Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto akan mendirikan akademi sepak bola yang selesai pada Oktober 2023 nanti. Prabowo pun dinilai memiliki kemampuan membaca peluang politik seperti kemampuan reading the game yang dimiliki seorang pesepakbola. Benarkah demikian?
Dalam acara konsolidasi kader Partai Gerindra di Jakarta International Velodrome, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menyebutkan bahwa dirinya sedang membangun sebuah akademi sepak bola.
Dia menyebutkan nantinya akan ada fasilitas tujuh lapangan sepak bola dalam akademi tersebut yang akan selesai pada Oktober 2023 nanti.
Sebagai penggemar sepak bola, Prabowo menginginkan Indonesia mempunyai sebuah tim nasional (timnas) sepak bola yang dapat bersaing di dunia. Menurutnya, hampir semua negara di seluruh dunia ingin mempunyai timnas sepak bola yang kuat.
Alasan itu lah yang kemudian melandasi keinginan Prabowo mendirikan akademi sepak bola untuk mengasah bibit muda pesepakbola Indonesia.
Menurutnya, sepak bola adalah cerminan dari perjuangan hidup. Dalam 2×45 menit sebuah pertandingan sepak bola akan terlihat semangat pantang menyerah sebuah tim untuk memenangkan pertandingan.
Kemudian untuk menciptakan sebuah gol dibutuhkan kerja sama antar pemain. Jadi, dalam sebuah tim sepak bola tercermin bagaimana semangat juang dan kerja sama untuk mencapai sebuah kemenangan.
Prabowo melanjutkan saat ini prestasi olahraga menjadi salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Ini karena setiap negara ingin terlihat hebat di mata negara lain.
Ini bukan pertama kalinya Prabowo menaruh perhatian pada dunia “si kulit bundar”. Sebelumnya, pada Piala Dunia Qatar 2022 lalu, dia mengaku tak akan menonton ajang akbar bagi para pecinta sepak bola itu karena tak ada Timnas Indonesia.
Selain itu, Prabowo juga pernah mengunjungi Persib U-17 dan Garudayaksa Football Academy (GFA) yang tengah berlatih di Aspire Academy Doha, Qatar dan juga ikut menemani Presiden Joko Widodo (Jokowi) menonton FIFA Matchday Indonesia vs Argentina di GBK.
Perhatian Prabowo pada sepak bola ini adalah hal yang menarik, mengingat Prabowo adalah Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (PB IPSI).
Namun, Prabowo justru seakan menaruh perhatian lebih pada cabang olahraga yang sebenarnya bukan menjadi tanggung jawabnya.
Lantas, mengapa Prabowo memiliki atensi yang besar pada sepak bola? Apakah murni karena kecintaannya pada dunia sepak bola atau terdapat intrik politik di dalamnya?
Prabowo Visioner?
Sepak bola tampaknya tak akan pernah bisa jauh dari sebuah intrik politik. Sebagai salah satu olahraga dengan penggemar paling banyak di seluruh dunia, sepak bola selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi aktor politik.
Seperti penjelasan Martin J. Power dalam tulisannya yang berjudul Football and Politics: The Politics of Football, aktor politik sering kali memanfaatkan sepak bola untuk mobilisasi sosial dan sebuah propaganda politik yang kemudian menjadi sebuah bukti jaringan hubungan antara sepak bola, politik, dan masyarakat.
Martin menambahkan bahwa dalam beberapa tahun ini sepak bola telah menjadi penggerak berbagai cabang populisme, terutama yang berasal dari spektrum politik.
Ini kemudian akan menimbulkan sebuah asumsi politik bahwa siapa pun aktor politik yang dekat dengan sepak bola akan dinilai positif oleh khalayak.
Hal itu yang kiranya menjadi alasan Prabowo untuk memberikan atensi lebih pada cabang sepak bola dibandingkan dengan PB IPSI meskipun dirinya sebagai ketum.
Prabowo juga tampaknya menilai sepak bola lebih mampu untuk menjadi alat menyampaikan propaganda politiknya kepada masyarakat luas, dan pada akhirnya akan memberikan dampak elektoral kepada dirinya dalam kontestasi Pilpres 2024 nanti.
