HomeNalar PolitikDi Balik Politik Macho-isme Prabowo

Di Balik Politik Macho-isme Prabowo

Kecil Besar

Beberapa hari lalu, peristiwa unik aksi Prabowo yang melepaskan kemeja safarinya dan melemparnya ke arah kerumunan pendukungnya di Subang di tengah cuaca yang sedang hujan berhasil menarik perhatian publik melalui cuplikan video yang viral. Spontan atau penuh perhitungan politik?


PinterPolitik.com

โ€œIn the modern world, those who are weak will get unambiguous advice from foreign visitors which way to go and what policy course to pursue.โ€ โ€“ Vladimir Putin, Presiden Rusia

[dropcap]T[/dropcap]indakan yang dilakukan Prabowo Subianto itu pun tentu menimbulkan banyak tanggapan dari masyarakat, tak terkecuali dari kubu lawan. Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)- Maโ€™ruf Amin, Inas Nasrullah Zubir, mempertanyakan tujuan dan esensi dari tindakan tersebut. Bagi politisi Hanura itu, tindakan Prabowo tersebut hanya pencintraan belaka yang lebih baik diganti dengan penjelasan mengenai program-program yang ditawarkan.

Membela aksi junjungannya, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa tindakan membuka baju itu merupakan reaksi spontan ketika kemeja Prabowo diminta oleh pendukungnya. Hal itu pun dianggap sudah biasa oleh Dahnil, mengingat Prabowo merupakan mantan prajurit TNI.

Tentu, peristiwa seperti ini menimbulkan pertanyaan. Dengan ketegangan yang ditimbulkan oleh kontestasi Pilpres 2019, setiap tindakan kandidat dianggap memiliki dimensi politik di dalamnya. Lalu, apa tujuan sebenarnya Prabowo melakukan โ€œbuka bajuโ€ di hadapan publik itu?

Mengirim Sinyal Kekuatan

Prabowo dengan โ€œbuka bajuโ€-nya bukanlah hal baru dalam diskursus Pilpres 2019. Selain apa yang terjadi di Subang, Prabowo juga pernah terlihat melakukan tindakan yang sama beberapa waktu sebelumnya.

Mantan Danjen Kopassus itu pernah melakukannya pada April 2018 ketika ia memutuskan untuk maju dalam Pilpres 2019. Pada saat itu, beredar video kader-kader Gerindra yang sedang melakukan arak-arakan dengan mengangkat Prabowo yang bertelanjang dada.

Di hadapan media, petinggi-petinggi Partai Gerindra menyatakan bahwa kejadian tersebut merupakan bentuk pernyataan terkait kesiapan Prabowo guna mencalonkan diri dalam Pilpres 2019. Kejadian tersebut juga ditujukan untuk mempertegas kesehatan dan kekuatan fisik menantu Soeharto itu.

Tindakan-tindakan โ€œbuka bajuโ€ Prabowo ini juga berkaitan dengan banyaknya isu yang beredar mengenai fisik Prabowo yang sedang sakit. Informasi simpang siur misalnya yang menyebut dirinya terkena penyakit stroke sangat mungkin menjadi salah satu penyebab aksi tersebut dilakukan.

Gerindra kemudian mengoptimalkan citra politik Prabowo dengan mengandalkan sisi maskulinitas sang jenderal. Hal itu juga untuk menepis keraguan akibat narasi yang beredar bahwa Prabowo mempertimbangkan untuk tidak maju mencalonkan diri karena merasa terlalu tua. Pada Februari 2018 misalnya, Jokowi sempat ditantang untuk melakukan adu lari dengan Prabowo.

Baca juga :  Didit The Peace Ambassador?

Hal yang serupa juga terjadi pada tahun yang sama. Pada April 2018, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon melalui cuitannya mencoba menantang Jokowi untuk โ€œpamerโ€ dada seperti yang dilakukan Prabowo.

Selain itu, sebelum video โ€œbuka bajuโ€ Prabowo yang viral awal Maret 2019 ini, Prabowo juga pernah dikabarkan sakit ketika tidak hadir dalam Konsolidasi Nasional PKS. Tentu, kabar-kabar mengenai sakitnya Prabowo dapat saja melemahkan citra maskulinnya dalam perpolitikan di Indonesia. Oleh sebab itu, tindakan โ€œbuka bajuโ€ awal Maret 2019 ini bisa jadi merupakan upaya mensinyalir kesehatan dan kekuatan fisik Prabowo.

Jika dibandingkan dengan fenomena lain yang mirip, apa yang dilakukan Prabowo mungkin saja memiliki kepentingan yang sama dengan apa yang dilakukan Vladimir Putin, Presiden Rusia. Putin sendiri dikenal memiliki citra, baik secara domestik dan internasional, sebagai pria yang macho.

Citra Putin yang kuat ini dibangun dengan penyebaran foto-foto dirinya yang menunjukkan kuatnya mantan agen KGB itu sebagai individu. Dalam beberapa foto, Putin terlihat bertelanjang dada menyusuri hutan Rusia dengan berbagai aktivitas, seperti memancing, berburu, dan menunggangi beruang.

Citra yang dibangun ini tentu bukan tanpa kepentingan. Vox dalam salah satu videonya yang diunggah menjelaskan bahwa berbagai aktivitas yang dilakukan Putin dalam foto-foto tersebut, selain menunjukkan nilai-nilai maskulinitas Rusia, juga memberikan sinyal bahwa Putin masih memiliki kekuatan dan kesehatan fisik yang tangguh untuk memimpin Rusia.

Secara politik, Putin berusaha mengamankan kekuasaannya melalui pesan implisit yang disampaikan dalam foto-foto tersebut. Sebagai kekuatan yang sentral di Rusia, Putin mampu dan bertujuan untuk mengantongi dukungan masyarakat umum maupun elite politik secara kontinu di Rusia.

Selain itu, keberhasilan pembangunan citra Putin pun juga berpengaruh secara internasional. Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS), juga seringkali memuji persona strongman atau kesan orang kuat yang dibawa Putin, meskipun situasi politik domestik negeri Paman Sam itu masih memiliki masalah terkait tuduhan campur tangan Rusia di Pilpres 2016.

Konteks ini nyatanya punya dimensi internasional karena World Economic Forum (WEF) telah menyebut bahwa ada fenomena โ€œcharismatic strongman politicsโ€ atau politik karismatik orang kuat yang tengah menanjak secara global. Menurut WEF, kebangkitan politik semacam ini menjadi risiko global yang dapat memicu konflik geopolitik. Dalam konteks Prabowo, sangat mungkin hal ini juga berkaitan dengan fenomena tersebut.

Pesona Pemimpin Strongman

Terkait persona strongman, Prabowo pun tidak asing dan sangat identik dengan persona semacam ini. Pembangunan citra maskulin dengan persona strongman ini dilakukan Prabowo guna menghadapi kontestasi politik, baik pada tahun 2014 maupun pada tahun 2019.

Baca juga :  Deddy Corbuzier: the Villain?

Pada Pilpres 2014, pembangunan citra Prabowo dengan persona strongman terlihat cukup membantu peningkatan suaranya. Dominic Berger, dalam tulisannya yang berjudul Prabowo and the Art of Being Tegas, menjelaskan bahwa data antar-bulan pada tahun 2014 menunjukkan adanya peningkatan signifikan citra Prabowo dalam hasil survei di masyarakat mengenai calon mana yang memiliki kualitas tegas.

Persona strongman yang dibawa Prabowo pun juga membantu meningkatkan pertimbangan pemilih dalam Pilpres di tahun tersebut terhadap kriteria calon-calon presiden. Persentase pertimbangan pemilih terhadap sifat tegas calon presiden yang awalnya hanya 5 persen pada Januari-Februari 2014 tumbuh menjadi 9 persen pada Mei 2014.

Meskipun begitu, strategi Prabowo itu tidak benar-benar mampu mengalahkan jumlah suara yang dimenangkan Jokowi. Berger melanjutkan bahwa masyarakat sebagian besar masih lebih memilih citra jujur yang identik dengan Jokowi pada saat itu.

Berkaitan dengan sifat tegas calon presiden dalam persona strongman, Pilpres 2019 mungkin masih akan dipengaruhi oleh citra maskulin Prabowo. Hasil survei yang dilakukan Cyrus Network masih menunjukkan demikian.

Dari 1230 responden survei tersebut, 457 di antaranya menyatakan mendukung Prabowo. Di antara 457 responden tersebut, sekitar 31,5 persen memilih Prabowo-Sandi karena sifat tegas, berwibawa, dan berani, sekitar 14,7 persen karena menginginkan perubahan, dan sekitar 13,3 persen karena ingin ganti presiden.

Namun, apakah pengaruh penggunaan citra maskulin Prabowo akan besar terhadap dinamika perebutan suara dalam Pilpres 2019?

Jawabannya adalah tergantung pada konteks persepsi masyarakat. Pasalnya, Jokowi pun juga mulai dinilai tidak kalah tegas. Citra maskulin ini mungkin masih akan berpengaruh, tetapi tidak sama persis seperti pada Pilpres 2014. Yang jelas, persona strongman masih akan menjadi bumbu-bumbu di media sosial serta jadi bahan saling serang antara pendukung Jokowi dan Prabowo.

Berkaitan dengan pengaruhnya terhadap peningkatan jumlah suara Prabowo dalam Pilpres 2019 mendatang, sang jenderal sepertinya masih perlu melakukan manuver politik lebih dari sekadar menunjukkan citra maskulin, seperti pemberian narasi yang bersifat programatis. Pasalnya pengandalan citra saja tentu akan menjadi sulit mengingat kompetitor Prabowo merupakan seorang petahana yang mudah menjual program. (A43)

spot_imgspot_img

#Trending Article

PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Bahaya PHK masih terus mengancam Indonesia. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran besar dari permasalahan ini? 

The Tale of Budi Gunawan

Kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lingkar elite yang berpengaruh.

How About Dascoโ€™s Destiny?

Peran, manuver, serta konstruksi reputasi Sufmi Dasco Ahmad kian hari seolah kian membuatnya tampak begitu kuat secara politik. Lalu, mengapa itu bisa terjadi? Serta bagaimana peran Dasco dalam memengaruhi dinamika politik-pemerintahan dalam beberapa waktu ke depan?

Prabowo & Trump Alami โ€œWarisanโ€ yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

More Stories

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Siasat Ahok โ€œBongkarโ€ Korupsi Pertamina

Ahok tiba-tiba angkat bicara soal korupsi Pertamina. Mengacu pada konsep blame avoidance dan UU PT, mungkinkah ini upaya penghindaran?

Dari Deng Xiaoping, Sumitro, hingga Danantara

Presiden Prabowo Subianto telah resmikan peluncuran BPI Danantara pada Senin (24/2/2025). Mengapa mimpi Sumitro Djojohadikusumo ini penting?