Site icon PinterPolitik.com

Apa Itu Contract Farming Yang Dipakai Anies Lawan Jokowi-Prabowo?

jokowi prabowo dan ganjar di jateng 2 169

Jokowi, Prabowo dan Ganjar (Foto: Detik)

Anies mengusung gagasan menarik terkati persoalan pangan. Ia menyebutnya sebagai contract farming. Program ini disebutnya akan menggantikan food estate yang menjadi program andalan Presiden Jokowi – dan berpotensi akan dilanjutkan oleh Prabowo. Pertanyaannya adalah apakah contract farming ini gagasan yang tepat untuk Indonesia?


PinterPolitik.com

Gagasan Anies Baswedan soal contract farming terbilang menarik. Kebijakan ini secara sederhana bisa diartikan sebagai upaya untuk membantu petani memasarkan produknya, sekaligus menjamin masyarakat mendapatkan pangan dengan harga yang terjangkau. Caranya adalah dengan kesepakatan atau kontrak antara petani dan unit pemasaran.

Dengan tensi politik yang saat ini tengah meninggi jelang Pilpres 2024, Anies bahkan menyebut contract farming ini akan jadi solusi untuk menggantikan proyek-proyek food estate yang selama ini sudah dijalankan pemerintah.

Menurut Anies, pertanian kontrak akan memberikan kesejahteraan bagi petani kecil yang selama ini sering dirugikan, misalnya akibat harga gabah yang murah saat panen. Tak hanya itu, banyak kali konsumen juga dirugikan dengan harga beras yang tinggi di waktu-waktu lain. Eks Gubernur DKI Jakarta  ini menyebut, contract farming pernah dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan di ibu kota.

Para petani juga bisa mendapatkan kredit untuk mekanisasi pertanian. Petani bisa melakukan produksi pertanian secara kolektif karena mereka memiliki kepastian siapa yang membeli hasil taninya.

Secara gagasan, contract farming ini menjadi terminologi yang sangat menjual untuk kampanye. Bisa dibilang bahwa Anies punya kartu jitu untuk menghadapi program-program pertanian dan swasembada pangan kandidat lain.

Pertanyaannya tentu saja adalah apakah contract farming memang jauh lebih baik dibandingkan food estate?

Melihat Contract Farming

Secara sederhana, contract farming adalah suatu bentuk kerja sama antara petani dan pembeli – baik orang perorang, perusahaan, maupun unit pemasaran tertentu – di mana terdapat perjanjian tertulis (kontrak) yang mengatur berbagai aspek produksi pertanian.

Dalam kerangka ini, perusahaan pembeli menetapkan persyaratan dan spesifikasi produk yang diinginkan, sementara petani berkewajiban untuk memproduksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Poin pentingnya adalah soal adanya perjanjian antara petani dan pembeli yang diatur secara tertulis dan mencakup berbagai aspek, termasuk harga produk, kuantitas yang akan diproduksi, spesifikasi kualitas, jadwal pengiriman, dan syarat-syarat lainnya.

Kemudian, salah satu fitur utama contract farming adalah penetapan harga di awal kontrak. Ini memberikan kepastian kepada petani mengenai harga jual produk mereka, yang dapat melindungi mereka dari fluktuasi harga pasar.

Institusi pembeli juga biasanya menyediakan bantuan teknis kepada petani, termasuk pemakaian teknologi pertanian terkini, metode manajemen yang lebih baik, dan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil.

Contract farming juga sering kali memberikan akses pasar yang dijamin kepada petani. Ini dapat membantu mereka mengatasi kendala akses pasar dan meningkatkan peluang untuk mendapatkan harga yang lebih baik.

Dengan adanya kontrak, pembeli dapat memastikan pasokan yang stabil dan konsisten. Ini memberikan keuntungan kepada perusahaan dalam mengelola rantai pasokan mereka. Contarcat farming juga dapat memberikan manfaat finansial kepada petani, termasuk akses lebih mudah ke pembiayaan dan pinjaman dari perusahaan pembeli.

Bisa dibilang contract farming dapat menjadi model yang efektif untuk meningkatkan produktivitas, memberikan kepastian bagi petani, dan memenuhi kebutuhan perusahaan pembeli dalam industri pertanian. Namun, perlu diingat bahwa implementasi yang baik dan keseimbangan kepentingan antara petani dan perusahaan pembeli sangat penting untuk menjaga keberlanjutan model ini.

Poin-poin pentingnya adalah soal stabilitas pasokan, di mana kontrak jangka panjang antara petani dan pembeli dapat menjamin pasokan yang konsisten.

