Pertandingan antara tim nasional (Timnas) Indonesia melawan Timnas Argentina seolah menguntungkan Ketua Umum (Ketum) PSSI Erick Thohir secara politis karena namanya masuk dalam kandidat kuat bursa calon wakil presiden (cawapres). Mengapa demikian?
Ketua Umum (Ketum) PSSI Erick Thohir telah mengkonfirmasi pertandingan FIFA matchday antara Tim nasional (Timnas) Indonesia melawan timnas Argentina pada 19 Juni mendatang di Jakarta.
Pertandingan ini merupakan momen bersejarah bagi persepakbolaan Indonesia karena berkesempatan melawan tim yang menjadi juara Piala Dunia 2022 itu.
Dalam dimensi berbeda, kesempatan langka bagi sepakbola Indonesia ini kiranya juga akan membuka kesempatan bagi sang Ketum PSSI untuk kian dilirik untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti.
Itu dikarenakan, nama Erick Thohir menjadi salah satu kandidat kuat dalam bursa cawapres. Elektabilitas Erick yang selalu masuk lima besar survei menjadikannya sebagai komoditi panas dalam pilpres.
Jumlah kandidat cawapres yang hilir mudik dalam bursa sendiri berjumlah sekitar 18 nama, jauh lebih banyak dibandingkan kandidat calon presiden (capres) itu sendiri. Hal ini membuat persaingan memperebutkan kursi cawapres jauh lebih ketat.
Berbagai upaya pun dilakukan para cawapres untuk menarik perhatian para capres yang ingin meminangnya.
Saut upaya yang dilakukan tampak diperagakan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang melakukan safari politik ke Wakil Presiden (Wapres) KH. Ma’ruf Amin dan para mantan wapres seperti Jusuf Kalla, Boediono, Try Sutrisno, dan Hamzah Haz.
Selain itu, ada nama KH. Nasaruddin Umar yang sedang mendapat perhatian kubu PDIP untuk menjadi cawapres Ganjar Pranowo. Nasaruddin sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal dinilai sosok ulama karismatik tepat untuk menarik suara kelompok Islam.
Ada juga Sandiaga Uno yang rela keluar dari Partai Gerindra dan diisukan merapat ke PPP demi posisi cawapres.
Kemudian, ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang meski tampak sedang “bermain daya tawar”, masih terus terlihat mesra dengan capres Partai Demokrat, Anies Baswedan. AHY terlihat seperti selalu “pasang badan” ketika capres yang partainya usung itu diserang oleh berbagai isu negatif.
Berbagai nama lain seperti Mahfud MD, Khofifah Indar Parawansa, hingga Ridwan Kamil yang masih mempunyai jabatan politik juga diuntungkan karena mempunyai panggungnya masing-masing.
Namun, benarkah Erick memang menjadikan kedatangan Lionel Messi cs sebagai upaya konstruksi citra agar dipinang sebagai cawapres di tengah persaingan yang begitu ketat itu?
Bentuk Survival Erick?
Selain jabatan Menteri BUMN, sebagai Ketum PSSI, Erick mempunyai keuntungan politis ketika organisasi yang dipimpinnya meraih prestasi atau sedang menjadi atensi publik.
Maklum saja, sepak bola adalah salah satu olahraga terpopuler di negeri ini. Basis supporter yang besar membuat tindak-tanduk induk organisasi sepak bola akan menjadi perbincangan, yang kemudian akan mempunyai efek domino ke sang Ketum.
Dengan menjadi Ketum PSSI, Erick telah jauh-jauh hari diprediksi memang ingin menciptakan panggung politiknya sendiri yang dapat menjadi perhatian banyak pihak. Dengan begitu, nama Erick akan tetap masuk radar sebagai kandidat cawapres menjelang Pilpres 2024.
Adrian J. Shin dalam tulisannya Game of Thrones and The Logic of Political Survival menjelaskan bentuk survival dalam politik dalam dunia nyata yang dilakukan para politisi tidak berbeda jauh dengan yang ada dalam serial tv Game of Thrones.
Shin mengatakan untuk memaksimalkan peluang bertahan hidup, seseorang harus membentuk aturan permainan untuk keuntungan pribadi dan memutuskan bagaimana menghadapi musuh.
Berkaca dari penjelasan tersebut, kembali, Erick boleh jadi ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Ketum PSSI untuk dapat menjadi cawapres dalam pilpres nanti.
Erick kiranya sedang berusaha menciptakan pertandingan sepak bola untuk menghadapi “pertandingan politik” dengan para kandidat cawapres lain.
Timnas Argentina yang menjadi juara dunia tahun 2022 lalu tampaknya didatangkan bukan hanya sekadar untuk memberi hiburan bagi pecinta sepak bola tanah air dan memberi pengalaman pemain timnas Indonesia.
Akan tetapi, juga jamak dinilai sebagai upaya mendapatkan keuntungan politis Erick dalam sepak bola setelah gagalnya mendapatkan keuntungan politis lewat penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Sepak bola dan politik memang berbeda dimensi, namun tidak bisa juga dipisahkan. Martin J. Power dalam tulisan yang berjudul Football And Politics: The Politics of Football menjelaskan aktor politik memanfaatkan sepak bola untuk mobilisasi sosial dan propaganda politik, yang seringkali menjadi bukti jaringan hubungan antara sepak bola, politik, dan masyarakat.
