HomeNalar PolitikAsian Games, Tiket Kemenangan Jokowi?

Asian Games, Tiket Kemenangan Jokowi?

Gelaran Asian Games telah berlalu, namun euforianya masih membekas. Akankah keberhasilan ini menjadi tiket kemenangan Jokowi di Pilpres nanti?


PinterPolitik.com

“Patriotisme adalah dukungan penuh bagi negara di setiap waktu dan pemerintahnya, apabila pantas.” ~ Mark Twain

[dropcap]R[/dropcap]angkaian kegiatan Asian Games ke-18 yang berlangsung sejak 18 Agustus lalu, telah resmi ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Minggu, 2 September. Meski begitu, euforianya masih melekat di benak masyarakat. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah keikutsertaan di Asian Games, Indonesia akhirnya berhasil duduk di posisi empat besar.

Peringkat yang hanya kalah dari Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan ini, diraih setelah para atlet mampu mengumpulkan 31 medali emas, 24 perak, dan 43 perunggu. Prestasi ini bisa dibilang jauh melebihi target yang ditetapkan pemerintah, sehingga tak heran bila sukacita dan rasa bangga juga ikut menular ke seluruh rakyat.

Selain penampilan para atlet yang gemilang, lancarnya penyelenggaraan Asian Games dan antusiasme penonton yang sangat tinggi, menuai pujian dari wakil presiden kehormatan Dewan Olimpiade Asia (OCA), Wei Ji Zhong. Dukungan masyarakat ini terlihat dari larisnya penjualan tiket dan kursi penonton yang nyaris selalu penuh.

Lancarnya kegiatan olahraga bergengsi tingkat Asia ini, juga mendapat perhatian dari Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC), Thomas Bach. Menurutnya, kesuksesan Indonesia menjadi tuan rumah yang baik, memberikan nilai tambah dan akan diperhitungkan untuk menjadi penyelenggara Olimpiade 2032.

Semua pujian tersebut, secara tak langsung tentu akan dikalungkan pada pemerintah, khususnya Jokowi sebagai Presiden. Sedangkan sebagai petahana yang akan bertarung di Pilpres tahun depan, menurut peneliti senior LIPI Syamsudin Haris, elektabilitas Jokowi juga pasti akan ikut meningkat.

Apalagi, penampilan Jokowi pada saat upacara pembukaan pun dianggap cukup spektakuler. Penampilannya yang kekinian tersebut, lanjut Syamsudin akan mampu menarik simpati massa mengambang (swing voters) dan para milenial yang sebelumnya sempat berpaling akibat terpilihnya KH. Ma’ruf Amin sebagai cawapres.

Namun pernyataan ini tidak sepenuhnya disetujui oleh analis dari Eurasia Group, Peter Mumford. Menurutnya, keberhasilan Asian Games ini tidak akan mempengaruhi terpilih atau tidaknya Jokowi di tahun depan, terutama setelah euforia Asian Games di masyarakat mereda. Meski begitu, bukan berarti posisinya juga menjadi terancam.

Mumford sendiri melihat kalau Jokowi sebenarnya menyadari fenomena ini, sehingga ia berusaha menjaganya melalui harapan keikutsertaan Indonesia sebagai penyelenggara Olimpiade di 2032 nanti. Berdasarkan dua pendapat di atas, mungkinkah Asian Games memang menjadi tiket bagi kemenangan Jokowi di Pilpres nanti?

Fenomena Bradley Effect

“Siapa yang berani menantang, suatu saat pasti akan berisiko mengalami kejatuhan.” ~ Tom Bradley

Baca juga :  “Parcok” Kemunafikan PDIP, What's Next?

Penampilan Jokowi yang mengendarai Moge pada pembukaan Asian Games, 18 Agustus lalu, memang merupakan “wow” faktor dan mengundang kebanggaan masyarakat terhadap pemimpinnya. Apalagi tayangan tersebut disiarkan secara langsung ke seluruh dunia, terutama di negara peserta Asian Games.

Kebanggaan yang membangkitkan rasa patriotisme dalam diri masyarakat inilah, di mata Syamsudin, dianggap sebagai nilai tambah bagi elektabilitas Jokowi. Bisa dibilang, andai Pilpres dilakukan September ini, Jokowi mungkin akan mampu memenangkannya dengan mudah dari rivalnya, Prabowo Subianto.

Hanya saja, faktanya Pilpres baru akan diselenggarakan pada 19 April tahun depan. Pada saat itu, jika menggunakan pendapat Mumford, bisa dipastikan euforia Asian Games sudah mulai dilupakan. Masyarakat akan kembali dihadapkan pada kehidupan nyata, dengan beragam wacana yang dilemparkan kembali oleh pihak oposisi.

Kondisi inilah yang dimaksud oleh Mumford sebelumnya. Analis konsultan politik tersebut menyatakan, naiknya elektabilitas Jokowi saat ini bisa jadi tengah dipengaruhi fenomena efek Bradley (Bradley effect), yaitu elektabilitas semu yang kerap diperlihatkan dari berbagai jajak pendapat atau survei.