Walaupun demikian, contract farming juga memiliki beberapa kelemahan. Misalnya, bisa saja muncul ketergantungan pada pembeli tertentu, di mana petani mungkin saja diposisikan pada titik dengan kekuatan tawar yang tidak seimbang di antara kedua belah pihak.

Kemudian, meskipun kontrak dapat memberikan kepastian harga, ada risiko bahwa harga yang disepakati mungkin kurang menguntungkan dibandingkan dengan harga pasar yang lebih tinggi. Selain itu, beberapa petani mungkin menghadapi ketidakpastian hukum terkait dengan pelanggaran kontrak atau perubahan kondisi pasar yang dapat mempengaruhi hasil panen.

Ini bisa diakibatkan pembeli – dalam kondisi kontrak dengan petani kecil – akan diposisikan cenderung jauh lebih superior. Ini kemudian bisa berakibat pada lahirnya kesenjangan kekuatan negosiasi. Petani sering kali memiliki kedudukan tawar yang lebih lemah dalam negosiasi kontrak, terutama jika mereka adalah produsen kecil atau tidak memiliki alternatif pembeli.

Beberapa penulis macam Philip H. Howard telah menyelidiki dampak contract farming, khususnya dalam konteks global. Karyanya mencakup analisis mengenai hubungan antara petani dan perusahaan dalam model kontrak pertanian. Penulis lain, Christopher B. Barrett juga telah melakukan analisis ekonomi kelebihan dan kekurangan dari berbagai model kontrak pertanian.

Sebagai catatan, dampak kelebihan dan kekurangan contract farming dapat bervariasi tergantung pada implementasi kontrak dan kondisi lokal. Penting untuk menyeimbangkan kepentingan petani dan perusahaan pembeli agar kedua belah pihak dapat memperoleh manfaat yang adil.

Dengan demikian, gagasan Anies di satu sisi bisa saja membawa keuntungan bagi para petani. Namun, implementasinya perlu dipikirkan secara menyeluruh, agar efek negatif yang berlebihan tidak dirasakan dominan oleh para petani.

Kontra Narasi Food Estate

Pertanyaannya kemudian adalah apakah contract farming lebih baik dibandingkan food estate?

Well, nyatanya agak sulit menjawab pertanyaan itu karena melibatkan banyak faktor dan tergantung pada implementasi konkret dari kedua model tersebut. Apalagi, baik contract farming maupun food estate memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda.

Contract farming punya tujuan untuk memastikan ketersediaan pasokan pangan dengan cara pemberdayaan petani dan pemberian jaminan pemasaran produk pertanian. Namun, di tengah kondisi makin berkurang lahan pertanian, contract farming ini bisa saja belum mampu menyelesaikan keseluruhan program ketahanan pangan nasional.

Ini berbeda dengan food estate yang merupakan program skala besar. Food estate biasanya dirancang untuk proyek pertanian skala besar, yang dapat meningkatkan produksi pangan nasional. Dengan demikian, arah programnya juga sedikit berbeda.

Food estate juga dapat memberikan peluang diversifikasi ekonomi di daerah yang terlibat. Ini memberikan daerah kemampuan untuk memproduksi jenis komoditas tertentu yang menguntungkan bagi pendapatan daerah.

Memang, food estate memiliki beberapa kekurangan, misalnya soal kontroversi lingkungan. Pembangunan skala besar dapat menimbulkan masalah lingkungan, seperti kerusakan ekosistem dan perubahan tata guna lahan. Masalah ini terjadi di era pemerintahan Presiden Jokowi. Ini juga menjadi pekerjaan rumah besar bagi Prabowo Subianto mengingat food estate merupakan program yang dijalankan oleh Kementerian Pertahanan yang ia pimpin.

Selain masalah lingkungan, ada juga persoalan konflik lahan yang bisa terjadi dengan masyarakat lokal. Hal ini juga terjadi di era Presiden Jokowi.

Dengan demikian, pertanyaan apakah contract farming lebih baik daripada program food estate bergantung pada tujuan dan konteks spesifiknya. Penting untuk mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari masing-masing model, serta memastikan bahwa implementasinya adil dan berkelanjutan.

Seringkali, solusi terbaik melibatkan pendekatan yang mencakup aspek-aspek positif dari berbagai model untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan spesifik suatu wilayah atau negara. Artinya, dua model ini bisa saja dikombinasikan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan lebih menyejahterakan para petani. Mungkin ini bisa jadi alasan yang dipakai saat bertukar gagasan dalam debat capres-cawapres nanti? Menarik untuk ditunggu hasilnya. (S13)

Exit mobile version