HomeHeadlineAparat Represif, Negara Sudah Lupakan Rakyatnya?

Aparat Represif, Negara Sudah Lupakan Rakyatnya?

Kecil Besar

Semakin banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada masyarakat tampaknya membuktikan jika negara sudah lupa hakikatnya untuk melindungi semua warga negaranya.


PinterPolitik.com

Berita soal kekerasan kepada masyarakat yang melibatkan aparat kerap kita jumpai. Belum lama ini, muncul kasus penembakan yang diduga dilakukan oleh aparat saat menangani demonstrasi warga di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.

Pada peristiwa itu, warga menuntut hak mereka pada perusahaan perkebunan sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada (PT HMBP).  Warga menuntut plasma sawit dan area lahan di luar HGU PT HMBP sejak 16 September lalu.

Sayangnya, aksi demonstrasi warga yang semula berjalan damai menjadi chaos ketika aparat mulai menembakkan gas air mata. Akibatnya, warga melakukan perlawanan hingga ada korban jiwa.

Dalam kejadian itu, ada satu orang tewas dan dua orang lainnya luka yang diduga akibat peluru tajam yang ditembakkan aparat saat membubarkan warga.

Kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat juga terjadi saat melakukan relokasi terhadap warga yang terdampak pembangunan Kawasan Rempang Eco City di Batam.

Kemudian, ada pula kasus tindakan represif aparat saat warga menolak penambangan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah pada Februari lalu.

Komnas HAM menyebutkan dalam laporannya jika terjadi kekerasan yang mengakibatkan sejumlah warga luka saat penangkapan warga yang menolak penambangan andesit.

Bahkan, jika dilihat kebelakang, ada kasus tragedi Kanjuruhan yang memakan 135 korban jiwa karena penggunaan kekuatan berlebih aparat di dalam stadion sepak bola, yang hingga kini masih belum ada keadilan bagi para korban.

Lantas, dari beberapa contoh kejadian diatas mengapa aparat dan negara terkesan membiarkan terjadinya tindakan represif yang dilakukan aparat?

Baca juga :  Ini Akhir Cerita Thohir Brothers?

Negara Acuh?

Berbagai macam kekerasan yang dilakukan aparat mencerminkan absennya negara dalam melindungi berbagai hak warga negaranya.

John Locke dalam pandangannya di Two Treatises of Government berpendapat bahwa manusia memiliki hak alamiah, termasuk hak atas kehidupan, kebebasan, dan properti.

Kontrak sosial menurut Locke adalah untuk melindungi hak-hak tersebut. Pemerintah dibentuk dengan persetujuan rakyat dan bertugas untuk menjaga hak-hak individu. Jika pemerintah melanggar hak-hak tersebut, rakyat memiliki hak untuk memberontak.

Dalam kerangka teori kontrak sosial Locke, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan harus dinilai berdasarkan pemenuhan atau pelanggaran kontrak sosial.

Aparat adalah agen pemerintah yang memiliki wewenang menggunakan kekerasan dalam menjalankan tugas mereka.

Namun, wewenang tersebut harus digunakan dengan bijaksana dan sesuai dengan prinsip-prinsip kontrak sosial.

Aparat keamanan memiliki tugas utama untuk melindungi hak asasi individu, seperti yang diatur dalam kontrak sosial.

Mereka diharapkan untuk menjaga ketertiban dan keamanan publik tanpa melanggar hak-hak individu. Kekerasan yang digunakan harus selalu sejalan dengan tujuan ini.

Locke menekankan bahwa pemerintah hanya boleh menggunakan kekerasan jika itu adalah tindakan yang proporsional dalam menjaga ketertiban.

Penggunaan kekerasan yang berlebihan atau tidak proporsional dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak sosial.

Jika aparat keamanan atau pemerintah secara umum melanggar hak-hak individu atau tidak memenuhi tugas mereka sesuai dengan kontrak sosial, kembali, Locke meyakini bahwa rakyat memiliki hak untuk memberontak.

kekerasan negara di rempang

Masyarakat Punya Hak Melawan?

Dalam perspektif teori kontrak sosial John Locke, kekerasan yang dilakukan oleh aparat harus selalu dievaluasi dalam konteks pemenuhan kontrak sosial.

Pemerintah dan aparat keamanan harus menjaga hak asasi individu, menggunakan kekerasan secara proporsional, dan melaksanakan tugas mereka sesuai dengan kepentingan rakyat.

Baca juga :  Teror Soros, Nyata atau "Hiperbola"? 

Jika mereka gagal dalam tugas ini, maka tindakan mereka dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak sosial dan masyarakat memiliki hak untuk bertindak sebagai respons.

Melihat dari kasus yang terjadi di Indonesia, tindakan represif aparat kepada warga telah menunjukkan jika aparat dan pemerintah Indonesia telah gagal memenuhi kontrak sosial warganya.

Dalam laporan yang dirilis oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) yang dipublikasikan Juli lalu, telah terjadi 662 peristiwa kekerasan yang melibatkan aparat dalam kurun waktu Juli 2022 hingga Juni 2023.

KontraS menyebutkan jika itu terjadi karena adanya โ€œkultur kekerasanโ€ yang masih kental di lingkungan aparat.

Selain itu, hal yang dapat dipahami dalam laporan KontraS itu mencerminkan kewenangan dan kekuatan besar yang dimiliki oleh para aparat justru kerap disalahgunakan untuk sebuah legitimasi tindakan kekerasan. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau โ€œHiperbolaโ€? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.

Mitos โ€œHantu Dwifungsiโ€, Apa yang Ditakutkan?

Perpanjangan peran dan jabatan prajurit aktif di lini sipil-pemerintahan memantik kritik dan kekhawatiran tersendiri meski telah dibendung sedemikian rupa. Saat ditelaah lebih dalam, angin yang lebih mengarah pada para serdadu pun kiranya tak serta merta membuat mereka dapat dikatakan tepat memperluas peran ke ranah sipil. Mengapa demikian?

Inikah Akhir Hidup NATO?

Perbedaan pendapat antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) belakangan terlihat semakin kentara. Apa maknanya?

Apocalypse Now Prabowo: Sritex dan Tritum Konfusianisme

Badai PHK menghantui Indonesia. Setelah Sritex menutup pabriknya dan menyebabkan 10 ribu lebih pekerja kehilangan pekerjaan, ada lagi Yamaha yang disebut akan menutup pabrik piano yang tentu saja akan menyebabkan gelombang pengangguran.

Tiongkok Pesta Thorium, Bisa Pantik โ€œPerangโ€? 

Dunia dihebohkan dengan kabar bahwa Tiongkok berhasil menemukan cadangan thorium yang jumlahnya diprediksi bisa menghidupi kebutuhan energi negara tersebut selama 60 ribu tahun. Kira-kira, apa dampak geopolitik dari hal ini? 

Ini Akhir Cerita Thohir Brothers?

Mega korupsi Pertamina menguak dan mulai terarah ke Menteri BUMN, Erick Thohir, dan sang kakak, Garibaldi atau Boy Thohir. Utamanya, terkait jejaring kepentingan personal dan politik yang bisa saja akan menjadi pertimbangan Presiden Prabowo Subianto kelak atas sebuah keputusan. Benarkah demikian?

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai โ€œmemanasโ€. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies โ€œAlatโ€ PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi โ€œalatโ€ untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi โ€œDiusikโ€ PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?