Dengan menuduh Anies-Sandi dan PKS menjiplak lagu rohani Yahudi sesungguhnya hal ini adalah serangan yang cukup frontal – mengingat PKS adalah partai Islam yang tidak mungkin menggunakan lagu dari bahasa Ibrani.
PinterPolitik.com
“Music is a moral law. It gives soul to the universe, wings to the mind, flight to the imagination, and charm and gaiety to life and to everything” – Plato (428-348)
[dropcap size=big]S[/dropcap]aat Plato – filsuf yang hidup pada zaman Yunani kuno – menuliskan kata-kata tersebut, mungkin saja ia sedang terpesona oleh musisi yang memainkan lira – sejenis harpa yang populer di zaman Yunani kuno. Nada-nada yang dikeluarkan lira membuat Plato larut dalam imajinasi. Namun, kalau Plato hidup saat ini, mungkin ia akan berubah pikiran dan menuliskan ungkapan yang berbeda saat menyaksikan musik dijadikan alat saling serang dalam politik, khususnya di DKI Jakarta. Kok bisa?
Beberapa hari terkahir ini publik diramaikan oleh perbincangan di media sosial terkait lagu kampanye pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi) yang dituduh menjiplak sebuah lagu dari luar negeri. Lagu yang dituduhkan dijiplak oleh pasangan Anies-Sandi bahkan disebut berasal dari Israel dan merupakan sebuah lagu rohani orang-orang Yahudi. Wah, yang benar? Berikut ini lagu kampanye Anies-Sandi yang diposting oleh akun Youtube PKS-TV pada 24 November 2016 lalu.
Lagu tersebut dituduh sebagai jiplakan sebuah lagu berbahasa Ibrani yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi Israel bernama Gad Elbaz. Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah karena lagu tersebut merupakan sebuah lagu rohani Yahudi yang berisi puji-pujian kepada sang pencipta. Berikut lagu yang dinyanyikan oleh Gad Elbaz berjudul Hashem Melech yang disebut-sebut mirip dengan lagu kampanye Anies-Sandi.
Lagu Hashem Melech ini diposting di Youtube pada 27 Januari 2013 di akun resmi Gad Elbaz. Kalau didengarkan, memang semua melodi di bagian refrain dan chords lagu kedua lagu tersebut sama persis. Hal inilah yang menimbulkan reaksi dari netizen di Indonesia. Judul ‘Hashem Melech’ pun sempat menjadi trending topic twitter pada Jumat, 7 April 2017.
Visinya sih katanya mau bikin Jakarta bersyariah, tapi lagu pemenangannya ngejiplak lagu dari Yahudi. Ini gimana coba? ?
— Ferry Maitimu (@FerryMaitimu) April 7, 2017
Komentar juga datang dari beberapa musisi di tanah air.
Gue harap ada ijinnya ya. Karena sama banget. Persis. Coba cek-> https://t.co/ZSLJ9WDBc2 dan-> https://t.co/ku7h3H7IHY #jktlagubersama
— Joshua Matulessy (@jflowrighthere) April 6, 2017
Terkait hal tersebut, tim sukses Anies-Sandi membantah kalau mereka menjiplak lagu Yahudi. Mereka menyebutkan melodi lagu tersebut telah digunakan oleh PKS pada kampanye Pemilu 2014 lalu. Hanya syairnya saja yang diubah dan disesuaikan dengan konteks Pilkada DKI Jakarta kali ini.
PKS Bantah Jiplak Lagu Penyanyi Yahudi untuk Anies-Sandi https://t.co/pApZXBNu8O pic.twitter.com/8VOvGiN1rr
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) April 7, 2017
Lalu, sebenarnya siapa yang menjiplak siapa?
Lagu Kampanye: Lagu Siapa?
Jika ditelusuri satu per satu, sebetulnya PKS memang pernah menggunakan lagu ini pada tahun 2014 saat kampanye. Lagu berjudul ‘Kobarkan Semangat’ tersebut memang sama dengan lagu kampanye Anies-Sandi, hanya berbeda di liriknya saja. Video lagu tersebut diunggah di akun youtube Anis Matta, yang saat ini menjabat sebagai Presiden PKS.
