Janji tidak melanjutkan reklamasi, walaupun Anies-Sandi ada niatan, bukan berarti tak ada aral menghadang.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]S[/dropcap]iang hari itu cukup terik di Jakarta namun hal itu urung membendung Anies Baswedan melaksanakan kampanye di depan anggota Front Pembela Islam (FPI). Berbaju koko putih sembari peci hitam menutupi kepalanya, Anies berkata, “Jadi gini, reklamasi. Kita posisinya jelas dan tegas, dan saya rasanya satu-satunya dari tiga calon yang mengambil posisi tegas. Resikonya besar. Dan sampaikan pada semua, kita akan ikhtiarkan keadilan di Jakarta. Karena itu ini saya langsung buka (sambil mengangkat ponsel pintar di tangan kirinya), judul kampanye kita: tolak reklamasi.” Kontan, pernyataan Anies tersebut disambut gema takbir ‘Allahu Akbar’ dari hadirin.
Sejak masa kampanye, Anies dan Sandiaga Uno getol menolak rencana reklamasi lanjutan Teluk Jakarta. Melalui laman kampanye jakartamajubersama.com, Anies-Sandi mengutarakan beberapa alasan penolakan mereka. Menurut mereka, pertama, reklamasi Teluk Jakarta bertentangan dengan enam aturan Undang-undang (UU) dan Peraturan Presiden (Perpres). Kedua, beberapa pulau sudah dibangun, padahal dokumen, seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang dibutuhkan belum lengkap. Berdasarkan kedua hal tersebut, seharusnya reklamasi Teluk Jakarta tidak dijalankan.
Selain itu, yang ketiga, pembangunan pulau reklamasi membuat rusak laut di sekitarnya dan mengancam sumber penghasilan lima belas ribu nelayan yang beroperasi di Teluk Jakarta.
Walau demikian, ikhtiar Anies-Sandi menuai kontra. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, menuturkan, proyek reklamasi sangat penting untuk mencegah Jakarta tenggelam. Menurut Luhut, tanah Jakarta akan tenggelam 8 sampai dengan 23 cm jika proyek pembangunan reklamasi dan tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) tidak dilaksanakan.
Hal senada juga disampaikan pakar bioteknologi lingkungan Universitas Indonesia (UI), Firdaus Ali. Menurutnya, reklamasi penting dan mendesak dilakukan di Teluk Jakarta.
“Permasalahan ibukota itu multidimensi. Ada ancaman banjir, problem kependudukan dan daya dukung lingkungan. Masalah ketimpangan kualitas wilayah, termasuk kualitas Teluk Jakarta yang terus menurun, yang memerlukan solusi,” ujar Firdaus, seperti dilansir dari Rakyat Merdeka.
Selain terpaan kontra, Anies-Sandi juga mesti putar otak. Pasalnya, dari tujuh belas pulau yang rencananya akan dibangun secara reklamasi di Teluk Jakarta, sudah terdapat empat pulau yang rampung pembangunannya, yakni pulau C, D, G, dan N.
Rencana Simpang Siur
Soal pulau-pulau hasil reklamasi, pada masa sebelum pencoblosan, Anies sempat berjanji bahwa pulau-pulau tersebut akan digunakan untuk fasilitas umum.
“Lahan yang sudah terpakai jangan untuk kegiatan komersial, gunakan untuk kepentingan publik, bukan (hanya) dinikmati sebagian warga Jakarta. Dengan begitu, nelayan mendapat manfaat,” kata Anies.
Sejalan dengan itu, banyak pihak pula memberi saran kepada Anies-Sandi terkait pemanfaatan pulau hasil reklamasi. Ada Widodo, tim OK Sport Anies-Sandi, yang mengusulkan agar di atas pulau hasil reklamasi dibangun sarana olahraga semacam sport city.
“Daripada ada yang mubazir, mending dibangun untuk tempat olahraga terpadu, kami hitung ini membutuhkan sekitar 250-300 hektar untuk stadion utama. Karena pada tahun 1960-an Bung Karno bisa bangun Gelora Bung Karno, kenapa sekarang Anies-Sandi 2017-2022 tidak bisa?” kata Widodo.
