BSSN sebelumnya berada di bawah Menkopolhukam secara kelembagaan. Kini, BSSN ditingkatkan menjadi lembaga yang langsung berada di bawah Presiden.
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]residen Joko Widodo (Jokowi) membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 53 Tahun 2017 yang kemudian dilengkapi dengan Perpres nomor 133 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara pada 16 Desember 2017.
Peraturan tersebut dibentuk sebagai upaya strategis pemerintah dalam menangani permasalahan dan meningkatkan keamanan siber di Indonesia. BSSN pun kini berkoordinasi langsung di bawah Presiden, sehingga membuat posisi lembaga ini menjadi cukup strategis.
Beberapa tahun terakhir, tingginya kebutuhan masyarakat memang telah membuat internet menjadi salah satu standar kebutuhan hidup. Oleh karena itu, keamanan siber selalu menjadi isu penting seiring perkembangan internet itu sendiri.
Pembentukan BSSN bukti kepanikan rezim yg bakal tumbang 2019,segala upaya harus dilakukan umat,Jokowi wajib tumbang,wajib lengser!
— Patriot Bangsa (@bangsa_patriot) January 4, 2018
Salah satunya lewat fenomena cyber attack yang sering terjadi terutama di layanan e-commerce, perbankan dan pemerintahan. Di sisi lain, konten negatif di internet juga berkontribusi mengancam keamanan siber, seperti halnya pornografi, perjudian, SARA dan hoax.
Meningkatnya fenomena cyber attack yang mengancam masyarakat menjadi salah satu alasan mengapa BSSN dibentuk. Maka dari itu, tidak heran betapa BSSN dianggap sangat penting bagi keamanan siber Indonesia. Posisi strategis BSSN yang berada langsung di bawah Presiden juga mengisyaratkan keseriusan pemerintah dalam bertindak mengatasi permasalahan siber.
Ancaman cyber attack menjadi prioritas keamanan Indonesia karena memiliki dampak domino yang bisa menyebabkan sektor-sektor vital menjadi terancam. Terlebih, dengan jumlah pengguna internet mencapai 139 juta orang di Indonesia, ancaman ini tentu saja menjadi sangat serius.
Lalu, seberapa signifikan keberadaan BSSN dalam mengatasi fenomena serangan siber di Indonesia? Apakah ini salah satu kebijakan Jokowi sebagai persiapan untuk 2019?
‘Polisi’ Dunia Maya Indonesia
Pembentukan BSSN menjadi salah satu langkah strategis Jokowi dalam melihat ancaman nyata kejahatan siber. Keberadaan BSSN bertujuan untuk menjaga keamanan siber Indonesia agar terhindar dari cyber attack.
Pembentukan BSSN merupakan hasil penggabungan antara Lembaga Sandi Negara dengan Direktorat Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). BSSN memiliki susunan organisasi yang terdiri dari Kepala, Sekretariat Utama, Deputi Bidang Identifikasi dan Deteksi, Deputi Bidang Proteksi, Deputi Bidang Penanggulangan dan Pemulihan dan Deputi Bidang Pemantauan dan Pengendalian.
Awalnya, lembaga ini direncanakan akan berada di bawah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam). Menkopolhukam berfungsi sebagai pengantara antara BSSN dengan Presiden.
Namun, melalui Perpres nomor 53 Tahun 2017, posisi BSSN ditempatkan langsung di bawah Presiden. BSSN bertanggungjawab langsung kepada Presiden tanpa perlu perantara.
Perubahan tersebut juga dilakukan sebagai upaya meningkatkan fungsi dari BSSN itu sendiri dalam menangani permasalahan siber di Indonesia. Posisi BSSN menjadi lebih signifikan, sehingga fungsinya dapat bekerja secara maksimal di bawah komando langsung kepala negara.
Adapun BSSN sendiri menyelenggarakan fungsi penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan teknis di bidang identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian proteksi e-commerce, persandian, penapisan (menyaring), diplomasi siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan, kerentanan, insiden dan atau serangan siber.
Banyaknya tugas kerja dari BSSN ini diharapkan berjalan dengan optimal, sehingga meningkatkan keamanan siber dan juga mempertegas posisi Indonesia di mata dunia dalam hal keamanan menggunakan teknologi internet.
Belajar dari CTIIC di Amerika Serikat
Pembentukan BSSN di Indonesia merupakan langkah strategis pemerintah dalam upaya mengatasi permasalahan siber seperti halnya cyber attack. Pembentukan lembaga tersebut sama seperti apa yang terjadi di Amerika pada 2015.
Kala itu, Presiden Barack Obama berencana membentuk Cyber Threat Intelligence Integration Center (CTIIC) yang akan memantau ancaman keamanan siber, lalu menyatukan dan menganalisisnya dengan informasi intelijen. Informasi tersebut akan digunakan dalam upaya tindakan preventif terhadap cyber attack.