Hal itulah yang menyebabkan PKS mengklaim lagu kampanye Anies-Sandi tidak menjiplak lagu Yahudi. Lagu Hashem Melech memang sudah dikeluarkan sejak awal tahun 2013, lebih dulu jika dibandingkan dengan lagu versi kampanye PKS pada 2014. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, lagu Hashem Melech yang dinyanyikan oleh Gad Elbaz pun sebetulnya merupakan versi remake dari lagu asli berjudul C’Est La Vie yang dinyanyikan oleh Cheb Khaled – seorang musisi kelahiran Aljazair yang saat ini tinggal di Perancis. Dari sisi lirik saja yang membedakan kedua lagu tersebut – termasuk dalam versi Hashem Melech ada bagian rap yang dinyanyikan oleh Nissim – rapper berkebangsaan Amerika Serikat.
C’Est La Vie sendiri dikeluarkan pada tahun 2012 dan sempat menjadi lagu yang cukup populer di negara-negara Eropa. Lalu, siapa jiplak siapa sebenarnya? Jelas, kalau dilihat dari tahun keluarnya lagu, Khaled merupakan orang yang pertama mempopulerkan lagu tersebut. Lagu itu pun ditulis Khaled bekerja sama dengan beberapa musisi seperti RedOne (bernama asli Nadir Khayat) – seorang produser musik keturunan campuran Moroko dan Swedia yang pernah memproduseri banyak penyanyi ternama seperti Lady Gaga, Michael Jackson, U2, Nicki Minaj, dan masih banyak yang lain.
Gad Elbaz hanya salah satu dari beberapa penyanyi yang membeli izin untuk menggunakan melodi lagu tersebut dalam bahasa lain. Tercatat ada penyanyi lain, misalnya Marc Anthony – seorang penyanyi Amerika Serikat – yang membawakan lagu itu dalam versi Latin dengan judul Vivir Mi Mida. Lagu tersebut pun sukses membantu Marc Anthony menyabet trophy Latin Grammy 2013.
Lalu, apa mungkin PKS meniru Gad Elbaz? Jelas saja tidak mungkin. Sulit membayangkan partai dengan ideologi Islam yang kuat seperti PKS menggunakan lagu yang aslinya berbahasa Ibrani sebagai lagu kampanye. Hal yang paling mungkin adalah PKS meniru lagu asli – C’Est La Vie – yang dinyanyikan oleh Cheb Khaled. Apalagi versi asli lagu ini juga memuat bahasa Arab. Dengan banyaknya versi lagu ini – termasuk juga versi Latin – PKS boleh jadi tidak tahu kalau lagu ini juga dipakai sebagai lagu rohani orang Yahudi.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa berbagai kampanye di media sosial yang menuduh PKS dan pasangan Anies-Sandi meniru lagu Yahudi adalah sebuah serangan kampanye biasa. Mungkin, pertanyaannya adalah apakah PKS dan tim Anies Sandi punya izin menggunakan lagu tersebut? Atau ganti saja pertanyaannya: apakah dilarang menggunakan lagu orang lain untuk bahan kampanye?
Prahara Lagu Kampanye
Sebetulnya, kalau mau dinilai secara fair, penggunaan lagu milik orang lain dalam kampanye bukan lah hal baru di Indonesia. Kita tentu ingat pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 lalu, Jokowi-Ahok yang saat itu berpasangan juga menggunakan lagu orang lain untuk kampanye. Masih ingat dengan lagu ini?
Apakah tim sukses Jokowi dan Ahok saat itu punya izin menggunakan lagu ‘What Makes You Beautiful’ milik grup One Direction ini menjadi lagu kampanye? Tentunya agak susah membayangkan ada izin untuk penggunaan lagu tersebut. Lalu, mengapa tidak banyak orang yang marah-marah saat itu?