Usulan lain juga mengalir dari tim kerja wisata dan budaya Tim Pengarah Anies-Sandi. Salah satu anggota tim, Henry, mengusulkan agar pulau hasil reklamasi dijadikan tempat hiburan malam.
“Kami mengusulkan agar kiranya salah satu pulau buatan yang sudah terlanjur jadi sebagai pusat hiburan malam di Jakarta, seperti ada di Dubai, Singapura, atau Pattaya (Thailand),” ujar Henry, salah satu anggota tim kerja wisata dan budaya.
Sampai saat ini baik Anies maupun Sandi belum memberikan pernyataan konkret mengenai pemanfaatan pulau hasil reklamasi. Namun demikian, jika menuruti usulan untuk menjadikan pulau hasil reklamasi menjadi pusat hiburan malam di Jakarta yang notabene bukanlah fasilitas umum seperti yang diniatkan Anies, bisa jadi ikhtiar pemanfaatan pulau hasil reklamasi untuk kepentingan rakyat banyak urung berlangsung. Selain itu, melihat perkembangan pernyataan, baik dari Anies-Sandi maupun tim kerja yang dibentuknya, bisa dibilang rencana pemanfaatan pulau hasil reklamasi pada masa pemerintahannya masih simpang siur.
Puncak acara @SohibAniesSandi berupa lomba senam Aniessandi dan deklarasi bakat nelayan nusantara; tolak reklamasi. @aniesbaswedan pic.twitter.com/CnMwkoscAu
— Siti Mafruroh (@mafruroh_siti) April 14, 2017
Lahan Lima Persen Untuk Pemprov
Secara kepemilikan tanah, menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan, pemilik lahan di pulau hasil reklamasi adalah negara. Pengembang berhak mengelola saja. “Yang penting, reklamasi itu tanahnya milik negara. Kalaupun harus dikerjasamakan dengan pihak swasta, tanahnya tetap milik negara,” ujar Ferry,
Namun demikian, terkait peruntukan lahan, menurut Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Oswar M Mungkasa, mengatakan bahwa ‘hanya’ sekitar 50 persen dari luas lahan pulau reklamasi yang disediakan untuk fasilitas umum dan Pemprov DKI Jakarta. Rinciannya, 25 persen untuk ruang terbuka hijau (RTH), lima persen untuk ruang terbuka biru (RTB), 15 persen untuk fasilitas umum dan sosial, serta 5 persen untuk Pemprov DKI Jakarta. Hal tersebut didasarkan pada perjanjian awal antara Pemprov DKI Jakarta dan pengembang pulau reklamasi. Seperti diketahui, keempat pulau reklamasi yang telah selesai – pulau C, D, G, dan N – dibangun oleh pihak swasta.
Dalam proyek reklamasi seluas 5.100 hektar itu, PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Grup Artha Graha milik Aguan dan Tommy Winata, mendapat kesempatan membuat pulau reklamasi A, B, C, D, dan E. Sementara PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Agung Podomoro milik Trihatma Haliman, mendapat pulau G. Dua perusahaan swasta lainnya, yakni PT Manggala Krida Yudha yang dimiliki Mamiek Soeharto mendapat pulau L dan M serta PT Jaladri Kartika Eka Pakci mendapat pulau I.
Sementara itu, 2.606 hektar pembangunan pulau reklamasi diberikan kepada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). PT Jakarta Propertindo, yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta, membangun pulau F. Sementara PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) membangun pulau J dan K. Tiga pulau, yakni O, P, dan Q, dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta. Sedangkan pulau N dibangun oleh PT Pelindo II.
Walau niat dan rencana pengembangan pulau hasil reklamasi telah dimiliki Anies-Sandi, melihat fakta bahwa pulau-pulau yang telah selesai dibangun oleh pihak swasta, tampaknya mereka juga perlu siasat lebih dan strategi teknis yang mumpuni. Takutnya alih-alih mengambil hati rakyat, malah menipu rakyat kala menjabat.
(H31)