Panggung politik nasional akhir-akhir ini semakin ramai dengan menyongsong Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Di tengah hiruk pikuk Pilpres, muncul simbol dan karakter anime seperti Naruto Uzumaki dan Monkey D. Luffy.
“Nakama ga matten da! Jama su na!” – Monkey D. Luffy, One Piece (1997-sekarang)
Bagamana, para nakama? Sudah siapkah untuk menyongsong Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024?
Mungkin pertanyaan-pertanyaan di atas bisa dengan mudah dijawab oleh sejumlah relawan bagi pasangan bakal calon presiden (bacapres) dan bakal calon wakil presiden (bacawapres) tertentu.
Bagaimana tidak? Sejumlah simbol dan atribut ala anime turut muncul di antara kelompok-kelompok ini.
Sejumlah relawan yang menamai diri mereka sebagai Nakama Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) turut hadir saat pasangan bacapres dan bacawapres tersebut mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu tertentu. Mereka bahkan mengenakan atribut-atribut ala bajak laut Topi Jerami.
Tidak hanya para penggemar One Piece (1997-sekarang), ada juga sejumlah penggemar Naruto (2002-2007) dan Naruto: Shippuden (2007-2017) turut hadir. Mereka menggunakan kepala Naruto Uzumaki dan meng-edit-nya menjadi muka Gibran Rakabuming Raka, bacawapres Prabowo Subianto.
Munculnya simbol dan atribut anime di Pilpres 2024 ini menjadi menarik. Pasalnya, banyak stereotip yang menyebutkan bahwa para penggemar anime – biasa dijuluki otaku atau wibu – adalah orang-orang yang cenderung menutup diri.
Namun, mengapa para wibu ini akhirnya turut serta mengisi diskursus menuju Pilpres 2024? Mungkinkah kemunculan narasi anime juga membawa dampak lebih jauh dalam kontestasi Pilpres 2024?
Wibu Justru Sangat Politis?
Kata siapa wibu adalah anak rumahan yang hanya menikmati keasyikan mereka sendiri? Justru banyak nilai-nilai sosial dan politik yang bisa diambil dari kisah-kisah yang tersaji dalam banyak anime dan manga.
Anime dan manga memang merupakan produk budaya populer asal Jepang yang dikenal luas di banyak negara – mulai dari Indonesia, India, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), hingga Amerika Serikat (AS).
Namun, anime dan manga bukanlah sekadar budaya populer yang menyajikan unsur-unsur hiburan seperti kawaii (cuteness). Sumber kekuatan lunak (soft power) Jepang satu ini memiliki nilai-nilai yang sebenarnya bisa diilhami.
Mengacu ke tulisan Lu Sen dan Zhang Rong dari University of Jinan yang berjudul The Influence of Japanese Anime on the Values of Adolescent, terdapat nilai-nilai di anime dan manga yang turut membawa dampak positif bagi orang-orang dewasa muda (adolescents).
Setidaknya, terdapat tiga nilai sosial dan politik yang biasa ditemukan di anime dan manga, yakni keberanian untuk mengejar mimpi, tekad untuk melawan kesulitan, dan kesadaran kerja sama tim. Nilai-nilai inipun bisa ditemukan di anime-anime seperti Naruto, Naruto: Shippuden, dan One Piece.
One Piece, misalnya, menekankan pada pentingnya kesetiaan terhadap teman dan sahabat (nakama). Ini terlihat jelas dari bagaimana Luffy dan kawan-kawan berjuang mati-matian untuk menyelamatkan Nico Robin – salah satu nakama mereka – dari cengkeraman pemerintah dunia (World Government).
Tidak hanya One Piece, kesetiaan dan kerja sama tim juga muncul di Naruto dan Naruto: Shippuden. Banyak penggemar anime tahu bahwa Naruto Uzumaki berjuang keras untuk bertemu kembali dengan temannya yang membelot, Sasuke Uchiha.
Nilai tentang keberanian untuk bermimpi juga ditunjukkan dalam dua franchise anime ini. Naruto selalu bermimpi untuk menjadi hokage – pemimpin desa Konoha. Sementara, Luffy juga tanpa menyerah mengejar mimpi untuk menjadi Raja Bajak Laut.
Namun, apa makna dari nilai-nilai sosial dan politik yang dibawa oleh anime dan manga ini terhadap kontestasi Pilpres 2024? Mungkinkah ini berkaitan juga dengan upaya perolehan suara?
Anies vs Prabowo, Naruto vs Luffy?
Boleh jadi, para pendukung masing-masing paslon ingin membawa nilai-nilai anime yang mereka sukai. Ini bisa juga menjadi upaya untuk menyebarkan pesan-pesan yang sejalan dengan aspirasi politik para penggemar anime ini.
Namun, keaktifan para penggemar anime ini bukan hanya berada pada dimensi nilai-nilai sosial dan politik yang dibawa. Bukan tidak mungkin, keberadaan para penggemar anime ini juga memiliki dampak elektoral.
Ini bisa terjadi melalui apa yang disebut sebagai propaganda transfer atau pengasosiasian. Mengacu ke tulisan Magedah E. Shabo yang berjudul Techniques of Propaganda and Persuasion, propaganda transfer dilakukan untuk mengaitkan nilai atas suatu entitas terhadap entitas lainnya.
Bukan tidak mungkin, nilai-nilai ke-nakama-an yang dibawa oleh Nakama AMIN menjadi upaya pengasosiasian terhadap paslon Anies-Imin. Bisa jadi, kesetiaan inilah yang akhirnya ingin dikaitkan dengan Anies dan Imin.
Di sisi lain, dalam anime One Piece, Luffy dan kawan-kawan melawan World Government yang korup. Ini bisa juga dikaitkan dengan narasi perubahan yang dibawa oleh Anies dan Imin.
Di sisi lain, nilai-nilai tetap berjuang ala Naruto juga bisa saja ingin diasosiasikan dengan mimpi Prabowo untuk menjadi presiden. Kesamaan nilai inilah yang bisa jadi ditangkap oleh para penggemar Naruto.
Namun, pengasosiasian ini kembali pada masing-masing kandidat soal bagaimana mereka mengolah narasi anime ini. Mungkinkah para penggemar Naruto dan Luffy akan “bertarung” di Pilpres 2024? Ikkuzo, minna! (A43)