Site icon PinterPolitik.com

Ara Simpul Parkindo, PDIP Terancam “Bubar”?

snapinstaapp 342171688 1366364640571871 7109748407017424705 n 1080 939181810

Maruarar Sirait dan Megawati (Foto: ArahPublik)

Dengarkan artikel ini:

https://www.pinterpolitik.com/wp-content/uploads/2024/01/ara-simpul-parkindo-pdip-terancam-bubar-full-audio.mp3
Audio ini dibuat menggunakan AI.

Maruarar “Ara” Sirait memutuskan keluar dari PDIP. Salah satu tokoh vokal PDIP ini mengakhiri karier politik di partai yang salah satunya didirikan oleh ayahnya, Sabam Sirait. Tak heran, banyak yang menilai keluarnya Ara akan berdampak besar karena dirinya mewakili sebuah faksi penting di PDIP. Ini bisa saja akan diikuti dengan lebih banyak lagi kader PDIP yang akan hengkang dari partai merah itu.


PinterPolitik.com

Awal pekan ini, PDIP menghadapi dinamika terbaru. Politisi senior partai banteng itu, Maruarar Sirait, memutuskan untuk mengundurkan diri dari partai pada Senin, 15 Januari 2024. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat Maruarar adalah putra dari mendiang Sabam Sirait, mantan anggota DPR RI dan orang terdekat Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Maruarar yang akrab disapa Ara, menyebut pengunduran dirinya dari PDIP adalah untuk mengikuti langkah politik Presiden Joko Widodo. Meski tidak merinci lebih lanjut, banyak yang berspekulasi bahwa keputusan ini mungkin berkaitan dengan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.

Keputusan Maruarar ini tentu membawa dampak bagi PDIP. Pendiri Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, menyebut keluarnya Ara bisa berdampak pada semakin lemahnya PDIP. Publik juga akan melihat bahwa partai merah ini memang tengah mengalami perpecahan. 

Meski demikian, elite partai itu tampak santai menanggapi pengunduran diri Maruarar. Mereka mungkin sudah terbiasa dengan beberapa elite PDIP yang tidak lagi sejalan dan memilih untuk keluar, utamanya di seputaran Pilpres 2024. Sebut saja beberapa waktu sebelumnya, salah satu ikon PDIP, Budiman Sudjatmiko, telah lebih dahulu pamit dari partai karena berbeda dukungan capres untuk Pilpres 2024.

Sementara Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, menilai keluarnya Ara tak akan berpengaruh signifikan karena tokoh yang punya pengaruh besar di PDIP adalah Presiden Jokowi. Artinya, jika nanti Jokowi juga ikut mundur dari PDIP, efeknya baru akan sangat besar terasa.

Meski demikian, perpisahan dengan Ara ini pasti menyisakan kesedihan dan bisa sebabkan PDIP kehilangan pendukung dari simpatisan Ara. Ara adalah salah satu sosok vokal yang kerap menjadi corong PDIP di panggung nasional. Ia kerap jadi wakil yang berdebat dengan lawan politik di TV nasional, pun dalam konteks pembentukan narasi publik. Ia salah satu sosok di PDIP yang dianggap bisa beradu argumentasi dengan tokoh macam Rocky Gerung atau dengan tokoh-tokoh yang lain.

Menariknya lagi, banyak yang menyebut bahwa keluarnya Ara akan punya efek yang lebih besar karena ia mewakili sebuah entitas faksi tertentu di PDIP. Faksi apa itu dan benarkah bisa berdampak signifikan bagi PDIP?  

Barisan Parkindo di PDIP

Menyebut keluarnya Ara dari PDIP akan berdampak signifikan bukan tanpa alasan. Banyak pihak menilai PDIP bisa saja akan dihadapkan pada “bedol desa” para kader hengkang. Seperti sudah disinggung sebelumnya, Ara jadi bagian dari salah satu faksi besar di PDIP. Faksi ini adalah mereka-mereka yang garis politiknya berasal dari Partai Kristen Indonesia atau Parkindo – salah satu entitas yang difusikan ke dalam Partai Demokrasi Indonesia atau PDI yang menjadi cikal bakal PDIP.

