Telaah menarik hadir saat diskursus dari sudut pandang hukum membuka peluang bagi Ferdy Sambo untuk bebas. Lalu, mungkinkah itu terjadi?
Terkait kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo telah resmi dipecat dari jabatannya di institusi Polri dengan keputusan pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) melalui hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada 28 Agustus 2022 lalu.
Kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan Ferdy Sambo ini sendiri sudah sampai tahap rekonstruksi.
Rekonstruksi kasus pembunuhan Brigardir J telah dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo, di bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 30 Agustus 2022. Rekonstruksi itu memeragakan sebanyak 78 adegan.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Pol. Andi Rian menyebut rangkaian rekonstruksi tersebut diperagakan dengan 16 adegan peristiwa yang terjadi di rumah Magelang pada tanggal 4,7, dan 8 Juli 2022.
Selanjutnya, 35 adegan yang diperagakan dengan mengacu peristiwa tanggal 8 Juli di Rumah Saguling. Terakhir, 27 adegan peristiwa di rumah dinas di Kompleks Polri, Duren Tiga menggambarkan proses pembunuhan Brigadir J.
Tidak hanya Ferdy Sambo yang hadir dalam rekonstruksi adegan kasus pembunuhan ini. Para tersangka lain juga hadir menjalani serangkaian rekonstruksi adegan yaitu, Bharada E atau Richard Eliezer, Bripka RR atau Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf dan Putri Candrawathi.
Sebelumnya, Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dan didugaan menjadi penghalang penyidikan (obstruction of justice) dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Atas tindak pidana pembunuhan yang dilakukannya itu, Ferdy Sambo dijerat dengan Pasal 340 KUHP Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 juncto Pasal 56, dan terancam hukuman maksimal yaitu hukuman mati.
Akan tetapi, sebuah diskursus dari perspektif hukum mengemuka dan membuka peluang bagi Ferdy Sambo untuk bebas. Bagaimana itu bisa terjadi?
Ada Skenario Lain?
Dalam seminar nasional bertajuk “Bisakah Ferdy Sambo Bebas?” yang diselenggarakan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS), Ketua Umum DPN PERADI Profesor Otto Hasibuan menegaskan bahwa memang skenario-skenario yang sebelumnya telah mengemuka, membuat kemungkinan skenario lain atas kasus ini terbuka di kemudian hari.
Kemungkinan adanya skenario-skenario berikutnya yang akan muncul kembali atas motif pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo menjadikan kasus ini tampaknya tidak dapat selesai dalam waktu dekat.
Sejak munculnya kasus dan terdengar oleh publik, berbagai skenario yang kebenarannya telah terbantahkan atau masih abu-abu muncul ke permukaan.
Mulai dari baku tembak antara pelaku dengan korban, pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi yang kiranya cukup sulit dibuktikan, hingga adanya isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Berbagai skenario tersebut membuat proses hukum yang berlaku atas kasus ini kiranya membutuhkan waktu lebih lama dalam mengungkap kebenarannya. Para penyidik harus bekerja ekstra dalam mengungkap kebenaran atas apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus pembunuhan ini.
Segala pernyataan dan skenario-skenario yang terungkap mengenai kasus Ferdy Sambo saat ini belum dapat dibenarkan secara hukum sampai adanya putusan pengadilan yang besifat final.
Terkait dinamika kasus tersebut, Profesor Gayus Lumbuun, mengemukakan konsep social justice, yakni bentuk keadilan masyarakat yang bersuara menuntut hak dan bersolidaritas mengkritik secara terbuka dengan berpendapat serta berekspresi memperjuangkan nilai-nilai keadilan demi ketertiban masyarakat.
Social justice tersebut didasarkan pada keadilan di tangan rakyat. Seperti yang diketahui dalam kasus ini, masyarakat menginginkan Ferdy Sambo dihukum secara maksimal sepadan dengan perbuatannya.
Namun, social justice harus berjalan beriringan dengan konsep legal justice, yakni keadilan hukum yang di dalamnya menegakkan dan memperlakukan sesuatu secara adil dan merata bagi setiap individu berdasarkan aturan hukum serta pertimbangan hakim.
Diharapkan, hakim dapat bertindak bijaksana dalam menjatuhkan hukuman kepada Ferdy Sambo dengan mempertimbangkan nilai-nilai pada social justice dan legal justice yang selaras agar putusan hakim yang ideal serta mencerminkan rasa keadilan dapat terwujud.
Lalu, hukuman apa yang idelnya dikenakan kepada Ferdy Sambo?
Sambo Diampuni Hakim?
Dalam kasus ini, Ferdy Sambo bisa saja bebas. Bebas dalam konteks ini sendiri adalah dalam artian bebas bersyarat atau tidak mendapatkan hukuman maksimal dalam putusan pengadilan nanti.
