Dalam persidangan kasus suap auditor BPK dari Kementerian Desa, diketahui kalau auditor BPK sering minta ditraktir. Tapi kok traktirnya dari uang negara sih?
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]S[/dropcap]ebut aja namanya Entin. Ia auditor BPK yang tengah ditugaskan di dekat perbatasan negara tetangga. “Daerahnya sungguh terpencil dan enggak ada apa-apanya,” begitu cerita dia kalau kebetulan dapat tugas ke Jakarta.
Makanya, mumpung di Ibukota dia suka hura-hura. Mau makan, karaoke, dia yang bayar pokoknya. Semuanya. Wah, siapa yang enggak senang punya teman baik hati gitu ya?
Jadi ketika di tivi dan di media ada kabar kalau oknum BPK yang jadi tersangka suka minta uang dan ditraktir sama auditinya yang dari Kementerian Desa itu, saya langsung ingat Si Entin. Jangan-jangan, Entin suka mentraktir karena di sana juga sering minta ditraktir?
Jangan-jangan, uang buat traktir juga hasil minta dari pejabat negara? Waduh, kacau dong kalau begitu jadinya. Saya jadi ikut kecipratan korupsi kalau begini. Mudah-mudahan enggak ada orang KPK yang baca tulisan ini (aamiin).
Akibat terbebani rasa bersalah, saya pun menelepon Entin. Pulsanya mahal sih, tapi enggak apa-apalah, belum sampai Singapura. Daripada nanti meninggal dengan status koruptor, kayak pejabat yang meninggal ditahanan itu, wah mending rugi pulsa sedikitlah. Amit-amit dah (ketok meja tiga kali).
Tapi begitu ditelepon, dia malah sewot. Saya pun disemprot. Katanya, “Enggak semua orang BPK begitu kali!” Waduh, saya kan hanya memastikan aja kalau kesenangannya traktir itu dari uang halal.
Sekjend Kemendes Buka Mulut Soal Suap Auditor BPK ke KPK https://t.co/zW4zorcEUE
— VIVAcoid (@VIVAcoid) 11 September 2017
Meski begitu, Entin mengakui, kadang situasi membuat baik auditor maupun auditi (pihak yang diaudit) jadi serba salah. Sebagai tuan rumah, pihak auditi merasa harus menjamu sang tamu. Apalagi tamu itu penting. Sementara sang tamu juga suka bingung cara untuk menolaknya.
“Tapi kalau traktirnya karaoke dan makan, harusnya kan enggak sampai berjuta-juta, apalagi sampai ngambil uang negara. Terus kalau auditornya yang minta, kan harusnya ditolak aja,” cerocosnya.
Masalahnya, suap biasanya dilakukan karena pihak auditi ingin menutupi sesuatu. Sehingga, bisa dimanfaatkan oleh anggota BPK yang kebetulan kecil imannya. Tak jarang, anggota BPK dijadikan korban lempar tangan para pejabat negara yang tertangkap tangan.
Yah, nasibnya enggak jauh-jauh dari KPK juga ternyata. Cuma belum ada Panitia Khusus Hak Angket BPK aja.
“Habis gimana, semua koruptor sebagian besar kan punya kuasa. Sementara pembasminya enggak punya apa-apa,” lanjutnya lagi.
Begitulah nasib negeri kita. Sayang, pulsanya keburu habis. Namun Entin janji mau traktir lagi, saat ke Jakarta nanti. Ah, Entin memang perhatian sekali. (R24)