McCain banyak dipuji karena dianggap sebagai sosok negarawan di Amerika Serikat.
PinterPolitik.com
[dropcap]D[/dropcap]unia kembali berduka. Senator Amerika Serikat John McCain meninggal pada usia 81 tahun setelah melawan penyakit tumor ganas yang selama ini dideritanya. Berita kematian McCain menghiasi kanal berita media-media lokal hingga dunia internasional. Tidak terkecuali di Indonesia. Nama McCain ramai diperbincangkan di mediatanah air.
McCain merupakan veteran perang Amerika-Vietnam yang tak pernah memiliki dendam kepada Vietnam sekalipun ia pernah disiksa di penjara Hanoi selama lima tahun. Pasca berakhirnya perang, McCain justru mendorong normalisasi hubungan Amerika dengan Vietnam. Karena itulah, warga Vietnam kagum dengan sosok McCain dan coba mengenang kepergian sang veteran dengan berdoa di Danau Truc Bach, tempat dimana dulu pesawat McCain ditembak jatuh oleh tentara Vietnam.
Sementara di negara asal sang senator, para politisi Amerika dari berbagai kubu politik berbondong-bondong mengucapkan belasungkawa dengan mengatakan bahwa mereka telah kehilangan teman dan politisi terbaik Amerika.
Tidak terkecuali mantan Presiden Amerika George W. Bush dan Barack Obama. Dua mantan presiden itu ikut menghadiri upacara pemakaman McCain untuk memberikan penghormatan terakhir di depan peti mati sang senator.
John McCain bukanlah Trump. Dia tak pernah menjadi presiden seperti Bush dan Obama. Bahkan Bush dan Obama merupakan sosok yang pernah menghentikan langkah McCain menuju Gedung Putih. McCain pernah dikalahkan oleh Bush pada konvensi capres Partai Republik pada tahun 2000dan dikalahkan oleh Obama pada Pilpres 2008.
Lantas, mengapa sosok McCain begitu dihormati? Bahkan seluruh politisi Amerika memberikan kesan yang hampir sama ketika mengenang sosok John McCain. Bill Clinton mengatakan bahwa McCain adalah seorang negarawan sejati. Karena ia sering mengesampingkan kepentingan partai demi kepentingan yang jauh lebih besar, yakni kepentingan rakyat Amerika.
Menjadi Negarawan
John McCain adalah seorang negarawan sejati yang tak pernah beruntung dalam karir politiknya. Setelah memutuskan untuk berpolitik pasca pensiun dari militer, McCain hanya pernah menjabat sebagai anggota House of Representatives dan Senator Amerika Serikat. Usahanya untuk menjadi presiden Amerika Serikat tak pernah berhasil ia wujudkan sampai akhir hayatnya.
Pencalonan McCain sebagai bakal calon presiden dimulai sejak tahun 2000 ketika dirinya harus bersaing dengan George W. Bush untuk mendapatkan tiket dukungan dari Partai Republik. Namun,pada konvensi capres Partai Republik dirinya kalah suara dari Bush sehingga cita-cita McCain untuk menjadi orang nomor satu di Amerika tertutup.
Our statement on the passing of Senator John McCain: pic.twitter.com/3GBjNYxoj5
— Barack Obama (@BarackObama) August 26, 2018
Peluang itu kembali terbuka ketika John McCain akhirnya memenangkan konvensi capres Partai Republik untuk melawan Obama sebagai kandidat presiden dari partai Demokrat pada tahun 2008. Namun, lagi-lagi McCain mengalami kekalahan dan cita-citanya kembali kandas.
Karir politik yang tidak terlalu gemilang tak membuat John McCain dipandang sebelah mata. Di mata rakyat Amerika dan para lawan-lawan politiknya, McCain dianggap sebagai politisi terbaik yang pernah dimiliki oleh Amerika.
Pandangan itu bukan tanpa sebab. McCain dikenal sebagai seorang politisi yang berhasil menjaga hubungan baik dengan pihak-pihak yang pernah menjadi lawan politiknya. Ia tetap bersahabat dengan Bush dan Obama walaupun pernah dikalahkan dalam kontestasi pilpres.
Tak berhenti disitu. McCain pun pernah membela Obama dari serangan pendukungnya. Ketika itu, ada seorang pendukung McCain yang mengatakan bahwa ia tak suka Obama karena Obama keturunan Arab.
Dalam semesta peradaban Partai Republik, Arab dianggap berpotensi jadi teroris. Menanggapi hal itu, McCain langsung memotong pembicaraan dengan mengatakan bahwa Obama bukan keturunan Arab dan dia berasal dari keluarga baik-baik.
Kebijaksanaan McCain terdengar sampai seantero negeri. Hingga ketika ia kalah dari Obama, McCain kembali tunjukan sikap ksatria. Dalam pidato kekalahannya, McCain berjanji akan mendukung penuh kepemimpinan Obama untuk rakyat Amerika. Dan ucapan ini benar-benar dibuktikan oleh McCain setelah Obama dilantik menjadi presiden.
