HomeHeadlineBertemu, Putin Lebih Diuntungkan Prabowo? 

Bertemu, Putin Lebih Diuntungkan Prabowo? 

Dengarkan artikel berikut

Konteks kerja sama pertahanan jadi sorotan pertama dalam pertemuan antara Prabowo Subianto dan Vladimir Putin pada 31 Juli kemarin. Namun, apa sebenarnya motif politik di baliknya? 


PinterPolitik.com 

Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto baru saja bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin di Moskow pada hari Rabu (31/7/2024). Pertemuan ini spontan jadi sorotan publik karena merupakan momen pertama kalinya kedua tokoh tersebut bertemu setelah Prabowo ditetapkan sebagai pemenang Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024). 

Dan kalau diperhatikan, pertemuan ini juga menyimpan beberapa poin politik menarik. Pertama, kunjungan Prabowo ke Moskow menjadi semacam pelengkap atas kunjungannya ke negara-negara “Blok Timur modern”. Sebelumnya, Prabowo juga diketahui sudah terlebih dahulu kunjungi Presiden Tiongkok, Xi Jinping, serta Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. 

Kedua, kunjungan-kunjungan tersebut dilakukan dalam keadaan Prabowo belum melakukan pertemuan empat mata dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden. Kendati mungkin terdapat beberapa faktor rasional yang membuatnya sulit diwujudkan, seperti persiapan Pemilu AS, hal ini tetap layak jadi perhatian, karena mampu menjadi gestur Prabowo lebih mudah “melembut” ke negara-negara Blok Timur. 

Ketiga, dan mungkin yang paling menarik, adalah pernyataan-pernyataan terkait isu pertahanan yang dibincangkan oleh Prabowo dan Putin. Kedua tokoh tersebut diketahui saling lempar janji akan mengirimkan armada laut di parade latihan angkatan laut masing-masing negara. Dari pandangan militer, tentu ini adalah hal yang signifikan karena kerja sama latihan militer juga kerap bawa sinyal aliansi pertahanan. 

Menarik lantas untuk kita pertanyakan, kira-kira seberapa serius-kah narasi kerja sama pertahanan dari pertemuan Prabowo dan Putin? Dan, apa pesan politik di baliknya? 

image

Sekadar Show of Soft Power? 

Kalau kita mengikuti dinamika politik internasional, kita akan menyadari bahwa rencana latihan militer bersama antara Indonesia dan Rusia kemungkinan besar akan sangat sulit terjadi.  

Latihan militer Indonesia bersama Rusia bahkan terakhir diketahui dilakukan tahun 202, hal tersebut besar kemungkinannya disebabkan peraturan di AS yang disebut Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Aturan ini secara singkatnya menyebutkan bahwa AS akan menjatuhkan sanksi kepada negara-negara yang dianggap sebagai “musuh” olehnya, contohnya seperti Rusia dan Korea Utara (Korut). 

Baca juga :  Siapa Bisa Sinkronisasi Prabowo-Gibran?

Maka dari itu, pertemuan antara Prabowo Subianto dan Vladimir Putin pada 31 Juli 2024 di Kremlin, Moskow, besar kemungkinannya dilakukan hanya sebagai retorika politik, dan bila benar, hal itu dapat dianalisis menggunakan teori soft power yang diperkenalkan oleh Joseph Nye. Teori ini menekankan pada kemampuan sebuah negara untuk mempengaruhi dan menarik negara lain melalui cara-cara non-koersif, seperti budaya, nilai-nilai politik, dan kebijakan luar negeri yang menarik, daripada melalui kekuatan militer atau ekonomi. 

Pandangan soft power ini bisa kita gunakan untuk menganalisis pertemuan antara Prabowo dan Putin dari dua segi, pertama, dari manfaatnya untuk Putin, dan kedua tentu dari manfaatnya bagi Prabowo. 

Dari Sisi Vladimir Putin, dengan mengadakan pertemuan resmi dengan Prabowo, Putin tampaknya mengirimkan sinyal politik bahwa Rusia tengah aktif membangun hubungan dengan negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang memiliki posisi strategis. Hal ini dapat dilihat sebagai upaya untuk memperluas pengaruh blok Timur yang sedang dibangunnya, terutama dalam menghadapi dinamika geopolitik global yang semakin kompleks. 