Filsuf hukum asal Jerman Gustav Radburch menjelaskan tiga asas penting dalam hukum, yakni asas kepastian, asas keadilan, dan asas kemanfaatan.
Radburch menyatakan substansi kepastian hukum yang merupakan norma hukum harus ditaati bagi setiap orang dengan ancaman hukuman sesuai dengan pelanggaran hukum yang terdapat pada perundang-undangan.
Kepastian hukum secara normatif menggambarkan bahwa peraturan dibuat dan diundangkan untuk mengatur perilaku manusia baik individu, kelompok, maupun organisasi yang terikat dalam aturan hukum.
Substansi keadilan hukum dimaksudkan untuk terwujudnya kebaikan bersama dengan meratanya hak dan kewajiban bagi setiap individu.
Sementara itu, substansi kemanfaatan hukum berkaitan dengan adanya suatu fenomena baru untuk masyarakat/negara agar mendapatkan keadaan yang dapat berubah dengan lebih baik dari das sein (yang telah ada) dan das sollen (yang seharusnya) diharapkan.
Ketiga asas tersebut bertujuan menjadi pedoman bagi putusan hakim yang ideal, mensejahterakan masyarakat, dan pembangunan negara serta hukum yang seimbang.
Profesor Gayus yang juga merupakan Mantan Hakim Agung periode tahun 2011-2018 dan Guru Besar UNKRIS, mengatakan bahwa perihal ketiga asas hukum tersebut sebaiknya kita percayakan kepada penegak hukum. Akan tetapi, keadilan prosedural dan keadilan substantif juga harus terpenuhi.
Keadilan prosedural dimaksudkan pada keadilan sebagai serangkaian hubungan antara prosedur atau peraturan sebagai tata cara mengatur proses penyelesaian sebuah perkara dalam penegakan hukum dan keadilan. Hal itu, sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara sebagai Hukum Formil.
Keadilan Substantif dimaksudkan pula sebagai keadilan yang terkait hukum materiil pada proses pemeriksaan di pengadilan yang dilakukan secara objektif, terbuka, dan tidak memihak (impartiality).
itu juga harus dipenuhi tanpa diskriminasi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hati nurani sebagai keyakinan hakim dan dengan kewenangannya untuk menerima perkara, memeriksa, mengadili dengan memberikan putusan yang adil sebagaimana tujuan hukum dalam mempertahakan hak dan kewajiban untuk ketertiban masyarakat.
Keadilan prosedural dan keadilan substantif melekat satu sama lain memiliki fungsi bagi pelaksanaan hukum dan keadilan untuk tidak mengabaikan penggunaanya serta berkorelasi dengan asas kemanfaatan hukum.
Lebih dalam, asas kemanfaatan hukum bertujuan untuk memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat.
Mengacu pada hal tersebut, Profesor Gayus mengatakan bahwa pada intinya, hukum tidak akan bermanfaat apabila Ferdy Sambo hanya dihukum maksimal, yakni hukuman seumur hidup maupun hukuman mati tanpa membenahi secara tuntas isu kasus-kasus lainnya yang terkait.
Cukup memungkinkan bagi Ferdy Sambo untuk memberikan penjelasan yang sebenar-benarnya terjadi terkait kasus pembunuhan ini di pengadilan, yang boleh jadi akan menjadi pintu masuk untuk mengungkap kasus lainnya.
Dengan demikian, Ferdy Sambo dapat memberikan kesaksiannya bukan sebagai justice collaborator – demi membantu penegak hukum untuk menegakkan hukum yang ideal sebagaimana mestinya dalam kasus ini.
Hakim kemudian bisa saja memberikan vonis “bebas bersyarat”, dalam artian Ferdy Sambo tidak diberikan hukuman maksimal, melainkan dengan meringankan sedikit hukuman yang akan diberikan kepada Ferdy Sambo.
Sekali lagi, dengan catatan Ferdy Sambo mau dan berani membongkar semua kasus pidana yang selama ini membayangi perkara pembunuhan Brigadir J.
Dengan hal tersebut diharapkan Ferdy Sambo dapat dijatuhi hukuman yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sesuai dengan asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum.
Dengan adanya putusan pengadilan yang bijaksana atas hukuman yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo, publik tentu berharap perubahan besar kepada institusi Polri dapat terjadi.
Diharapkan pula, tidak terjadi hal serupa dimasa yang akan datang dan presiden penegakan kasus ini dapat mencegah munculnya kasus serupa di masa yang akan datang serupa di masa yang akan datang.
Dengan demikian, pertimbangan komprehensif atas konsep social justice, legal justice, keadilan prosedural, serta keadilan substantif diharapkan dapat menghadirkan putusan hakim yang berkualitas. (S82)