Sebelum CTIIC, tanggung jawab keamanan siber di Amerika Serikat melibatkan beberapa lembaga, sehingga terjadi tumpang tindih otorisasi. Lembaga seperti National Security Agency (NSA), Department of Homeland Security, Federal Bureau of Investigation (FBI) dan Central Intelligence Agency (CIA) memiliki tugas yang tumpang tindih ketika berhadapan dengan persoalan cyber attack.
Faktanya, koordinasi di antara lembaga-lembaga tersebut juga sangat buruk, sehingga menyebabkan lemahnya keamanan siber Amerika Serikat. Hal ini tentu sangat merugikan negera Paman Sam tersebut, sehingga dirasa perlu adanya lembaga khusus yang menangani masalah ini.
CTIIC dibentuk pada 10 Februari 2015, dan berkoordinasi di bawah Director of National Intelligence (DNI). Pembentukan CTIIC juga salah satunya dilatarbelakangi oleh serangan peretasan yang menimpa studio film Sony Pictures Entertainment pada 2014, perusahaan retail Home Depot dan Target, serta beberapa lembaga pemerintahan.
Presiden Obama memberikan perhatian serius terhadap serangan siber ini dan menilai bahwa hal tersebut mengancam negara, terlebih jika dilakukan secara terus-menerus. Cyber attack juga dapat mengancam kerahasiaan identitas masyarakat yang pada akhirnya digunakan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab pada sistem e-commerce, perbankan dan pemerintahan.
CTIIC mendukung dan memfasilitasi pemerintah Amerika dalam mengatasi ancaman cyber attack serta memberikan analisis rekomendasi strategi dalam mengatasi ancaman tersebut.
Namun, CTIIC hanya bersifat sebagai pengumpul informasi dan tidak punya kewenangan dalam melakukan penindakan ofensif. Fungsi penindakan akan diserahkan kepada lembaga penegak hukum, atau bahkan militer, apalagi untuk kasus yang dinilai membahayakan keamanan negara. Selain itu, CTIIC juga bertugas melakukan penyelarasan koordinasi dengan lembaga pemerintahan baik NSA, Department of Homeland Security, FBI dan CIA.
Jika dibandingkan dengan BSSN di Indonesia, perbedaan antara keduanya hanya terletak pada bentuk koordinasi dan tanggung jawab. BSSN bertanggung jawab langsung kepada Presiden, sementara CTIIC bertanggung jawab terhadap DNI sebagai perantara kepada Presiden.
Sementara untuk fungsinya, antara BSSN dengan CTIIC tidak jauh berbeda, yaitu melakukan pengawasan, pengumpulan informasi dan juga koordinasi terkait dengan cyber attack dalam tujuan meningkatkan keamanan siber.
Signifikansi BSSN bagi Jokowi
Keputusan Jokowi melakukan revisi terhadap Perpres tentang Badan Siber dan Sandi Negara menunjukkan ada keinginan untuk memperkuat fungsi BSSN. Pada prosesnya BSSN diharapkan mencapai tujuan dalam mengantisipasi ancaman cyber attack.
Jika ditarik ke pembahasan sebelumnya, terdapat hal menarik ketika BSSN diputuskan untuk berada langsung di bawah Presiden, berbeda dengan CTIIC yang perlu pengantara. Hal ini sebetulnya menegaskan bahwa adanya urgensi terkait cyber crime di Indonesia yang mengancam kepentingan masyarakat, bahkan boleh jadi juga kepentingan Jokowi sendiri.
Jokowi mungkin tidak ingin melepaskan pandangannya dari bahaya siber dan ingin langsung menanganinya. Hal tersebut boleh jadi menunjukkan adanya kepentingan Jokowi dalam menepis berbagai bentuk konten negatif, entah yang termasuk dalam bentuk cyber crime, maupun kebohongan-kebohongan terkait dirinya.
Apalagi, menuju tahun politik di 2018 dan 2019, internet adalah ladang paling ampuh untuk berkampanye sekaligus saling menjatuhkan satu sama lain. Sebagai salah satu tokoh yang paling banyak dipergunjingan di media sosial, sangat mungkin BSSN menjadi jalan Jokowi untuk mengendalikan sebaran informasi yang makin hari makin tidak terkontrol.
Hal ini tentu menjadi kepentingan Jokowi dalam membentuk BSSN, di samping persoalan perbaikan keamanan siber di Indonesia. Dengan adanya BSSN, Jokowi bisa dengan lebih tegas menindak berbagai hoaks, fitnah ataupun informasi yang merugikan dirinya di internet. Apakah ini buruk?
Yang jelas, saat ini sebaran informasi dan ujaran kebencian memang tidak lagi bisa terkontrol. Keberadaan hoax yang memecah belah juga semakin memprihatinkan. Oleh karena itu, BSSN dirasa bisa menjadi jalan keluar bagi permasalahan siber di Indonesia dan mencontoh CTIIC di negeri Paman Sam. (Eldi)