Fenomena ini sendiri berasal dari pengalaman Tom Bradley, walikota Los Angeles berkulit hitam yang digadang-gadang akan menjadi gubernur California kulit hitam pertama di AS, pada 1985. Keyakinan ini berasal dari berbagai jajak pendapat yang memperlihatkan suaranya lebih tinggi dibanding lawannya, George Deukmejian.

Namun saat pemilu dilakukan, Bradley ternyata kalah suara dari Deukmejian, politikus berkulit putih. Fenomena ini pada akhirnya memperlihatkan kalau jajak pendapat atau survei, belum tentu memperlihatkan fakta yang sebenarnya di lapangan. Dalam kasus ini, responden pura-pura mendukung Bradley karena takut dikatakan rasis.

Terkait dengan elektabilitas Jokowi, efek Bradley juga bisa saja tertuang dari hasil jajak pendapat lembaga-lembaga survei. Euforia dan dorongan patriotisme yang tinggi atas keberhasilan Indonesia di Asian Games, bisa saja akan mempengaruhi pilihan masyarakat saat ini, terutama bagi massa mengambang dan kaum milenial.

Seperti yang dikatakan Mumford, pilihan masyarakat bisa jadi akan kembali berubah saat euforia Asian Games mulai pudar. Meski begitu, Mumford menekankan kalau fakta ini juga bukan ancaman bagi Jokowi, sebab semua tergantung dari tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahannya.

Kepuasan Kinerja Paling Utama

“Masyarakat tidak boleh takut pada pemerintah, pemerintahlah yang harus takut pada rakyatnya.” ~ Alan Moore, V for Vendetta

Lancarnya penyelenggaraan Asian Games yang kedua kalinya di tanah air, setelah sebelumnya berlangsung pada 1962, sudah pasti akan menjadi sejarah tersendiri. Terutama karena Indonesia mampu melompat tinggi ke posisi keempat, setelah sebelumnya hanya berada di 17 pada Asian Games Korea 2014.

Baca juga :  Jokowi Wrapped 2024

Dari sisi patriotisme, tentu semua rakyat akan mendukung penuh penyelenggaraan kegiatan tersebut agar berjalan lancar. Hanya saja, menurut Mumford, sebenarnya ada perbedaan besar antara popularitas dan kepuasan kinerja yang menjadi landasan elektabilitas petahana untuk mendapatkan suara.

Menurut Kotler dan Keller, kepuasan ditentukan oleh ekspektasi dan persepsi. Keduanya berhasil terpenuhi melalui penyelenggaraan Asian Games yang mendapat banyak pujian dan perbincangan internasional. Namun bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan yang menurut Abraham H. Muslow lebih fokus pada kebutuhan materil dan non-materil?

Berkaca pada pengalaman, penyelenggaraan event dunia yang melibatkan ribuan bahkan jutaan orang tentu tidak mudah. Selain persiapan yang matang, tuan rumah pun harus menyiapkan dana yang tak sedikit. Pemerintah saja hanya bisa menyediakan Rp 6,2 triliun dari Rp 8,4 triliun yang diajukan Inasgoc.

Anggaran itu sendiri, masih belum termasuk dengan dana yang harus dikeluarkan untuk bonus para atlet yang berhasil mendapatkan medali. Apalagi jumlah medali yang diraih di luar target yang diperkirakan, yaitu 98 medali, sehingga uang bonus yang harus dikeluarkan Kemenpora pun ikut membengkak hingga mencapai Rp 210 miliar.

Dengan kondisi APBN yang defisit, nilai rupiah yang terus melemah, dan rekonstruksi pembangunan paska gempa Lombok yang harus segera ditangani, kondisi ini sebenarnya sangat memberatkan keuangan pemerintah. Fakta inilah yang harus segera dihadapi Jokowi, usai pesta olahraga yang gegap gembita tersebut.

Belajar dari pengalaman, Perdana Menteri Yunani, Kosta Karamanlis, dan Presiden Brasil, Dilma Roussef, merupakan contoh kepala negara yang kehilangan kekuasaannya setelah menyelenggarakan event olahraga internasional. Padahal, Yunani dinyatakan sukses menjadi tuan rumah olimpiade 2004, begitu juga Brasil pada Piala Dunia 2014.

Hanya saja, Kosta dan Dilma kemudian “dilengserkan” rakyatnya sendiri, akibat tak mampu menangani krisis keuangan di negaranya. Fakta ini, tentu juga memperlihatkan kalau pernyataan Mumford sangat benar, karena seberhasil apapun sebuah kegiatan, kalau rakyatnya menderita tentu akan mempengaruhi tingkat kepuasan mereka.

Menilik dari pernyataan penulis terkenal Mark Twain di awal tulisan, setiap masyarakat tentu memiliki patriotisme yang membuatnya mendukung penuh negaranya, begitu juga pemerintahnya, apabila memang pantas untuk didukung. Kini pertanyaannya, mampukah Jokowi mempertahankan kepuasan rakyatnya sehingga pantas untuk tetap didukung? (R24)

Asian Games, Tiket Kemenangan Jokowi? Share on X
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...