HomeNalar PolitikDi Balik Foto Sendirian Jokowi

Di Balik Foto Sendirian Jokowi

Jokowi sering mengunggah foto seorang diri saat berada di lokasi bencana. Hal ini menimbulkan pertanyaan, pesan apa yang hendak disampaikan oleh sang presiden?


PinterPolitik.com 

“A picture is worth a thousand words”

:: English Idiom ::

[dropcap]S[/dropcap]ebuah foto seringkali berbicara lebih keras daripada kata-kata dan menjadi alat komunikasi yang efektif. Belakangan ini fenomena penggunaan foto sebagai medium komunikasi sering dimanfaatkan termasuk oleh politisi, salah satunya adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi), seiring meningkatnya penggunaan media sosial.

Lewat platform Instagram misalnya, sejak awal, akun Jokowi telah memposting foto sebanyak 947 kali. Bahkan menurut data dari Instagram, foto perayaan kemenangan atlet taekwondo putri Indonesia, Defia Rosmaniar, di ajang Asian Games yang diposting di akun sang presiden, mendapatkan like terbanyak di tahun 2018 ini.

Selain itu, Jokowi juga menggunakan Instagram untuk menunjukkan aktivitas kenegaraan maupun pribadinya saat bersama keluarga.

Belakangan, hal yang menarik dari akun Instagram Jokowi adalah makin seringnya muncul foto Jokowi seorang diri saat meninjau lokasi bencana yang terjadi di Indonesia. Sebut saja misalnya ketika meninjau kebakaran hutan di Kalimantan Selatan, atau saat terjadi gempa bumi yang melanda Lombok pada Agustus lalu.

Perihal tersebut, Jokowi mendapatkan berbagai tanggapan, terutama dari pihak oposisi. Jokowi dianggap hanya melakukan pencitraan dengan memanfaatkan bencana alam sebagai momen untuk mendulang simpati. Lebih-lebih, berdasarkan video yang beredar di lokasi yang sama, Jokowi terlihat berjalan sendiri menjauhi sekelompok pejabat negara di belakangnya, yang mengindikasikan bahwa hal tersebut memang disengaja demikian.

Tentu pertanyaannya, apa motif Jokowi mengunggah foto-foto sedang sendiri di lokasi bencana? Apakah hal tersebut memang berdasarkan kepedulian “seorang” Jokowi terhadap musibah yang terjadi, atau ada motif politik di balik itu semua?

Politik Bencana

Mengaitkan bencana alam dengan politik memang sebuah ironi. Namun, itulah yang sering terjadi. Dalam berbagai penelitian, bencana alam kerap dikaitkan dengan agenda politik seseorang. Dalam kadar tertentu, sikap yang tepat dalam menghadapi sebuah bencana dapat memberikan keuntungan tertentu bagi sang politisi.

Berbagai literatur menyebutkan bahwa bencana alam memang memiliki dampak terhadap partisipasi politik masyarakat. Studi Hamis McLean dan Jacqui Ewart dalam Political Communication in Disasters: A Question of Relationships menyebut bahwa bencana alam dapat menjadi halangan ataupun keuntungan bagi politikus selama dan setelah masa bencana alam tersebut berakhir.

Publik akan memberikan penilaian terhadap para politikus tersebut dan karenanya akan menimbulkan persepsi tentang perilaku pro sosial yang berpengaruh pada meningkatnya voter turnout atau partisipasi pemilih.

Oleh karena itu, penting kiranya untuk memperhatikan bagiamana seorang politisi maupun pemimpin negara berlaku saat terjadi bencana alam. Perilaku (treatment) yang tepat saat terjadi bencana – terutama ketika sistem ekonomi lumpuh terdampak bencana – cenderung akan mendapatkan penilaian yang baik di mata publik.

Selain itu, masih menurut Lean dan Ewart, partisipasi politik bisa kembali meningkat, apabila pemerintah dan masyarakat sipil bisa mengurangi dampak ekonomi dari bencana tersebut.

Berdasarkan kondisi tersebut, wajar jika politisi ingin menunjukkan kepeduliannya kepada masyarakat yang tertimpa bencana. Di satu sisi, mereka memiliki hak untuk menunjukkan simpati terhadap masyarakat yang mengalami kehilangan.

Di sisi yang lain, ada keuntungan politik yang dapat diraih, entah politisi tersebut memang sengaja mengincarnya atau tidak.

