HomeHeadlineDesain Politik Jokowi di Balik Pelantikan AHY? 

Desain Politik Jokowi di Balik Pelantikan AHY? 

Kecil Besar

Dengarkan artikel berikut

Pelantikan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) tuai beragam respons dari publik. Kira-kira motif politik apa yang tersimpan di balik dinamika politik yang menarik ini? 


PinterPolitik.com 

Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah resmi dilantik sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada tanggal 21 Februari 2024.  

Kendati pada hari itu Hadi Tjahjanto juga dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), semua perhatian publik lebih tertuju kepada AHY. Tidak heran, hal ini karena pelantikan tersebut resmi menutup โ€˜puasa panjangโ€™ Partai Demokrat dari posisi pemerintahan selama 10 tahun. 

Menariknya, beberapa pihak menilai pengangkatan AHY sebagai menteri tidak lain hanya sebagai politik balas budi. Profesor Anang Sujoko, pengamat politik sekaligus Dekan FISIP Universitas Brawijaya, misalnya, menyebut ini merupakan bentuk hadiah politik dari Jokowi karena AHY dan Demokrat telah bergabung dan membantu memenangkan Koalisi Indonesia Maju dalam Pemilihan Umum 2024 (Pemilu 2024). 

Namun, sepertinya penunjukkan AHY lebih dari sekadar hal itu. Jika kita melihat persaingan politik para partai besar saat ini, bisa jadi hal ini hanya sebagian kecil dari suatu desain politik besar yang mungkin tengah dirajut Jokowi untuk AHY dan bagi dirinya sendiri. Apakah itu? 

image 7

Menteri AHY dan Persepsi Publik 

Pertama-tama, penting untuk kita maknai bersama bahwa pemilihan AHY sebagai Menteri ATR/Kepala BPN adalah sebuah kemenangan yang cukup besar bagi Partai Demokrat, karena realita yang terjadi pada akhirnya melebihi ekspektasi dari rumor-rumor yang sebelumnya sempat muncul soal pemilihan AHY. 

Beberapa bulan terakhir, khususnya mulai Maret 2023, sempat berhembus rumor bahwa AHY akan dijadikan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), akan tetapi, kalaupun Demokrat mau menerima posisi tersebut, Kemenpora bisa dianggap bukanlah sebuah kementerian yang mampu mendongkrak pengalaman pemerintahan AHY (yang merupakan seorang ketua partai) secara signifikan. 

Baca juga :  PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Di sisi lain, walau posisi Menteri ATR/Kepala BPN kadang dipandang sebelah mata, realitanya mungkin justru sebaliknya. Hal ini karena kementerian tersebut sebetulnya merupakan salah satu komponen terpenting dalam memberantas permasalahan negara yang terbesar, yakni mafia tanah.  

Tidak hanya itu, AHY sebagai Menteri ATR/Kepala BPN juga bertanggung jawab atas upaya pemerataan sosial ekonomi masyarakat dengan menjamin berjalannya kebersihan program reforma agraria, yang merupakan salah satu program prioritas Nawacita kabinet Jokowi periode kedua. 

Namun, kekuatan Kementerian ATR/Kepala BPN bagi AHY bisa jadi lebih dari sekadar itu, yakni posisi ini sebetulnya juga seakan menjadi bagian desain besar bagi AHY agar selanjutnya ia bisa memegang jabatan menteri yang lebih strategis lagi. Mengapa bisa demikian? 

Untuk memahami rasionalitasnya, mari kita lihat proses penunjukan Hadi Tjahjanto sebagai Menko Polhukam dengan mengadopsi perspektif simbolisme politik. Ini tidak hanya sekadar perubahan-menteri biasa, tapi juga membawa sebuah โ€˜pesanโ€™ tersembunyi yang mencoba disampaikan kepada publik. 

Dengan pandangan demikian, kita bisa berasumsi bahwa bisa jadi perpindahan Hadi dari posisi Menteri ATR/Kepala BPN ke Menko Polhukam sebetulnya menyimpan fondasi asumsi bahwa seorang Menteri ATR/Kepala BPN memiliki peluang yang besar untuk menempati posisi menteri se-strategis Menko Polhukam. 

Sederhananya, ketika nanti kabinet baru sudah terbentuk, dan AHY akhirnya ditempatkan ke posisi yang lebih strategis seperti Menko Polhukam, publik mungkin tidak akan melihatnya sebagai sebuah kekeliruan, karena sebelumnya posisi Menko Polhukam memang diisi oleh orang yang sebelumnya menjabat di Kementerian ATR/Kepala BPN.  

Persepsi ini bisa menjadi lebih kuat bila kinerja AHY selama menjabat sebagai Menteri ATR/Kepala BPN memang berjalan mulus selama delapan bulan ke depan, dan mungkin jujur saja, mengingat umur kabinet yang mendekati โ€˜uzurโ€™, mungkin AHY tidak perlu melakukan banyak hal untuk membuktikan sesuatu. Setidaknya, AHY (hanya) perlu menjaga kementerian yang ia pimpin tetap bersih dan terhindar dari masalah. 

