HomeNalar PolitikBertahan, Prabowo Naikkan Daya Tawar?

Bertahan, Prabowo Naikkan Daya Tawar?

Kecil Besar

Berbagai pihak menduga Prabowo sedang menaikkan daya tawar dia melalui berbagai narasi politiknya. Kendala apa saja yang dihadapi oleh oposisi sehingga perlu melakukan itu semua?


Pinterpolitik.com

Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dinilai sedang memperkuat posisi tawar kepada petahana. Dugaan ini muncul karena kubu oposisi kerap mengklaim kemenangan ketika perhitungan resmi belum selesai. Padahal, klaim tersebut tidak didukung oleh hasil sementara quick count dan real count versi KPU.

Oleh karena itu, oposisi tersebut kerap memberikan pernyataan yang dapat memancing perhatian simpatisan dan lawan politiknya. Adapun pernyataan ini seperti ungkapan people power yang pertama kali dikatakan oleh Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens menduga ada maksud lain di belakang narasi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan oleh oposisi pada Pemilu 2019. Dia menilai pertemuan nanti antara Joko Widodo d3an Prabowo akan membicarakan terkait beberapa posisi penting. Posisi ini antara lain pejabat di kabinet, jabatan di departemen, lembaga, atau di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Benarkah people power dan isu kecurangan hanya usaha Prabowo naikkan daya tawar? Share on X

Di sisi lain, Direktur Saiful Mujani Research Center (SMRC) Sirajuddin Abbas memiliki dugaan yang sama seperti dibilang Boni, dia menilai kubu 02 memiliki maksud lain di belakang narasi politiknya saat ini. Dia berspekulasi bahwa Badan Pemenangan Nasional (BPN) sudah mengakui kemenangan Jokowi-Maโ€™ruf Amin, akan tetapi ada siasat yang harus dimainkan terlebih dahulu.

Sirajuddin menduga narasi politik ini dipertahankan karena berkaitan dengan uang yang sudah dikeluarkan selama ini. Dia menilai oposisi sedang berupaya untuk mencari jalan agar pengeluaran selama Pilpres 2019 dapat tertutupi. Selain itu, oposisi tidak menginginkan pihak yang menang kelak mengambil semua posisi yang ada.

Dengan demikian, Sirajuddin menduga pihak BPN harus melakukan ini agar daya tawar terus tinggi. Hal ini dapat terjadi karena hingga saat ini pihak 02 memiliki basis pendukung yang tinggi.

Sebelumnya, kubu 01 diwakili oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Cawapres Maโ€™ruf Amin telah berkomitmen untuk merangkul semua pihak untuk melakukan rekonsiliasi setelah 22 Mei nanti. Mereka mengimbau agar semua pihak bisa lebih menahan diri untuk menunggu pengumuman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Konflik dan Negosiasi

Narasi seperti kemenangan sebesar 62%, people power, dan kecurangan Pemilu terbukti sukses menggiring simpatisan 02 untuk melakukan berbagai pergerakan sosial. Sejauh ini, terhitung telah terjadi beberapa kali pergerakan yang menilai kinerja buruk KPU dan Bawaslu. Pergerakan tidak hanya berlangsung di dunia nyata, akan tetapi merambat ke media sosial.

Baca juga :  Didit The Peace Ambassador?

Polri untuk mereduksi segala kemungkinan terburuk mengingatkan semua pihak adanya Undang-undang terkait makar. Meski dinilai represif, akan tetapi tindakan ini bukan tanpa dasar hukum yang jelas. Mereka berdalih agar semua pihak patuh terhadap keputusan yang sah sesuai dengan konstitusi. Selain itu, berbagai pihak juga tidak ingin kecolongan bila terjadi kerusuhan setelah penetapan resmi KPU yang saat ini lebih menguntungkan pihak petahana.

Adu Posisi Tawar di Pilpres 2019
Adu Posisi Tawar di Pilpres 2019

Ralf Dahrendorf dalam buku Class and Class Conflict in Industrial Society memiliki pandangan lain jika dikaitkan dengan situasi politik di Indonesia. Dia mengatakan bahwa masyarakat setiap saat akan mengalami proses pertikaian, konflik, dan perubahan. Berdasarkan hal tersebut, Dahrendorf menilai masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik dan konsensus. Baginya masyarakat tidak akan ada tanpa kehadiran konsesus dan konflik.

Dalam teori ini menyampaikan bahwa perubahan-perubahan yang ada di masyarakat terjadi oleh proses dialektika dari konflik dan konsesus. Dengan demikian, situasi politik di Indonesia saat ini merupakan hal yang lumrah. Pertikaian yang terjadi saat ini akan dapat menghadirkan berbagai kesepakatan baru.

Sementara itu, Abdil Mughis Mudhoffir dari University of Melbourne dalam tulisannya di portal Indonesia at Melbourne mengatakan ketidakpercayaannya bila pendukung Prabowo cukup marah untuk melakukan kerusuhan, atau demonstrasi massa dengan label people power seperti yang dibilang oleh Amien Rais dan Prabowo. Dia menambahkan salah satu yang menyebabkan aksi massa tidak terjadi dalam jumlah yang cukup besar, yaitu perpecahan ideologi koalisi 02.