Mungkin, hal yang membedakan lagu kampanye Jokowi-Ahok dulu dengan lagu Anies-Sandi saat ini adalah soal kredit untuk lagu asli. Ada sebuah ketentuan tidak tertulis untuk menghargai penulis dan pencipta lagu asli – hal yang berlaku juga untuk membuat cover version sebuah lagu yang diposting di youtube. Di lagu kampanye Jokowi-Ahok ada tulisan judul lagu aslinya serta nama penyanyinya. Sementara lagu kampanye Anies-Sandi yang disadur dari lagu kampanye PKS tidak menyertakan hal tersebut.
Dari sisi penghargaan terhadap hak cipta, PKS boleh jadi kurang berhati-hati – walaupun dalam konteks kampanye, lagu apa pun sebetulnya boleh digunakan dan diubah syairnya. Asalkan tidak untuk dikomersilkan dan tidak menimbulkan kerugian bagi pemilik lagu asli. Yang paling penting adalah kredit atau penghargaan untuk pemilik asli lagu tersebut.
Ada aturan internasional mengenai Intellectual Property Rights (IPR) yang mengikat negara-negara di dunia. Karya musik adalah salah satu hal yang dilindungi oleh aturan ini. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah Indonesia menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS). Aturan yang dikeluarkan oleh World Trade Organization (WTO) – dulunya dikenal dengan GATT (General Agreement on Trade and Tariff) – ini menjadi pedoman perlindungan kekayaan intelektual, termasuk juga hak cipta sebuah lagu.
Saling Jegal Jelang Putaran Kedua
Kejadian menjadi viralnya lagu kampanye Anies-Sandi – yang sudah sejak November 2016 lalu diposting di Youtube, namun baru sekarang dikomentari – menguatkan fakta bahwa saat ini sedang gencar-gencarnya kedua kubu yang bertarung di Pilkada Jakarta, mencari-cari kesalahan lawan yang bisa digunakan untuk menyerang. Momen viralnya lagu kampanye Anies-Sandi ini betul-betul dimanfaatkan oleh tim Ahok-Djarot.
Dengan menuduh Anies-Sandi dan PKS menjiplak lagu rohani Yahudi sesungguhnya menjadi serangan yang cukup frontal – mengingat PKS adalah salah satu partai Islam yang jelas-jelas tidak mungkin menggunakan lagu dari bahasa Ibrani.
Kalau mau ditelusuri secara lebih detil, cobalah cek laman Wikipedia untuk pencarian kata ‘Hasyem Melech’ – yang nyatanya baru dibuat pada tanggal 6 April 2017 (sehari yang lalu). Untuk sebuah lagu berbahasa Ibrani, tentu sangat aneh tidak ada pilihan bahasa yang lain – termasuk bahasa Ibrani dan Inggris – dalam laman tersebut, apalagi saat ini informasi dalam Wikipedia pun bisa diubah dan ditambahkan oleh siapa saja. So, bisa ditafsirkan sendirilah apa maksudnya.
Bagi PKS dan tim Anies-Sandi mungkin perlu berhati-hati dalam memilih lagu kampanye, bukan hanya tentang lagu tersebut berasal dari mana atau dinyanyikan oleh siapa saja. Hal yang paling penting adalah soal menghargai hak cipta. Apalagi lagu tersebut sudah diunggah langsung ke Youtube oleh akun Presiden PKS sendiri dengan menambahkan namanya di depan judul lagu pula.
Setidaknya sehari terakhir ini banyak pengamat musik yang mulai bermunculan, menuliskan penelusurannya di media sosial dan media online tentang lagu mana yang lebih dulu ada. Namun, yang paling penting adalah jangan lupa gunakan hak pilih anda sebagai warga Jakarta pada 19 April nanti. Soal musik – seperti kata Plato – biarlah itu menjadi bagian dari keceriaan dan kegembiraan semua orang. Sebagai bahasa universal, mengapa tidak dinikmati saja? (S13)