HomeNalar PolitikBisik-bisik Golkar Cari Cawapres

Bisik-bisik Golkar Cari Cawapres

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden masih dua tahun lagi. Tetapi pembicaraan soal siapa tokoh yang mesti diusung nanti, sudah makin menghangat. Dalam hal ini, Partai Golkar menjadi yang terdepan dalam membuat sensasi.


PinterPolitik.com

Sejak tahun lalu, Partai Golkar mantap menjadikan Jokowi sebagai calon presiden di Pilpres 2019. Sejumlah nama calon wakil presiden pun telah beredar, namun hingga kini partai berlambang beringin tersebut belum menentukan secara resmi nama calon pendamping Jokowi nanti.

Keputusan untuk mengusung Jokowi diambil saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar yang digelar pada Juli 2016 lalu. Dalam sambutannya di Rapimnas tersebut, Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, menyampaikan ide tersebut.

“Sejalan dengan itu, sejalan dengan rekomendasi munaslub yang diberikan kepada saya selaku ketum (ketua umum) untuk melakukan komunikasi politik secara efektif dengan Pak Presiden (Jokowi), maka saya harapkan Rapimnas ini sudah dapat mengambil keputusan untuk menetapkan pencalonan Pak Jokowi sebagai capres 2019,” demikian kata Novanto, seperti dikutip dari detik.com.

“Setuju … Jokowi Presiden”, demikian pekikan para peserta Rapimnas menanggapi pernyataan Novanto tersebut.

Sementara itu, posisi untuk calon wakil presiden belum diputuskan dalam Rapimnas tersebut. Ketua Dewan Pembina Golkar, Aburizal Bakrie, mengatakan bahwa belum ada nama kandidat untuk mengisi posisi tersebut. Dia juga meminta partai Golkar untuk mulai mengusulkan nama-nama kader partai sebagai calon wakil presiden.

“Posisi capres sudah jelas Jokowi, namun cawapres masih kosong,” kata Aburizal.

Beberapa bulan kemudian, partai yang pernah mengusung Jusuf Kalla sebagai calon presiden pada Pilpres 2009 tersebut kembali menggulirkan nama kandidat calon wakil presidennya. Namun, bukannya mengusung kader partai, pimpinan Golkar di daerah malah menyebut nama sejumlah tokoh profesional non-partai.

Saat Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) di Jakarta, Sabtu (3/9/2016), Ketua Pemenangan Pemilu DPD Partai Golkar Jambi, Gusrizal, menyebutkan, calon pendamping Jokowi bisa saja Sri Mulyani, Khofifah Indar Parawansa atau Sri Sultan Hamengkubowono X.

Baca juga :  Connie: From Russia with Love

Kontan, pernyataan ini ditanggapi dingin oleh petinggi partai lain dan pengamat politik. Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengungkapkan pernyataan Golkar tersebut bersifat terlalu dini.

“Ini masih lama, justru kalau kita terlalu banyak gencar berbicara politik nanti habis energi kita (sedangkan) untuk akselerasi pembangunan bisa berkurang,” ungkap Hendrawan, Senin (5/9/2016).

Pada kesempatan lain, Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto, juga mengatakan bahwa Golkar punya strategi tertentu dengan langkah politik yang demikian.

“Padahal masih dua tahun lagi, belum bisa dipetakan wacana ini. Golkar sepertinya punya strategic planning”, demikian kata Gun Gun.

Golkar Cari Cawapres
Setya Novanto Memberikan Keterangan Pers Terkait Rapimnas II DPP Partai Golkar

Mencari Pendamping Jokowi

Tahun berganti, nama calon wakil presiden usungan partai yang juga pernah mengusung Wiranto pada Pilpres 2004 tersebut masih menjadi misteri. Selain tiga kandidat non-partai yang disebut Gusrizal di atas, partai Golkar dikabarkan juga berminat mengusung Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo.

Nama Gatot mencuat sewaktu dia menghadiri Rapimnas II Golkar yang diadakan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (22/5/2017) lalu. Setelah, selesai memberikan pidato berjudul Menjaga Keutuhan Bangsa dan Menghadapi Tantangan dan Ancaman, Gatot disoraki oleh peserta Rapimnas tersebut.

“Hidup sapta marga! Capres, capres!” Saat itu, Gatot sedang asyik berfoto bersama dengan beberapa petinggi Golkar di atas panggung.

Peluang Gatot menjadi calon wakil presiden diamini juga oleh Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar, Akbar Tandjung.

“Saya mengatakan bahwa saya sudah pernah mendengar nama beliau sebagai calon wakil presiden. Kalau orang udah posisi Panglima TNI, itu sudah merupakan salah satu yang juga menjadi jaminan atau menjadi syarat yang patut diperhitungkan bahwa dia punya potensi menjadi calon wakil presiden,” ujar Akbar di sela-sela rapat.