Ayah Ara, Sabam Sirait, adalah salah satu tokoh penting Parkindo. Ia terakhir menjabat sebagai Sekjen Parkindo sebelum partai itu difusikan bersama dengan Partai Katolik, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), serta Partai Nasional Indonesia (PNI). Kelima partai ini tergabung dalam Kelompok Demokrasi Pembangunan yang menjadi cikal bakal PDI. Fusi partai-partai ini terjadi di tahun 1970-an akibat kebijakan penyederhanaan parpol yang dikeluarkan oleh pemerintah Orde Baru.

Sabam sendiri disebut sebagai salah satu pendiri PDI. Ia kemudian ditunjuk sebagai Sekjen pertama partai tersebut. Jabatan itu ia pegang selama 3 periode, yakni antara tahun 1973 hingga tahun 1986.

Relasi Sabam dan Megawati juga tidak kalah menarik. Ayah Ara itu disebut sebagai salah satu tokoh utama dan pertama yang membujuk Megawati untuk terjun ke panggung politik nasional. Tidak heran banyak yang kemudian menyebut Sabam sebagai salah satu tokoh senior PDIP yang dekat dengan Megawati.

Setelah PDI pecah akibat pemerintah Orde Baru ikut campur dalam pergantian kepemimpinan partai itu di tahun 1990-an, Sabam memilih bergabung dengan faksi Megawati. Faksi ini menjadi lawan dari PDI Soerjadi yang didukung pemerintah. Di kemudian hari, faksi inilah yang berubah menjadi PDIP.

Sabam juga sosok yang dekat dengan Jokowi. Banyak yang menyebutkan bahwa salah satu alasan mengapa Jokowi bisa punya posisi politik yang kuat adalah karena didukung oleh tokoh elite seperti Sabam. Dukungan ini kemudian diteruskan Ara.

Menariknya, faksi Parkindo juga ikut terlibat dalam persoalan pergantian kepemimpinan di PDIP. Ini terkait siapa yang akan memimpin partai itu pasca Megawati pensiun. Beberapa ulasan menyebut faksi Parkindo ini yang mengusulkan agar Ketum PDIP tak harus yang berasal dari keturunan Soekarno langsung.

Bahkan nama Jokowi sempat pula disebut-sebut sebagai salah satu tokoh yang diusulkan untuk menjadi pengganti Megawati, meskipun tak bisa dipastikan apakah usulan ini pertama kali muncul dari faksi Parkindo atau bukan. Yang jelas ini menunjukkan bahwa posisi politik Ara yang membawa garis politik sang ayah, sangat mungkin punya efek besar bagi PDIP secara keseluruhan.

Bahaya Untuk PDIP?

Dengan demikian, bukan tanpa alasan jika banyak pihak menyebut keluarnya Ara akan punya dampak yang lebih signifikan, katakanlah jika dibandingkan dengan keluarnya sosok macam Budiman Sudjatmiko.

Memang Budiman juga jadi representasi tokoh muda dan ia juga Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang menjadi salah satu corong perlawanan terhadap Orde Baru. Namun, dalam konteks sejarah dan relasi kepartaian, Ara jelas menjadi representasi sebuah gerakan politik yang lebih besar.

Dalam politik ada konsep atau teori tentang faksi politik. Teori ini merujuk pada pandangan atau konsep tentang bagaimana kekuasaan dan pengaruh politik didistribusikan di dalam suatu kelompok atau organisasi politik. Faksi politik adalah kelompok individu yang memiliki kepentingan atau pandangan bersama dan bekerja sama untuk mencapai tujuan politik mereka.

Beberapa ahli yang telah memberikan kontribusi dalam menjelaskan dan mengembangkan teori faksi politik antara lain James Madison yang merupakan salah satu founding fathers Amerika Serikat. Dia mengamati bahwa faksi-faksi adalah bagian alami dari kehidupan politik dan dapat diatur melalui struktur pemerintahan yang baik.

Ahli lain yang juga bicara tentang faksi politik adalah Robert A. Dahl yang membahas bagaimana faksi-faksi bersaing dan berinteraksi dalam proses politik. Jika sudah berbeda jalan, sangat mungkin faksi-faksi ini berubah haluan dan mengakhiri kerja sama.

Memang tidak bisa dipastikan apakah keluarnya Ara dari PDIP berarti keluar pula gerakan Parkindo dari partai ini. Namun, sejarah Ara dan sang ayah sudah lebih dari cukup untuk memperkuat argumentasi soal hal itu. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

Exit mobile version