Mau tidak mau, respon politisi terhadap bencana yang terjadi akan dimaknai sebagai aksi politik oleh pihak oposisi. Dalam konteks Indonesia, tiga momen bencana alam sepanjang tahun 2018 tidak bisa dipisahkan dari agenda politik. Terlebih saat ini Indonesia sudah memasuki masa Pilpres dimana Jokowi maju sebagai petahana (incumbent) dan ditantang kembali oleh Prabowo Subianto.

Baca juga :  Jokowi Wrapped 2024

Jokowi sebagai petahana disebut yang paling mendapatkan keuntungan secara politik dari adanya bencana alam tersebut. Sebab, posisinya sebagai kepala negara memberikan keleluasaan untuk mengeluarkan kebijakan ataupun arahan terhadap pejabat negara lainnya.

Di waktu yang bersamaan, hal itu bisa menjadi keuntungan untuknya sebagai petahana karena bagaimanapun kondisi itu sudah melekat pada dirinya.

Hal ini tentu saja wajar, terlepas apakah Jokowi memang sengaja memanfaatkan bencana alam untuk kepentingan politik atau tidak.

di balik foto sendirian jokowi

Foto Seorang Diri Jokowi

Tiga kali bencana alam besar terjadi pada 2018 ini dan respon Jokowi terhitung sigap dengan meninjau langsung lokasi bencana, hal yang dibuktikan dari unggahan-unggahan foto di media sosialnya.

Pada titik tertentu, foto atau gambar memang bisa dipisahkan dari media teks sebagai alat komunikasi seseorang. Filsuf Roland Barthes sejak tahun 1960-an telah melihat adanya pergeseran dari budaya tulisan (teks) menjadi budaya gambar (foto). Baginya, gambar memiliki sui generis atau jenisnya sendiri.

Jika fungsi bahasa bersifat representatif (menghadirkan), munculnya foto harus mendapatkan perhatian serius sebab foto mempunyai kemampuan representatif yang sempurna.

Presentasi diri, sebagaimana diteliti oleh sosiolog asal Amerika Serikat (AS) Erving Goffman, seringkali melibatkan atribut yang dikenakan sebagai media komunikasi, seperti misalnya pakaian maupun gestur yang diperlihatkan.

Lebih lanjut, Goffman menilai pengelolaan citra politik seorang pemimpin biasanya dibarengi dengan “menjual” kebijakan. Menurutnya, persoalan ini menjadi ukuran paling penting yang akan dilihat oleh publik.

Dalam konteks Jokowi, foto-foto seorang dirinya itu tentu saja memiliki nilai politik dari perspektif semiotik atau kajian tentang tanda maupun komunikasi politik.

Sebagaimana yang terkandung dalam kajian semiotik, sebuah foto dikonstruksi dari berbagai macam simbol atau tanda. Perpaduan tanda atau simbol tersebut bisa menentukan bagaimana nanti penerimaan dan interpretasi dari masyarakat yang melihatnya, termasuk penggunaan teks (caption) untuk melengkapi foto yang ditampilkan.

Dengan cara ini Jokowi lebih leluasa untuk menyampaikan informasi kepada publik. Tidak seperti melalui media arus utama, lewat foto yang diunggah melalui media sosial Jokowi bisa berbicara lebih banyak sebab tidak ada sekat yang membatasi.

Terkait foto seorang dirinya itu, pakar komunikasi politik Universitas Bunda Mulia, Silvanus Alvin menyebut apa yang dilakukan oleh Jokowi adalah sebuah strategi bercerita melalui medium digital (digital storytelling politics).

Melalui visual foto, Jokowi ingin memberikan pesan bahwa ia tidak hanya bersimpati, tapi juga berempati. Jokowi inigin mencitrakan dirinya sebagai seorang pemimpin yang langsung turun tangan untuk mengatasi berbagai persoalan.

Selain itu, dalam setiap foto Jokowi di lokasi bencana, ia kerap kali mengenakan kemeja putih yang digulung dan menampilkan dirinya sedang melangkah di hamparan reruntuhan.

Secara semiotik, Jokowi memberi kesan melalui pakaiannya bahwa ia ingin memberikan persepsi bahwa dirinya adalah seorang yang bersih dan jujur dalam bekerja. Selain itu, warna putih pada kemeja juga memberi kesan ketentraman. Dalam hal ini, Jokowi ingin memberikan kelegaan pada para korban yang sedang berduka.

Tanda melangkah pada foto-foto tersebut bisa dimaknai sebagai sikap optimisme, bahwa di tengah bencana alam yang melanda, tetap harus ada optimisme untuk menyelesaikan dan membangun kembali apa yang telah hilang.

