Ada pelajaran berharga dari Miss Internasional 2017, Kevin Liliana. Apakah itu?
PinterPolitik.com
[dropcap]K[/dropcap]ontes Miss Internasional memang masih kalah pamor dengan Miss World dan Miss Universe, namun bukan berarti nggak menarik. Kontes tersebut cukup menarik untuk disimak karena berpusat di Tokyo, bukan di negara Paman Sam atau negara Ratu Elizabeth.
Mahkota Miss Internasional tahun ini berhasil digondol oleh wakil Indonesia, Kevin Liliana. Mungkin banyak orang hanya fokus pada pesona kecantikan Kevin. Tetapi, saya malah tertarik dengan hal lain. Yang menarik untuk disimak adalah proses panjang Kevin untuk meraih titel Miss Internasional dan pesan terselubung dari kontes tersebut bagi kalayak ramai.
Kevin Lilliana dan Pesan Khusus untuk Miss International 2017 https://t.co/QKx5zUJqk8 pic.twitter.com/g2Vr4vWHEU
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) October 19, 2017
Komitmen, kerja keras dan disiplin diri, bisa jadi merupakan ‘rumus sukses’ ala Kevin. Maka kalimat sakti yang berbunyi, “hasil tak pernah mengkhianati usaha”, mungkin ada benarnya. Ini juga bisa menjadi pesan berantai bagi generasi milenial untuk berjuang lepas dari budaya instan-isasi dan budaya mager-isasi.
Selain itu, ajang Miss Internasional juga menjadi momen untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa ada sesuatu yang berharga dari Indonesia. Bukan soal kecantikan fisik semata, namun ada kecantikan dari kearifan lokal Indonesia yang tersaji lewat kostum ‘mbok jamu gendong’.
Kevin Lilliana Pakai Kostum "Mbok Jamu"di Final Miss International 2017 https://t.co/eJpsjU2D28
— Kompas.com (@kompascom) November 14, 2017
Bisa jadi banyak tanggapan bermunculan soal kostum tersebut. Mungkin ada kelompok yang merasa aneh dengan kostum tersebut atau ada yang menanggapinya sebagai sesuatu yang unik, bahkan mungkin juga ada yang melihatnya sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Itu kebebasan berpendapat dari netizen. Tak bisa disalahkan, bukan?
Saya justru nggak masuk dalam tiga kelompok tersebut. Saya malah lebih tertarik untuk melihat maksud tersirat di balik kostum tersebut. Okelah, kalau ada unsur budaya-nya. Tapi bukan itu maksud saya.
Saya malah melihat kostum tersebut sebagai aksi perlawanan terhadap dominasi patriarkal di belahan bumi. Terutama mengenai masalah kekerasan baik secara fisik maupun non-fisik yang menempatkan perempuan sebagai obyek penderita.
Mungkin dari kacamata orang Indonesia kebanyakan, sosok mbok jamu gendong nggak ada apa-apanya dan bukan juga siapa-siapa. Tapi bagi saya, ia lebih dari sekedar apa dan siapa.
Ia adalah sosok yang punya harkat, martabat dan derajat yang sama dengan laki-laki di hadapan Tuhan dan dunia. Mungkin juga menjadi inspirasi sekaligus manifestasi dari puisi Hartoyo Andangjaya yang berjudul perempuan-perempuan perkasa. Bisa jadi kan? (K-32)