Dengan propaganda itu, Prabowo seolah akan membuktikan bahwa dirinya memiliki hubungan secara khusus dengan sepak bola dan masyarakat dengan menyatakan bahwa dirinya penggemar sepak bola dan juga menginginkan timnas sepak bola Indonesia menjadi tim yang kuat.
Propaganda Prabowo yang di dalamnya terdapat visinya tentang sepak bola itu menjadikannya sebagai the maverick. Hal ini mengacu pada klasifikasi Corneliu Bjola dalam tulisannya yang berjudul Diplomatic Leadership in Times of International Crisis.
Dalam tulisan Bjola tersebut, ada tiga klasifikasi pemimpin, yakni the maverick (fokus pada visi besar), the congregator (membangun konsensus), dan the pragmatist (mengejar hubungan mutual).
Berdasarkan tiga klasifikasi tersebut, bukan tidak mungkin mantan Danjen Kopassus itu merupakan seorang the maverick karena visinya yang besar untuk sepak bola Indonesia.
Visi besar Prabowo terlihat ketika memimpikan Timnas Indonesia bermain di Piala Dunia dan menjadi salah satu tim terkuat dunia.
Prabowo pun kiranya kemudian mencoba mewujudkan visinya dan berkontribusi pada sepak bola nasional dengan mendirikan akademi sepak bola.
Pembinaan usia muda memang menjadi salah satu masalah utama dalam sepak bola Indonesia. Minimnya pembinaan usia muda membuat talenta-talenta muda Indonesia tidak mendapatkan tempat untuk mengembangkan kemampuan sepak bola mereka.
Atas dasar itu, tidak berlebihan rasanya jika kita kaitkan visi Prabowo dengan sumber daya yang dimiliki Indonesia.
Dengan total 273,8 juta rakyat dan hanya diharuskan mencari 11 pemain sepak bola terbaik tampaknya tak pantas jika timnas Indonesia berada di peringkat 150 ranking FIFA.
Lalu, dengan visi Prabowo yang besar terkait sepak bola Indonesia, apakah itu cukup untuk membuat Prabowo bersaing menjadi RI-1 dalam Pilpres 2024 mendatang?
Ciptakan Ruang Cetak Gol?
Dalam sepak bola kemampuan taktikal tidak kalah pentingnya dari kemampuan yang bersifat fisik dan teknis. Pemahaman taktikal yang baik dari seorang pemain sepak bola akan membuatnya dapat memanfaatkan setiap kelemahan lawan.
Kemampuan taktikal yang harus dimiliki setiap pesepakbola salah satunya adalah reading the game atau membaca jalannya permainan.
Kemampuan ini utamanya harus dimiliki seorang striker atau penyerang. Dengan kemampuan reading the game, seorang penyerang akan menciptakan ruang bagi dirinya atau tim untuk mencetak gol.
Mengutip GOAL, salah satu penyerang terbaik dalam hal reading the game untuk membuka ruang demi mencetak gol adalah Karim Benzema.
Mantan kapten Real Madrid yang baru saja pindah ke klub Arab Saudi itu meraih penghargaan Ballon D’Or 2022 dan menjadi bukti kehebatannya selama bermain di Eropa.
Kemampuan Benzema dalam menciptakan ruang dan mencetak gol tampaknya tidak perlu diragukan dengan mencatatkan namanya di peringkat tiga top skor sepanjang masa Real Madrid.
Dalam dunia politik juga penting sebuah kemampuan taktikal untuk membaca kelemahan lawan politik dan kemudian memenangkan kontestasi elektoral.
Jika dilihat dari konteks Prabowo, kemampuan yang dimiliki Benzema ini kiranya tak berbeda jauh dengan yang dimiliki Prabowo.
Prabowo memiliki kemampuan membaca jalannya pertandingan di Pilpres 2024 dengan membaca kelemahan para pesaingnya yang hanya menyinggung sepak bola sebagai retorika politik tanpa sebuah tindakan.
Dengan melihat kelemahan para pesaingnya itu, Prabowo mencoba untuk menciptakan ruangnya sendiri dengan mendirikan akademi sepak bola yang memang menjadi salah satu masalah sepak bola Indonesia. Semua itu dilakukan Prabowo demi mencetak gol, yakni menjadikannya RI-1.
Bila perandaian di atas berjalan sesuai rencana, bukan tidak mungkin sepak bola Indonesia menjadi lebih baik jika Prabowo berhasil memenangkan Pilpres 2024 nanti. (S83)