Pertemuan ini mampu memperkuat persepsi bahwa Rusia memiliki hubungan diplomatik yang solid dan potensial dengan negara-negara berkembang. Ini penting bagi Rusia untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki aliansi strategis di luar Eropa dan Asia Tengah, yang memperkuat posisi mereka di panggung internasional. 

Dengan semakin eratnya hubungan dengan Indonesia, Putin dapat memperkuat persepsi bahwa blok Timur yang ia bangun memiliki daya tarik dan pengaruh yang semakin luas. Ini penting dalam konteks persaingan geopolitik dengan negara-negara Barat. Terlebih lagi, Indonesia adalah negara berbasis Muslim terbesar di dunia, hal ini tentu pantas jadi poin menarik ketika tim humas Putin mencoba menyebarkan kabar tentang pertemuan Prabowo dan Putin.

Dari sisi Prabowo Subianto, pertemuan ini lebih banyak memberikan dampak persepsi yang positif di dalam negeri daripada dampak praktikal yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh pandangan positif banyak warga Indonesia terhadap Putin, yang dianggap sebagai pemimpin kuat dan berwibawa. 

Dengan bertemu Putin, Prabowo dapat memanfaatkan persepsi publik yang melihat Putin sebagai simbol kekuatan dan ketegasan. Hal ini dapat meningkatkan citra Prabowo sebagai pemimpin yang berwibawa dan mampu menjalin hubungan dengan pemimpin dunia yang kuat. 

Baca juga :  Zaken Kabinet atau Titan Kabinet?

Dampak persepsi ini penting bagi Prabowo, terutama dalam konteks politik domestik Indonesia. Pertemuan dengan Putin dapat digunakan untuk membangun narasi bahwa Prabowo adalah pemimpin yang mampu membawa Indonesia ke panggung global dengan hubungan internasional yang kuat dan strategis. 

Lantas, apakah ini artinya pertemuan kemarin hanya showoff belaka? 

image

Tetap Berdampak, Tapi Lebih Penekanan Persepsi? 

Secara praktikal, pertemuan antara Prabowo Subianto dan Vladimir Putin mungkin tidak akan langsung menghasilkan dampak ekonomi atau militer yang signifikan. Ini disebabkan oleh kompleksitas dan waktu yang diperlukan untuk mengimplementasikan kesepakatan-kesepakatan strategis seperti kerja sama pertahanan. Kendati demikian, pertemuan ini memiliki nilai yang besar dalam konteks soft power. 

Lebih jauh, pertemuan ini dapat dilihat sebagai bagian dari upaya Prabowo untuk menunjukkan kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, yang tidak hanya bergantung pada satu atau dua negara saja. Dengan menjalin hubungan yang lebih erat dengan Rusia, Prabowo mengirimkan sinyal bahwa Indonesia terbuka terhadap berbagai bentuk kerja sama internasional yang dapat menguntungkan negara.  

Ini juga mencerminkan upaya Prabowo untuk menjaga keseimbangan dalam politik luar negeri, dengan tidak hanya memperkuat hubungan dengan negara-negara Barat, tetapi juga dengan kekuatan besar lainnya seperti Rusia. Dalam jangka panjang, hal ini dapat membantu Indonesia mengamankan posisi yang lebih kuat di panggung global, meningkatkan daya tawar dalam berbagai negosiasi internasional, dan memperluas jaringan diplomatiknya. 

Namun menariknya, kalau kita coba menyimpulkan secara singkat, bila pertemuan keduanya memang lebih ditekankan sebagai politik soft power, maka mungkin Putin-lah yang lebih diuntungkan, karena persepsi positif yang bisa dimanfaatkan Putin dari pertemuan ini tidak hanya berguna secara domestik, tetapi juga internasional.

Pada akhirnya, pertemuan Prabowo dan Putin kemarin bisa kita anggap sebagai pembuka atau prelude saja, karena bagaimanapun pemerintahan Prabowo-Gibran belum-lah berjalan dan tentunya akan banyak manuver-manuver diplomasi lainnya yang menarik untuk kita perhatikan. (D74) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

More Stories

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi?