HomeNalar PolitikBencana Alam dan Ironi IMF-World Bank

Bencana Alam dan Ironi IMF-World Bank

Kecil Besar

Anggaran pertemuan IMF-World Bank justru jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran tahunan BNPB dan anggaran penanganan bencana di Palu dan Donggala


PinterPolitik.com

[dropcap]B[/dropcap]elum sembuh benar luka masyarakat Indonesia dengan bencana di Lombok, beberapa hari lalu kawasan Sulawesi Tengah dihantam oleh gempa bumi dan tsunami. Bencana itu telah memporak-porandakan Kota Palu dan Donggala. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 3 Oktober 2018,  1.407 orang dinyatakan tewas akibat keganasan bencana alam tersebut.

Bencana di Indonesia mengundang perhatian dunia internasional. Para pemimpin negara mulai dari Vladimir Putin sampai Erdogan mengucapkan rbela sungkawa. Tak lupa beberapa media internasional juga terlibat aktif dalam memberitakan bencana tsunami di Palu dan Donggala.

Di antara pemberitaan media internasional tersebut, John McBeth dalam Asia Times sempat menyinggung pertemuan IMF dan World Bank di Indonesia. Sekalipun tak membahas lebih luas mengenai pertemuan itu, tetapi sang jurnalis seperti ingin memberikan sentilan terhadap pertemuan tersebut. McBeth mengatakan KTT Bank Dunia-IMF di Bali akan diselenggarakan di atas tanah yang sedang dilanda bencana alam.

KTT Bank Dunia-IMF di Bali akan diselenggarakan di atas tanah yang sedang dilanda bencana alam. Share on X

IMF-World Bank Meeting atau Pertemuan IMF-Bank Dunia memang akan diselenggarakan di Bali dalam waktu dekat ini. Patut untuk diketahui bahwa Indonesia sudah lebih dulu terpilih sebagai tuan rumah pertemuan internasional sebelum bencana alam di Lombok dan Palu-Donggala terjadi.

Biarpun begitu, pertemuan IMF-Bank Dunia di tengah bencana tetap menjadi sorotan berbagai pihak. Belum lagi dikabarkan anggaran pemerintah untuk melaksanakan pertemuan terbilang tinggi. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengusulkan dana tersebut lebih baik dialihkan untuk bantuan korban gempa di NTB dan Sulawesi Tengah.

Demi penanggulangan bencana lebih baik, haruskah pertemuan IMF-World Bank di Bali nanti dibatalkan oleh pemerintah? Lantas apa dampak terhadap Jokowi ketika pertemuan itu tetap berlangsung?

Anggaran Penanggulangan Bencana

Sejauh ini, pemerintah Indonesia sudah menggelontorkan dana untuk penanganan bencana Palu-Donggala sebesar Rp 560 miliar. Bagi beberapa orang, aliran dana tersebut tergolong kecil jika melihat kerusakan yang dihasilkan.

BNPB telah memperkirakan kebutuhan dana penanganan bencana membengkak setelah tsunami dan gempa di Palu-Donggala. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo mengatakan anggaran dana cadangan sebesar Rp 4 triliun dari pemerintah di tahun 2018 tidaklah cukup.

Sutopo menambahkan, total dana untuk bencana Lombok saja mencapai Rp 12,6 triliun. Idealnya, anggaran dana untuk mengatasi bencana di Palu-Donggala haruslah lebih besar. Hal ini dikarenakan bencana tersebut menghasilkan kerusakan yang lebih besar.

Baca juga :  Inikah Akhir Hidup NATO?

Bencana alam itu semakin sulit ditangani oleh BNPB mengingat dana APBN untuk BNPB menurun dari Rp 1,2 triliun di tahun 2017 menjadi Rp 748 miliar pada tahun 2018. Dana Rp 748 miliar itu pun tak hanya digunakan untuk penanggulangan bencana, tetapi juga untuk menggaji pegawai BNPB.

Mungkin karena alasan keperluan dana itulah pemerintah Indonesia secara resmi membuka peluang bantuan internasional untuk Palu-Donggala. Disebutkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)  Thomas Lembong, Indonesia membuka peluang bantuan internasional dari investor, sektor swasta, pemerintah negara lain hingga bantuan militer.

BNPB membenarkan hal itu. Sutopo menjelaskan pertimbangan itu didasarkan pada kondisi di lapangan. Ia mengatakan gempa di Palu yang lebih besar dibandingkan di Lombok jadi pertimbangan Jokowi untuk menerima bantuan luar negeri.

Fenomena ini dianggap sebagai bentuk ketidakmampuan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi bencana di rumah sendiri oleh beberapa orang. Selain tidak mampu, pemerintah Indonesia juga terkesan tidak siap dalam mencegah terjadinya bencana.

Ketidaksiapan Indonesia dalam menghadapi bencana alam tentu saja berbanding terbalik dengan kesiapan Indonesia dalam mempersiapkan pertemuan IMF-World Bank di Bali nanti. Jika anggaran tahunan BNPB hanya 748 miliar, justru pertemuan IMF-World Bank yang hanya berlangsung beberapa hari mencapai angka Rp 800 miliar lebih.

Sangatlah wajar ketika pertemuan tersebut menuai kritik. Sangatlah ironis ketika pemerintah menghamburkan-hamburkan uang ketika Indonesia sedang membutuhkan suntikkan dana untuk mengatasi bencana. Berbagai pihak sudah mengusulkan agar dana pertemuan itu dialihkan untuk membantu korban bencana.

Hal itu mungkin akan memecah konsentrasi Jokowi karena harus mengurus dua hal besar, yakni bencana alam dan pertemuan internasional. Bukan tak mungkin hal itu akan berdampak pula pada kesan masyarakat Indonesia dalam memandang Jokowi.

Jokowi Harus Perhatikan Bencana

Bencana alam merupakan peristiwa tak terduga. Tak ada orang yang bisa menebak kapan suatu bencana akan terjadi. Di Indonesia sendiri, sudah terjadi bencana alam di dua tempat berbeda dalam waktu berdekatan. Bencana di Lombok dan Palu-Donggala itu bertepatan dengan momentum politik Pilpres dan Pileg 2019.

Tak heran jika akhir-akhir ini muncul istilah โ€œpolitisisasi bencanaโ€ untuk menuduh bahwa kepedulian seorang politisi kepada korban bencana membawa misi politik tertentu. Menurut beberapa penelitian, bencana alam memang menguntungkan politisi tertentu, terutama barisan petahana.

Baca juga :  Buzzer Coklat vs Buzzer Dwifungsi?

Dalam studi Andrew Reeves dan Professor John Gasper dari Carnegie Mellon di Doha dalam American Journal of Political Science disebutkan ketika seorang Gubernur meminta bantuan penanganan bencana dan presiden sepakat untuk membantu, para presiden itu akan menerima kenaikan setengah poin dalam perolehan suara di daerah tersebut.

Mungkin saja hal tersebut berlaku di Indonesia. Bukan tak mungkin suara untuk Jokowi akan bertambah ketika dia terlihat tampil untuk menanggulangi bencana di Lombok dan Palu-Donggala. Atau bisa juga karena alasan itulah kubu Prabowo sering kali melontarkan kalimat jangan sampai ada politisasi bencana.

Untuk menunjukkan gigi di tahun politik, idealnya Jokowi memang lebih baik fokus untuk membantu masyarakatnya yang sedang terkena musibah bencana alam dibandingkan terpecah konsentrasi karena mempersiapkan pertemuan IMF-World Bank di Bali. Jokowi akan berkontesasi dalam gelaran besar politik Indonesia, karena itu Jokowi lebih membutuhkan suara masyarakat dibandinkan suara dari luar.

IMF World Bank dan Jokowi

Michael M. Bechtel dan Jens Hainmuller berpendapat para pemilih akan memberi penghargaan kepada para petahana ketika mereka mendapatkan bantuan dengan baik. Namun di sisi lain, kelompok oposisi akan memanfaatkan celah itu untuk tampil di hadapan masyarakat ketika penanganan dari pemerintah sangatlah buruk.

Bencana alam di Palu-Donggala bisa jadi pisau bermata dua bagi Jokowi. Hal itu bisa menguntungkan Jokowi ketika Jokowi mampu mengatasi permasalahan di lapangan dengan baik. Sebaliknya justru akan merugikan Jokowi ketika dia tidak total dalam mengatasi bencana di daerah-daerah terdampak gempa dan tsunami.

Namun, rasanya sulit bagi Jokowi mengatasi bencana alam dengan baik jika fokus sang presiden terbagi dua antara harus mengatasi bencana atau fokus pada penyelenggaraan pertemuan IMF-World Bank di Bali nanti. Jika Jokowi ingin unjuk gigi, idealnya fokus utama harus tertuju ke Palu-Donggala, bukan ke Bali dengan IMF dan World Bank. Apalagi, penanganan bencana sedang membutuhkan dana tidak sedikit.

Pertemuan di Bali dengan anggaran besar tentu menjadi sebuah ironi dan akan membentuk citra negatif pemerintahan Jokowi di mata masyarakat. Bisa saja hal ini akan membuat heran berbagai pihak mengapa akhirnya dana untuk pertemuan IMF-World Bank justru jauh lebih besar dibandingkan dengan dana tahunan untuk BNPB ataupun dana penanganan bencana yang berurusan langsung dengan nyawa manusia.

Pada titik ini, Jokowi harus mengambil sebuah langkah cerdas. Jika tidak, bukan tak mungkin kubu Prabowo akan tampil lebih baik. Bisa jadi juga masyarakat akan mengutuk Jokowi karena tak mampu atasi bencana dengan baik dan mengalihkan pilihan mereka ke kubu lawan. (D38)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Politik Snouck Hurgronje ala Jokowi

Ada indikasi Jokowi menggunakan taktik Snouck Hurgronje dalam menguasai wilayah Banten. Hal itu dikarenakan, Jokowi kerap mengenakan simbol-simbol Islam dan adat ketika berkunjung ke...

Rangkul Pemuda Pancasila, Jokowi Orbais?

Pemuda Pancasila adalah organisasi warisan Orde Baru (Orbais). Apakah kelompok ini akan dirangkul oleh Jokowi di Pilpres 2019? PinterPolitik.com Istana kedatangan tamu. Kediaman presiden itu kini...

Tampang Boyolali, Prabowo Sindir Jokowi?

Kata-kata โ€œtampang Boyolaliโ€ ala Prabowo terindikasi memiliki kaitan dengan latarbelakang Jokowi sebagai presiden keturunan Boyolali. PinterPolitik.com Akhir-akhir ini, Prabowo Subianto menjadi sorotan. Yang terbaru, kata-kata Prabowo...