Menurutnya, ada kemungkinan bahwa adanya tawar-menawar politik antara kubu-kubu yang berseberangan terjadi di belakang layar. Hal ini yang akan mengurangi ketegangan saat ini.

Kandidat doktor tersebut menilai bukan berarti oposisi akan berakhir di gerbong politik yang sama dengan pemerintah. Negosiasi dapat berhubungan dengan kegiatan ekonomi, mendapatkan konsesi bisnis, atau akses ke sumber daya.

Dia menilai keberatan terhadap hasil hitung cepat mungkin menjadi sarana bagi oposisi untuk meningkatkan posisi tawar-menawar untuk bernegosiasi dengan para pemenang. Upaya Luhut Binsar Pandjaitan untuk bertemu Prabowo pada beberapa hari yang lalu merupakan sinyal kubu Jokowi sedang bersiap untuk bernegosiasi.

Terima atau Tolak Tawaran?

Kendati dianggap sedang menaikkan daya tawar oposisi kepada lawan politiknya, ada berbagai risiko yang akan dihadapi oleh kubu 02 jika mengambil atau menolak tawaran ini.

Kerugian ketika menerima tawaran rekonsiliasi ini adalah posisi Gerindra bersama partai pengusung sebagai oposisi merupakan modal yang akan menguntungkan pada Pemilu 2024. Gerindra dan koalisi dapat belajar kepada PDIP yang telah menjadi oposisi 10 tahun pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca juga :  2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Kristalisasi usaha PDIP ini terbayar pada 2014 sebagai pemenang Pemilu dan mengantarkan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Bahkan, pada perolehan real count dan quick count sementara, PDIP menang suara dalam Pemilu 2019. Pada masa menjadi oposisi tersebut, PDIP menjadi partai yang kerap mengkritik pemerintah sehingga mendapat perhatian oleh masyarakat.

Gerindra juga telah melakukan apa yang dilakukan oleh PDIP ketika masa pemerintahan SBY. Pada pemerintahan Jokowi hampir lima tahun ini, Gerindra kerap mengungkapkan kritik mereka di tataran legislatif.  Jika Gerindra rekonsiliasi maka kritik pedas tersebut akan menurun atau tidak akan terdengar lagi.

Selain itu, keuntungan Gerindra mempertahankan diri sebagai oposisi, yaitu mereka dapat memiliki kesempatan untuk memajukan Capres 2024 yang kuat seperti Sandiaga Uno, Anies Baswedan dan lain-lain.

Namun, perjuangan Gerindra dan koalisi sebagai koalisi pada 2019 akan lebih sulit dibandingkan dengan 2014 lalu. Seperti diketahui,  komposisi PDIP dan koalisi pada 2019 diperkirakan mencapai sekitar 60% di kursi pemerintahan (legislatif).

Suara yang dominan di legislatif 2019 ini harus dipertimbangkan oleh Gerindra dan koalisi. Hal ini mengingat pada 2014 lalu jalan mereka sebagai oposisi lebih mudah karena mendominasi kursi di pemerintahan.

Jika bergabung dengan petahana pun nasib koalisi Prabowo belum tentu akan lebih baik. Hal ini karena jatah jabatan yang ditawarkan kepada mereka kemungkinan sedikit. Jokowi dan koalisi saat ini terhitung sudah penuh sesak oleh kader-kader mereka.

Beberapa faktor ini yang perlu dipertimbangkan oleh kubu 02 ketika memilih untuk bergabung dengan petahana atau menolak tawaran tersebut. Tidak ada pilihan yang benar-benar menguntungkan bagi mereka. Hal ini yang membuat pihak oposisi ingin menaikkan daya tawar mereka.

Kendati diperkirakan akan kesulitan pada masa pemerintahan Jokowi yang kedua, Gerindra dan koalisi tetap memilki peluang menang pada 2024 nanti. Semakin solid koalisi dan kader-kader yang sudah mulai matang membuat mereka lebih siap pada Pemilu nanti dibandingkan dengan kubu lawannya yang belum ada sosok pengganti Jokowi.

Benarkah prediksi tersebut? Kita tunggu saja. (R47)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo & Trump Alami โ€œWarisanโ€ yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

More Stories

Menggugat Anies Soal Udara Jakarta

โ€œAku bisa tenggelam di lautan. Aku bisa diracun di udara. Aku bisa terbunuh di trotoar jalan.โ€ - Efek Rumah Kaca, Di Udara PinterPolitik.com Kata Sokrates "ilmu...

Misteri Jokowi dan Maskapai Asing

"Ketika semua terlihat berlawanan denganmu, ingatlah bahwa pesawat terbang selalu terbang melawan angin, bukan mengikuti arus angin." - Henry Ford Pinterpolitik.com Wacana Presiden Joko Widodo mengundang...

Berani Cabut Kewarganegaraan Habib Rizieq?

"Memuliakan manusia, berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya." Abdurrahman Wahid (Gus Dur) PinterPolitik.com Baru-baru ini warganet dihebohkan oleh petisi online...