Site icon PinterPolitik.com

Di Balik Operasi Semi Rahasia Kaesang?

kaesang

Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep saat bersama Presiden Jokowi di Bandung. (Foto: PSI)

Dengarkan artikel ini:

https://www.pinterpolitik.com/wp-content/uploads/2024/07/kaesang-full.mp3

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Survei elektabilitas kandidat di Pilkada 2024 mulai muncul dan Ketua Umum PSI yang juga putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep melejit di urutan pertama edisi pemilihan gubernur Jawa Tengah. Meski diiringi sentimen minor, hal ini dinilai akan dibingkai ke dalam strategi khusus bagi Kaesang agar terus relevan.


PinterPolitik.com

Nyaris mustahil karena terbentur regulasi, kini tinggal menunggu waktu kiranya sampai foto Ketua Umum PSI yang juga putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep ada di surat suara Pilkada 2024. Terlebih, pasca Kaesang seharusnya “full senyum” saat melihat hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terbaru.

Bagaimana tidak, setelah KPU melakukan follow up atas putusan Mahkamah Agung (MA) dengan mengetuk palu bahwa batas usia calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) harus berusia 30 tahun pada 1 Januari 2025, Kaesang adalah kandidat Jateng-1 teratas dalam survei LSI.

Berdasarkan jawaban para responden yang diberikan pertanyaan semi terbuka dalam survei kurun waktu 21-26 Juni lalu itu, Kaesang mengalahkan sejumlah nama yang terlebih dahulu muncul. Mulai dari Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol. Ahmad Luthfi, elite PDIP Bambang “Pacul” Wuryanto dan Hendrar Prihadi, jagoan Partai Gerindra Sudaryono, hingga perwakilan Partai Golkar Dico Ganinduto.

Meskipun hasil itu tak serta merta dapat menyimpulkan sosok yang memiliki basis suara kuat di Jawa Tengah, Kaesang tampak dapat menggunakan dan membingkainya sebagai strategi mengelola persepsi pemilih secara perlahan. Tentu hingga dirinya menyelinap sebagai kandidat relevan yang pantas dipilih.

Namun, satu yang cukup mengganjal adalah keberadaan nama Kaesang sebagai yang teratas di survei LSI. Bahkan, dalam metode tertutup, Kaesang masih berada di urutan kedua di bawah Ahmad Luthfi.

Pertanyaannya, mengapa Kaesang bisa meraih hasil maksimal dalam survei yang bisa dikatakan menjadi yang pertama jelang Pilkada 2024 itu?

Bukan Jokowi Effect?

Sebuah hasil survei elektabilitas atau keterpilihan di kontestasi elektoral tak jarang menjadi perdebatan, bahkan meski yang dilakukan oleh lembaga kredibel berdasarkan regulasi yang ada.

Sejarawan asal Amerika Serikat (AS) Arthur Schlesinger Jr. mengatakan bahwa survei politik telah melahirkan profesi baru bernama electronic manipulator. Publikasi dan hasil survei mereka kerap menjadi alat pembentukan opini, terutama mereka yang turut menjadi konsultan politik.

Umumnya, dalam proses tersebut esensi yang ingin dicapai adalah bandwagon effect dan underdog effect.

Bandwagon effect  merupakan fenomena psikologis di mana individu lebih cenderung melakukan atau mendukung sesuatu karena orang lain melakukannya atau mendukungnya.

Dalam konteks politik, ini berarti bahwa pemilih lebih mungkin mendukung kandidat atau partai yang mereka yakini memiliki banyak dukungan atau diprediksi akan menang.

Selain hasil survei atau “framing” dari sebuah hasil survei, eksposur media juga dapat menjadi instrumen penyokong bandwagon effect.

Kendati demikian, tak serta merta hasil publikasi sebuah lembaga survei dapat disebut demikian. Bisa saja kandidat tersebut, dalam hal ini Kaesang, memang memiliki kekuatan inheren yang selama ini dianggap sebelah mata.

Hal itu berkorelasi dengan apa yang disebut sebagai underdog effect atau efek dukungan terhadap yang terpojok. Ini fenomena di mana individu merasa terdorong untuk mendukung pihak yang dipandang tidak memiliki banyak dukungan atau berada di posisi yang “lemah”.

Dalam politik, ini berarti pemilih lebih cenderung mendukung kandidat yang dipersepsikan sebagai pihak yang kurang diunggulkan atau berjuang melawan peluang yang berat.

Konteks itu tak hanya berlaku bagi kandidat yang benar-benar dianggap tak punya peluang kemenangan besar, tetapi bagi kandidat yang dipersepsikan “negatif” sejak awal.

Kembali, dalam hal ini, kekuatan inheren Kaesang menarik untuk diamati lebih lanjut. Itu dikarenakan, Kaesang berbeda dari kandidat lain, seperti Ahmad Luthfi yang balihonya telah tersebar seantero Jawa Tengah misalnya.

Sejauh ini, Kaesang kemungkinan unggul dalam konteks menjadi top of mind kandidat di Pilkada 2024. Beberapa faktor kunci yang dianggap memengaruhi tentu adalah bandwagon dan underdog effect yang telah disebutkan sebelumnya, plus Jokowi effect.

Sebagaimana yang cukup jamak diketahui, Kaesang beberapa kali menjadi pusat perhatian dalam pemberitaan serta diskursus mengenai Pilkada 2024 sejak lama.

Sebut saja keberadaan baliho pencalonannya sebagai calon Wali Kota Depok, Solo, Bekasi, Surabaya, hingga cawagub maupun cagub Jakarta. Itu belum termasuk perdebatan batas usia minimal calon kepala daerah yang berubah usai Mahkamah Agung (MA) yang mengarah langsung kepadanya.

Di titik ini, Kaesang dapat menjadikan pencapaian impresi dan hasil survei LSI untuk meningkatkan political leverage dan daya tawarnya, tak hanya di Pilkada 2024 melainkan dalam proses politik berikutnya.

Balon Mawar” Kaesang?

Untuk memahami lebih dalam mengenai proyeksi daya tawar politik Kaesang selama proses politik 2024, konsep “trial balloon” kiranya relevan.

Strategi “trial balloon” merujuk pada tindakan mengelola dan melemparkan informasi tertentu ke publik untuk mengamati reaksi terhadapnya.

Istilah ini sering digunakan dalam konteks politik untuk menguji tanggapan masyarakat atau elite terhadap proposal kebijakan atau calon tertentu sebelum keputusan resmi diambil.

Berdasarkan reaksi yang didapat, aktor politik dapat menyesuaikan strategi mereka. Trial balloon juga berfungsi dalam diplomasi terbuka, dimana informasi diuji ke publik, namun sebenarnya ditujukan untuk mengukur respons elite politik.

Reaksi elit politik juga penting dalam konteks ini. Jika elit melihat bahwa Kaesang memiliki peluang besar untuk menang, mereka mungkin akan memberikan dukungan atau bahkan membentuk aliansi untuk memanfaatkan popularitasnya. Tak hanya di ajang Pilkada 2024, tetapi dalam dinamika dan proses politik berikutnya.

Jika hasil survei dan dinamika setelahnya menunjukkan prospek menjanjikan, maka langkah berikutnya mungkin adalah lobi-lobi politik di belakang layar untuk memastikan dukungan dari partai politik dan tokoh-tokoh berpengaruh lainnya tertuju pada Kaesang.

Oleh karena itu, menarik untuk menantikan sejauh mana Kaesang dapat mempertahankan dan terus meningkatkan relevansinya sebagai politisi pendatang baru namun sering disebut bergelimang privilese. (J61)

Exit mobile version