Pada Rabu (24/5/2017) kemarin, Gatot menanggapi wacana tersebut dengan nada minor.

“Saya tak nanggapin. Saya sekarang panglima TNI. Saya anak buah Pak Jokowi,” ujar Gatot.

Meski banyak berseliweran nama-nama tokoh luar partai Golkar, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, tidak menutup kemungkinan calon wakil presiden datang dari internal Golkar.

Baca juga :  Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

“Di dunia politik peluang itu pasti ada tapi kita tidak bisa mendahului dari proses-proses komunikasi politik yang kita lakukan,” ungkap Idrus, Selasa (23/5/2017) di sela-sela Rapimnas. Ketika ditanya peluang dicalonkannya Setya Novanto sebagai calon wakil presiden, Idrus menuturkan bahwa peluang itu terbuka bagi siapa saja.

Sementara itu, politikus muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Setya Novanto berpeluang menjadi calon wakil presiden jika lolos dari jeratan hukum dugaan korupsi KTP Elektronik, seperti terlansir dari Kompas.com.

Saat banyak elit partai ‘berbisik-bisik’ mengenai tokoh yang pantas mendampingi Jokowi, politisi partai Golkar lainnya mengharapkan Golkar agar fokus pada pemenangan Pemilu Legislatif 2019 dan mendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Dewan Kehormatan Golkar, Letjen Purn Luhut Pandjaitan.

“Konsolidasi tinggal setahun, enggak usah bicara aneh-aneh. Yang urusin mau KPK kek, mau apa kek, sudah ada yang urusin. Tenang aja, enggak ada masalah itu. Golkar jangan mau dipanasin. ‘Eh kau mau jadi Ketum, kau jadi Sekjen’. Kalau itu kita pegang, enggak ada yang bisa lawan Golkar. Golkar masih the best“, demikian kata Luhut.

Jika diibaratkan kapal laut, Golkar adalah kapal laut besar yang sudah berumur tua. Untuk dapat melaju lagi hingga 2019 nanti, ia perlu navigasi yang akurat dan nakhoda yang penuh siasat, mengingat pada  Pemilihan Presiden secara langsung tahun 2004, 2009, dan 2014, kandidat yang diusung Golkar tak pernah meraih mahkota. Hari ini elektabilitas kandidat calon presiden usungan Golkar – Jokowi – sedang tinggi. Tetapi bagaimana dengan dua tahun lagi? (H31)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Beberapa konglomerat menyiratkan “ketakutan” soal akan seperti apa pemerintahan Prabowo bersikap terhadap mereka.

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?

Prabowo dan Prelude Gerindra Empire?

Partai Gerindra di bawah komando Prabowo Subianto seolah sukses menguasai Pulau Jawa setelah tiga “mahapatih” mereka, yakni Andra Soni, Dedi Mulyadi, serta Ahmad Luthfi hampir dapat dipastikan menaklukkan Pilkada 2024 sebagai gubernur. Hal ini bisa saja menjadi permulaan kekuasaan lebih luas di Jawadwipa. Mengapa demikian?

Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

Dengan kekalahan Ridwan Kamil dan Airin Rachmi Diany di Pilkada Serentak 2024. Mungkinkah Golkar akan semakin jatuh di bawah Bahlil Lahadalia?

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan? 

Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Pemerintahan Prabowo Subianto siapkan sejumlah strategi untuk tingkatkan investasi dan SDM. Mungkinkah Prabowo siap untuk “lompat katak”?

Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Endorse politik Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024 kepada kandidat PDIP, yakni Pramono Anung-Rano Karno justru dinilai bagai pedang bermata dua yang merugikan reputasinya sendiri dan PDIP di sisi lain. Mengapa demikian?

More Stories

Simpang Siur Suara Yusril

Heboh, kata Yusril, Jokowi sudah bisa digulingkan dari jabatan presidennya karena besarnya utang negara sudah melebihi batas yang ditentukan. Usut punya usut, pernyataan tersebut...

Elit Politik Di Balik Partai Syariah 212

Bermodal ikon '212', Partai Syariah 212 melaju ke gelanggang politik Indonesia. Apakah pembentukan partai ini murni ditujukan untuk menegakan Indonesia bersyariah ataukah hanya sekedar...

Blokir Medsos, Kunci Tangani Terorisme?

Kebijakan pemerintah memblokir Telegram menuai pujian dan kecaman. Beberapa pihak menilai, hal tersebut merupakan bentuk ketegasan pemerintah terhadap mereka yang turut memudahkan jaringan terorisme...