Caption atau teks yang melengkapi foto kesendirian Jokowi juga dapat dianggap sebagai pemimpin yang aktif dalam merespon kejadian bencana dengan instruksi-instruksi jelas kepada bawahannya. Dalam hal ini, Jokowi bisa dianggap sebagai sosok yang aktif dalam melakukan perubahan serta mempunyai semangat yang tinggi dalam memimpin negeri.

Jika dilihat dalam perspektif komunikasi politik, Jokowi inigin memberi pesan bahwa dirinya layak melanjutkan periode kepemimpinan berikutnya.

Foto kesendirian Jokowi itu merupakan langkah yang cukup efektif untuk meraih persepsi positif dari publik. Dengan pesan non-verbal yang diberikan secara konsisten, sang presiden tetap bisa mempertahankan konstituennya.

Persoalan foto pemimpin negara di lokasi bencana tidak hanya milik Jokowi semata. Di berbagai negara, hal ini juga menjadi gejala umum yang dilakukan oleh para pemimpinnya.

Misalnya saja saat terjadi kebakaran hebat di Portugal pada tahun 2017 lalu, sang presiden, Marcelo Rebelo de Sousa langsung turun tangan menangani kejadian yang merenggut puluhan korban jiwa tersebut.

Dalam foto yang beredar, terlihat pose seorang diri sang presiden sedang meninjau kebakaran yang melanda di kota Santa Comba. Marcelo terlihat tengah berada di reruntuhan bangunan dengan mata yang seolah menerawang.

di balik foto sendirian jokowi
Presiden Portugal Marcelo Rebelo de Sousa saat mengunjungi Oliveira de Frades. (Foto: Nuno Andre Ferreira/Quartz)

Melalui kejadian ini pula, Marcelo menggunakan kekuasaannya untuk menggoyang parlemen dan memaksa Menteri Dalam Negeri Constança Urbano de Sousa mengundurkan diri. Meski posisinya sebagai presiden memiliki langkah politik terbatas – karena roda pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri – namun sikap Marcelo tersebut mengancam posisi Perdana Menteri Antonio Costa.

Selain itu, editor foto dari Quartz, Johnny Simon menyebut bahwa Marcelo melakukan konsolidasi dan menunjukkan sikap kenegarawanannya.

Apa yang terjadi pada Marcelo ini menggambarkan bahwa sikap seorang pemimpin dalam konteks bencana alam dengan menunjukkan pose kesendiriannya memiliki unsur ekstrinsik yang patut mendapat perhatian. Terlepas dari apakah hal itu adalah tindakan one man show – seperti yang disebut oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon terkait pose sendiri Jokowi – yang jelas sejauh respon setelah bencana adalah poisitif, maka hal itu perlu diapresiasi.

Foto Jokowi seorang diri di lokasi bencana memiliki pesan politik yang kuat. Share on X

Dalam hal ini, sikap cepat tanggap Jokowi terhadap bencana perlu mendapatkan applause. Namun, tentu saja publik masih berharap bagaimana langkah Jokowi secara mendasar dapat meminimalisir kerusakan yang diakibatkan oleh bencana alam, misalnya terkait mitigasi bencana yang selalu menjadi kritik terhadap pemerintahannya.

Sebab, dengan wilayah yang menjadi “ladang” bencana, sudah seharusnya Indonesia memiliki sistem mitigasi yang mumpuni.

Oleh karena itu, saat ini yang perlu ditunggu bukan hanya sekedar unggahan foto dengan caption bersimpati dari sang presiden, namun langkah nyata pemerintah untuk mengantisipasi bencana-bencana lain di kemudian hari. (A37)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Unikop Sandi Menantang Unicorn

Di tengah perbincangan tentang unicorn, Sandi melawannya dengan konsep Unikop, unit koperasi yang memiliki valuasi di atas Rp 1 triliun. Bisakah ia mewujudkannya? PinterPolitik.com  Dalam sebuah...

Emak-Emak Rumour-Mongering Jokowi?

Viralnya video emak-emak yang melakukan kampanye hitam kepada Jokowi mendiskreditkan Prabowo. Strategi rumour-mongering itu juga dinilai merugikan paslon nomor urut 02 tersebut. PinterPolitik.com Aristhopanes – seorang...

Di Balik Tirai PDIP-Partai Asing

Pertemuan antara PDIP dengan Partai Konservatif Inggris dan Partai Liberal Australia membuat penafsiran tertentu, apakah ada motif politik Pilpres? PinterPolitik.com  Ternyata partai politik tidak hanya bermain...