Baca juga :  The Tale of Budi Gunawan

Namun, sepertinya ada hal menarik lain yang juga perlu kita lihat di balik pengangkatan AHY sebagai menteri. 

image 8

Tonjokkan Kuat Untuk PDIP? 

Hal yang menarik dari pelantikan AHY kemarin adalah sebagian besar kepala lembaga/menteri dari PDIP tidak hadir. Bahkan, dari PDIP yang diketahui hadir hanya dua orang, yakni Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara Reformasi (PAN/RB) Azwar Anas. 

Dari hal ini, dan jika kita bercermin kepada ketegangan yang diasumsikan sedang terjadi antara kubu Jokowi dan PDIP, sebetulnya bisa jadi pengangkatan AHY kemarin juga merupakan semacam show of power atau unjuk kekuatan dari Jokowi bahwa dirinya sudah benar-benar lepas dari โ€˜belengguโ€™ PDIP.

Hal ini karena Demokrat dan Susilo Bambang Yudhyono (SBY) kerap dianggap sebagai salah satu โ€˜musuh bebuyutanโ€™ politik Megawati Soekarnoputri dan PDIP oleh publik. 

Namun, dengan mengangkat AHY, Jokowi seakan telah membuktikan bahwa dirinya kini memiliki dukungan, dan mungkin perlindungan, dari partai besutan Presiden ke-6 Indonesia. Tentunya,karena AHY sangat diuntungkan dengan manuver politik ini, bisa jadi hubungan yang terjalin sekarang antara kubu Presiden ke-7 dan kubu Presiden ke-6 kini sangatlah kuat. 

Well, bagaimanapun juga, kembali lagi, ini hanyalah prediksi dan perkiraan semata. Tentunya, satu hal yang pasti bisa dari fenomena politik terkini adalah ke depannya kemungkinan dinamika yang terjadi akan semakin menarik. Pantas untuk kita simak bersama-sama. (D74)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Return of the Wolf Warrior?

Retorika internasional Tiongkok belakangan mulai menunjukkan perubahan. Kira-kira apa esensi strategis di baliknya? 

Prabowoโ€™s Revolusi Hijau 2.0?

Presiden Prabowo mengatakan bahwa Indonesia akan memimpin revolusi hijau kedua di peluncuran Gerina. Mengapa ini punya makna strategis?

Cak Imin-Zulhas โ€œGabut Berhadiahโ€?

Memiliki similaritas sebagai ketua umum partai politik dan menteri koordinator, namun dengan jalan takdir berbeda, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Zulkifli Hasan (Zulhas) agaknya menampilkan motivasi baru dalam dinamika politik Indonesia. Walau kiprah dan jabatan mereka dinilai โ€œgabutโ€, manuver keduanya dinilai akan sangat memengaruhi pasang-surut pemerintahan saat ini, menuju kontestasi elektoral berikutnya.

Indonesia Thugocracy: Republik Para Preman?

Pembangunan pabrik BYD di Subang disebut-sebut terkendala akibat premanisme. Sementara LG โ€œkaburโ€ dari investasinya di Indonesia karena masalah โ€œlingkungan investasiโ€.

Honey Trapping: Kala Rayuan Jadi Spionase

Sejumlah aplikasi kencan tercatat kerap digunakan untuk kepentingan intelijen. Bagaimana sejarah relasi antara spionase dan hubungan romantis itu sendiri?

Menguak CPNS โ€œGigi Mundurโ€ Berjemaah

Fenomena undur diri ribuan CPNS karena berbagai alasan menyingkap beberapa intepretasi yang kiranya menjadi catatan krusial bagi pemerintah serta bagi para calon ASN itu sendiri. Mengapa demikian?

It is Gibran Time?

Gibran muncul lewat sebuah video monolog โ€“ atau bahasa kekiniannya eksplainer โ€“ membahas isu penting yang tengah dihadapi Indonesia: bonus demografi. Isu ini memang penting, namun yang mencuri perhatian publik adalah kemunculan Gibran sendiri yang membawakan narasi yang cukup besar seperti bonus demografi.

Anies-Gibran Perpetual Debate?

Respons dan pengingat kritis Anies Baswedan terhadap konten โ€œbonus demografiโ€ Gibran Rakabuming Raka seolah menguak kembali bahwa terdapat gap di antara mereka dan bagaimana audiens serta pengikut mereka bereaksi satu sama lain. Lalu, akankah gap tersebut terpelihara dan turut membentuk dinamika sosial-politik tanah air ke depan?

More Stories

Return of the Wolf Warrior?

Retorika internasional Tiongkok belakangan mulai menunjukkan perubahan. Kira-kira apa esensi strategis di baliknya? 

Honey Trapping: Kala Rayuan Jadi Spionase

Sejumlah aplikasi kencan tercatat kerap digunakan untuk kepentingan intelijen. Bagaimana sejarah relasi antara spionase dan hubungan romantis itu sendiri?

Korban Melebihi Populasi Yogya, Rusia Bertahan? 

Perang di Ukraina membuat Rusia kehilangan banyak sumber dayanya, menariknya, mereka masih bisa produksi kekuatan militer yang relatif bisa dibilang setimpal dengan sebelum perang terjadi. Mengapa demikian?