politik sepertinya tidak ingin memberi tanggapan lebih lanjut.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, misalnya, tampak menghindar bila ditanyai oleh para pewarta terkait wacana reshuffle kabinet setelah menjalankan pertemuan di Kertanegara – kediaman Prabowo. Kabarnya, kunjungan Airlangga ke Prabowo ini hanya membahas soal situasi politik terkini dan potensi koalisi di Pilkada 2020.
Bila membahas situasi politik, bukan tidak mungkin ancaman reshuffle turut menjadi pembahasan. Pasalnya, wacana ini tengah menjadi buah bibir yang tengah panas dalam diskursus publik.
Terlepas dari semua manuver dan kebijakan yang terjadi seputar ancaman reshuffle dari Jokowi, mengapa Airlangga merasa perlu untuk berkunjung dan menemui Prabowo? Strategi politik apa yang tengah dijalankan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian tersebut?
Safari Politik
Airlangga bisa jadi tengah menjalankan safari politik di tengah pandemi Covid-19 ini. Pasalnya, Menko Perekonomian tersebut tidak hanya berkunjung dan menemui Prabowo, melainkan juga pimpinan partai politik lainnya seperti Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Istilah “safari politik” sendiri merupakan sebuah istilah yang kerap digunakan oleh media di Indonesia. Biasanya, istilah ini digunakan untuk menggambarkan rangkaian kunjungan politisi atau pejabat ke satu tempat ke tempat lain dengan maksud dan tujuan politis.
Strategi berkunjung seperti ini bukanlah hal yang unik dalam perpolitikan Indonesia. Sejak dulu, tradisi safari seperti ini telah dijalankan oleh politisi-politisi Indonesia.
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, misalnya, sempat menjalankan safari politik pada era Orde Baru – ketika akan menduduki kursi kepemimpinan PDI. Berdasarkan buku milik Stefan Eklof yang berjudul Power and Political Culture in Suharto’s Indonesia, Megawati kala itu melakukan safari politik dengan berkunjung menemui beberapa petinggi militer, seperti Yogie S. Memet dan A.M. Hendropriyono.
Safari poliitik adalah rangkaian kunjungan politisi atau pejabat ke satu tempat ke tempat lain dengan maksud dan tujuan politis. Share on XSelain Megawati, mantan Menteri Penerangan Harmoko – salah satu kader Golkar di era Orde Baru – juga pernah menjalankan tradisi safari politik sebagai upaya politik interpersonal. Harmoko – mengacu pada buku milik Rully Chairul Azwar yang berjudul Politik Komunikasi Partai Golkar di Tiga Era – telah melakukan tradisi safari ke banyak pesantren setiap bulan Ramadan sejak tahun 1983.
Bila safari politik kerap dilakukan oleh para politisi seperti Megawati dan Harmoko, bagaimana dengan Airlangga? Mengapa Ketum Golkar tersebut memilih menggunakan strategi safari politik?
Safari politik juga bukanlah hal yang asing bagi Airlangga. Sebagai politisi dan pejabat, Ketum Golkar tersebut telah biasa menggunakan strategi komunikasi serupa.
Ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (omnibus law) menuai polemik, misalnya, Airlangga juga menggunakan strategi politik dengan menjalankan rangkaian kunjungan ke pimpinan dari sejumlah partai politik. Pada bulan Februari-Maret 2020, Menko Perekonomian telah menjalankan kunjungan ke partai-partai seperti PKS, Demokrat, Nasdem, hingga PAN.
Kegemaran Airlangga untuk menjalankan safari politik dan berkunjung langsung bisa jadi bukan tanpa alasan. Pasalnya, pertemuan tatap muka secara langsung seperti ini bukan tidak mungkin dapat membantu proses negosiasi dan pengambilan keputusan politik.
Asumsi ini sejalan dengan penjelasan Tanja Pritzlaff-Scheele dan Frank Nullmeier dalam tulisan mereka yang berjudul Relating Face to Face. Dalam tulisan tersebut, dijelaskan bahwa interaksi face-to-face dapat memunculkan relatedness(keterkaitan) antara dua pihak yang ingin mengambil kesepakatan politik.
Bukan tidak mungkin, Airlangga ingin memunculkan relatedness ketika bersafari politik dengan AHY dan Prabowo. Dengan begitu, kesepakatan politik yang ingin dicapai dapat lebih memungkinkan terjadi.
Namun, pertanyaan selanjutnya pun muncul. Kira-kira, kesepakatan dan keputusan politik apa yang ingin dicapai oleh Airlangga bersama AHY dan Prabowo? Dinamika politik apa yang kini mungkin mendasari safari politik Menko Perekonomian tersebut?
Kesepakatan Politik?
Boleh jadi, safari politik yang kini dilakukan oleh Airlangga tidak terlepas dari dinamika politik yang mendasari. Pasalnya, berdasarkan safari-safari politik sebelumnya, Menko Perekonomian tersebut juga terlihat ingin mendapatkan kesepakatan politik tertentu.
Safari politik yang dilakukannya pada bulan Februari dan Maret lalu, misalnya, bertujuan untuk bertukar pikiran terkait omnibus law yang menimbulkan polemik di masyarakat. Kala itu, Airlangga mungkin tengah mencari dukungan politik terkait RUU yang didorong oleh pemerintahan Jokowi tersebut.
Lantas, bila berkaca pada tujuan safari politik tersebut, tujuan politik apa yang ingin dicapai Airlangga kini?
Bila mengacu pada informasi yang diberikan oleh Airlangga dan Prabowo, pertemuan politik yang dilakukan beberapa waktu lalu disebut bertujuan untuk meraba kerja sama potensial dalam membangun koalisi di Pilkada 2020. Begitu pula pada pertemuannya dengan AHY, Airlangga disebut berupaya mencari kerja sama dalam koalisi Pilkada 2020.
Namun, menariknya, dalam pertemuan Airlangga dan Prabowo, disebutkan juga bahwa situasi politik terkini juga dibahas oleh keduanya. Bahkan, Ketum Golkar tersebut menyebutkan bahwa Golkar dan Gerindra sama-sama mendukung stabilitas politik di pemerintahan.
Mungkin saja, wacana reshuffle turut dibahas dalam pertemuan tersebut. Pasalnya, isu tersebut baru-baru ini tidak dapat dipungkiri telah menjadi salah satu isu politik yang tengah ramai dibahas.
Selain itu, bisa saja, Airlangga tengah memulai meraba peta politik yang akan terbentuk pada tahun 2024 nanti. Pasalnya, Jokowi bersama Golkar dirumorkan akan membangun poros ketiga sebagai pengimbang poros pertama yang terdiri dari PDIP dan Gerindra.
Meski begitu, semua gambaran kemungkinan ini belum tentu benar mendasari safari politik Airlangga. Mungkin, hanya elite-elite politik yang benar-benar tahu apa yang dibicarakan.
Bukan tidak mungkin, safari politik seperti ini mampu memengaruhi jalan perpolitikan Indonesia di masa mendatang. Mari kita nantikan sajalah episode lanjutan dari temu-temu politik ini. (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.