Sepak bola telah menjadi penggerak berbagai cabang populisme, terutama yang berasal dari spektrum politik dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara Rory Smith dalam tulisannya Want to Play Messi’s Argentina? Prepare to Pay Up mengatakan semua pihak yang menginginkan untuk menjamu Timnas Argentina di salah satu dari dua pertandingan persahabatan Juni ini memiliki motivasi yang berbeda-beda.
Smith menambahkan sebagian dari mereka menginginkan keuntungan berbagi lapangan dengan sang juara dunia. Namun, bagi sebagian lain, potensi keuntungan melenceng ke arah politik.
Mengacu pada apa yang di jelaskan Martin dan Smith itu, kiranya dapat terlihat dengan jelas di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. PSSI sering kali menjadi alat dari aktor politik untuk sebuah motif politik atau mencapai jabatan politik tertentu dalam beberapa tahun terakhir.
Erick yang belum lama menjabat sebagai Ketum PSSI juga jamak dinilai mempunyai ambisi politik tertentu yang tidak beda jauh dengan beberapa Ketum PSSI sebelumnya.
Meskipun, Erick seolah telah mumpuni, secara pengalaman di dunia sepak bola nasional dan internasional, persepsi “negatif” tersebut tidak bisa dihindari mengingat dirinya sedang masuk dalam kandidat cawapres menjelang Pilpres 2024.
Pertandingan antara Timnas Indonesia melawan Timnas Argentina pun dinilai sebagai bentuk upaya mobilisasi sosial serta “propaganda politik” Erick karena persaingan antarkandidat semakin ketat dan berdekatan dengan pendaftaran cawapres yang semakin dekat.
Meskipun terdapat nilai match fee sekitar Rp73 miliar rupiah yang harus dibayar untuk mendatangkan “Tim Tango”, Erick tampak tak perduli. Selain demi pengalaman bertanding Timnas Indonesia, dia boleh jadi berpikiran nilai tersebut akan sebanding jika ambisi politiknya tercapai.
Menariknya, ketika di konfirmasi dari mana kah nilai puluhan miliar rupiah itu berasal, mengingat, kondisi keuangan PSSI yang kerap dikabarkan sedang amburadul, Erick meminta masyarakat tak mempermasalahkan sumber dana tersebut.
Erick hanya menegaskan bahwa PSSI sekarang di bawah kepemimpinannya bukan lagi menjadi organisasi yang dapat di pandang remeh.
Lantas, di samping probabilitas survival Erick itu, dengan mendatangkan Timnas Argentina ke Jakarta, apakah itu menggambarkan kemampuan Erick Thohir, paling tidak sebagai kandidat yang layak dalam Pilpres 2024?
Erick Paling Beda?
Erick selama ini memang dikenal dengan kemampuan manajerial yang baik. Berbagai jabatan dalam lingkup nasional dan internasional yang pernah dia tempati seolah menjadi pembuktian bahwa dia mempunyai kemampuan itu.
Dalam dunia sepak bola, contohnya, ketika menjadi Presiden Inter Milan dia mampu melakukan pembenahan yang membuat keuangan klub Italia lebih sehat dan kemudian dianggap berimbas pada prestasi klub belakangan ini.
Berkat hal tersebut, namanya kini akan selalu dikenang dan dihormati penggemar sebagai presiden klub yang telah menyelamatkan Inter dari keterpurukan.
Melihat hal itu, tak berlebihan kiranya jika untuk menyamakan sosok Erick Thohir dengan tokoh dalam pewayangan Mahabarata, Kresna.
Dalam kisah pewayangan, Kresna merupakan anak dari Raja Basudewa dan Dewi Mairah. Kresna dikenal sebagai sosok yang mempunyai keahlian berbicara fasih, taktis, ahli dalam strategi, diplomatis, dan disegani kawan maupun lawan.
Karakteristik itu tampaknya tak berbeda jauh kemampuan yang Erick miliki. Tanpa kemampuan berbicara yang fasih dan diplomatis, tidak mungkin Erick dapat meyakinkan Timnas Argentina yang peringkat satu dunia untuk bertanding di Jakarta melawan Timnas Indonesia yang mempunyai peringkat FIFA jauh di bawahnya.
Erick sendiri menceritakan bahwa komunikasinya dengan Argentina Football Association (AFA) bermula dari kongres FIFA di Rwanda Maret 2023 lalu.
Setelah itu, Erick mencoba meminta bantuan lewat legenda Inter Milan dan Timnas Argentina yang juga merupakan mantan wakil presidennya di Inter Milan untuk menjadi jembatan komunikasi kerja sama antar federasi itu.
Berkat strategi dan pemikiran yang taktis dari Erick Thohir itu, Timnas Indonesia kini akan mendapat banyak pelajaran dari Timnas Argentina pada pertandingan yang rencananya akan digelar nanti.
Menarik untuk melihat apakah kedatangan Messi dan Timnas Argentina akan membuat nama Erick Thohir menjadi cawapres pada pilpres nanti. (S83)