Confucius pernah mengatakan bahwa dua orang yang tinggal di dua sisi gunung berbeda harus tetap bertegur sapa ketika mereka bertemu dalam satu tempat. Filosofi Confucius ini coba menegaskan bahwa perbedaan pilihan jangan sampai membuat kita saling bermusuhan.
John McCain telah menjalankan pesan-pesan Confucius itu. Berbeda pilihan politik tak sama sekali membuat dia membenci lawan-lawan politiknya. George W. Bush mengatakan bahwa John McCain adalah contoh politisi yang melihat lawan politiknya sebagai seorang manusia juga. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? apakah para politisi kita sudah memiliki sikap seperti itu?
Indonesia Krisis Negarawan?
Di Indonesia, McCain dikenal karena kebijaksanaan sikapnya ketika kalah dari Obama pada Piplres AS 2008. Pidato John McCain pernah menjadi viral di Indonesia pada tahun 2014 ketika para pendukung Jokowi mengkritik gugatan Prabowo ke Mahkamah Konstitusi. Saat itu, Prabowo mengatakan bahwa Pilpres 2014 syarat dengan kecurangan dan manipulasi.
Pendukung Jokowi pun membandingkan sikap Prabowo dengan McCain. Mereka anggap Prabowo bukan negarawan sejati. Berbeda dengan John McCain yang menerima kekalahannya dari Obama dan menyatakan siap mendukung Obama ketika Obama terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Namun, kritik itu berangsur-angsur menghilang ketika MK menggagalkan gugatan Prabowo. Apalagi Prabowo memberikan penghormatan kepada Jokowi ketika Jokowi sudah ditetapkan sebagai presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum.
Walaupun sempat menggugat hasil Pilpres, Prabowo tetaplah berjiwa negarawan. Hal ini dibuktikan melalui dirinya yang tak pernah mengusik berlebihan pemerintahan Jokowi selama Jokowi memegang kendali pemerintahan. Prabowo seperti ingin menunjukkan bahwa kepentingan bangsa lebih penting ketimbang perkara kalah pemilihan.
Hal berlebihan justru datang dari para pendukung Prabowo. Ketika Jokowi menjabat, Jokowi kerap kali difitnah dengan isu-isu miring seperti dugaan keturunan Tiongkok dan PKI. Sejak 2014, lawan-lawan politik Jokowi berusaha menumbuhkan kebencian masyarakat terhadap pemerintah. Apapun caranya. Termasuk dengan menuduh bahwa Jokowi itu keturunan PKI.
Strategi semacam itu amatlah fatal. Rakyat jadi terpecah-belah karena ulah para politisi. Lembaga Riset PolMark Indonesia memaparkan hasil jajak pendapat soal keretakan hubungan sosial akibat Pemilihan Umum, baik Pilpres maupun Pilkada yang digelar di Indonesia. Menurut mereka, ajang kompetisi politik di Indonesia terbukti bisa merusak hubungan persahabatan disebabkan perbedaan pandangan dan pilihan.
Mengutip kata-kata dari James Freeman Clarke, penulis Amerika Serikat: seorang politisi berpikir tentang pemilu yang akan datang. Sedangkan seorang negarawan berpikir tentang generasi yang akan datang.
Clarke coba menegaskan bahwa seorang negarawan itu berbeda dengan politisi. Artinya ketika ada pihak yang lebih suka memecah-belah, menebarkan kebencian dan memfitnah lawan-lawan politik, dia tak bisa disebut negarawan, melainkan hanya seorang politisi.
Negarawan berpikir tentang generasi mendatang. Karena itu seorang negarawan pasti akan berhati-hati betul dalam berpolitik karena ia tak maumelihat masyarakat terpecah belah hanya karena berbeda pilihan politik.
Dalam menyambut tahun politik Pilpres 2019, para capres-cawapres dan elite pendukungnya harus belajar dari John McCain. Mereka perlu mengingat bahwa pemilu hanyalah sebagian kecil momen dari perjalanan bangsa ini.
Plato pernah mengatakan bahwa orang-orang yang berhak menjadi penguasa adalah para filsuf. Filsuf menurut Plato adalah orang-orang yang memiliki sikap kebajikan dan kebijaksanaan. Pemimpin seperti itulah yang sedang dirindukan oleh masyarakat Indonesia. Seperti John McCain, kebijaksanaan seorang pemimpin bisa dilihat ketika dirinya tetap menghormati lawan politiknya sekalipun ia kalah dalam pemungutan suara.
Sikap politisi yang menggunakan strategi pecah belah jelas jauh dari ajaran Plato. Oleh karena itu, politisi-politisi itu idealnya harus belajar dari McCain agar kontestasi politik dipenuhi dengan nilai-nilai kenegarawanan sehingga muncul kebajikan dan kebijaksanaan dari seorang pemimpin ideal harapan Plato. (D38)