Site icon PinterPolitik.com

Anies Cari Top of Mind?

Anies Cari Top of Mind?

Anies mengincar Top of Mind?

Kebijakan Anies memperluas kawasan ganjil-genap menuai protes. Namun, faktanya ada nilai Rp 4,5 miliar dari waktu dan BBM yang bisa dihemat per hari dari kebijakan ini. Selain itu, tentu ada maksud branding politik sang gubernur di balik kebijakannya tersebut.


PinterPolitik.com

[dropcap]T[/dropcap]idak pernah ada habisnya jika kita membicarakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan. Tiap langkah dan ucapannya selalu menuai pro dan kontra dari khalayak ramai. Sosok akademisi yang kini menjadi politisi itu selalu menarik untuk diperbincangkan. Sejak dirinya resmi dilantik menjadi orang nomor satu di Jakarta, kritik dan pujian sering menghampiri dirinya.

Dalam politik, menang dalam pemilihan adalah satu hal. Yang lebih rumit adalah ketika mengelola pemerintahan dan menjalankan mandat kemenangan tersebut. Ibarat dalam musik, jika lirik adalah kampanye, maka memerintah adalah syair. Dalam membuat syair, kita harus terstruktur dan sistematis. Kita juga harus banyak menerima masukan dan ide.

Anies sudah menjadi pemimpin ibu kota sejak tahun 2017. Sejak saat itu ia tidak pernah luput dari kritikan masyarakat. Yang terbaru adalah kebijakannya melakukan perluasan kawasan ganjil-genap.

Meski sosialisasi kebijakan ini sudah dilakukan dalam satu bulan terakhir, banyak masyarakat yang merasa belum tahu dan kecewa dengan adanya kebijakan tersebut. Hal itu bisa dilihat pada hari pertama pemberlakuannya pada tanggal 1 Agustus kemarin. Dalam satu hari, terdapat lebih dari 100 pelanggar. Sebagian mengaku kurang mendapat sosialisasi.

Seperti diketahui perluasan dilakukan demi menjamin waktu tempuh atlet Asian Games nanti, dari wisma di Kemayoran, Jakarta Pusat, ke sejumlah venue yang bertebaran di ibu kota, sesuai target yang ditetapkan.Tak lama sebelum ini, Anies juga mendapat sorotan akibat kebijakannya untuk menutup Kali Sentiong atau kerap disebut Kali Item denga jaring hitam.

Menanggapi hal tersebut, Anies menjawab: “Harap maklum”. Baginya masyarakat diminta memaklumi kebijakan baru tersebut guna melancarkan penyelenggaraan Asian Games 2018.

Anies memang kerap hilir mudik mengeluarkan kebijakan yang kontroversial dan mengundang kritikan dari masyarakat. Apakah hal tersebut memang langkah kepolosan Anies sebagai gubernur, atau menjadi strategi politik tertentu agar namanya semakin melambung guna kepentingan lain yang lebih jauh?

Bounded Rationality, Keterbatasan Anies

Pertanyaan terbesar untuk Anies setelah memenangi pertarungan di Jakarta adalah mampukah dia memerintah dengan kelenturan dan mengakomodasi kepentingan dari segala macam kekuatan yang pernah mendukungnya? Jawabannya bisa ya dan tidak.

Anies kerap mengeluarkan kebijakan tidak populer yang menimbulkan kontroversi. Hal itu tentu ada pertimbangannya dalam tataran agenda kebijakan dan agenda politik. Menurut Wayne Parson, kebijakan publik membahas soal bagaimana isu-isu dan persoalan publik disusun (constructed) dan didefinisikan, serta bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik.

Katakanlah pada kebijakan ganjil-genap ini, tentu Anies sudah mempertimbangkan dampak lanjutan yang akan dihadapi oleh dirinya. Banyak pengamat yang mengatakan bahwa perluasan kawasan ganjil-genap adalah cara yang instan dan sia-sia. Meski begitu, toh Anies tetap menyetujui dan menandatangani pergub ganjil-genap itu.

Faktanya jika dihitung secara ekonomi, Kompas menyebut setiap harinya kebijakan Anies ini bisa menghemat sekitar Rp 2,94 miliar dari sisi waktu, sekitar Rp 1,56 miliar dari sisi BBM, dan menurunkan emisi karbon hingga 26,63 persen. Artinya, kebijakan ini punya sisi yang cukup positif, selain juga merugikan aktivitas pengguna mobil dan pihak-pihak lain misalnya pemilik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berkurang pemasukannya.

Berbagai tanggapan dan kritikan itu memang membuat Anies mungkin jadi politisi yang paling tidak bahagia. Langkahnya kerap meninggalkan ocehan dari kelompok yang tidak menyukainya. Menurutnya, kritikan-kritikan itu merupakan residu yang ditinggalkan setelah Pilkada DKI Jakarta. Meski demikian, nampaknya Anies cenderung cuek.

Belakangan, frekuensi sorotan kepada Anies juga terus meningkat. Mulai dari menutup Kali Sentiong atau kerap disebut Kali Item dengan jaring hitam untuk menangkal bau dari kali tersebut menjelang Asian Games, lalu soal desain baru trotoar di Kawasan Sudirman dan Thamrin dan kini mendapat sorotan terkait perluasan kawasan ganjil-genap di Jakarta.

Khusus untuk program ganjil-genap, Anies meminta warga memaklumi kebijakan itu sebagai pengorbanan yang harus dilakukan DKI dan warganya karena menjadi tuan rumah bagi perhelatan Asian Games.

Munculnya kritikan terhadap kebijakan memang bisa berarti ada hal yang hilang dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Dari perspektif demokrasi, kebijakan publik yang akan diimplementasikan harus mendapatkan dukungan dari publik, yang bisa digali melalui berbagai metode aspirasi, seperti dengar pendapat atau konsultasi publik, diskusi kelompok terfokus, dan sebagainya.

Informasi dari publik sangat penting karena kemampuan wawasan, pengetahuan dan penguasaan pembuat kebijakan tentang masalah-masalah publik kadangkala terbatas. Selain itu, dapat diasumsikan bahwa keterlibatan publik yang lebih tinggi dalam proses pembentukan kebijakan, maka semakin tinggi pula rasa memiliki dan dukungan publik untuk kebijakan tersebut, sehingga mendorong penerapan dan penegakan kebijakan yang efektif.

Terdapat berbagai macam model dalam pengambilan kebijakan publik. Di antara model-model itu, yang paling pas untuk menjelaskan pilihan Anies Baswedan adalah model Bounded RationalityModel Bounded Rationality memperlihatkan adanya keterbatasan seorang pengambil keputusuan (aktor kebijakan) untuk bertindak secara rasional karena berbagai alasan, misalnya keterbatasan kapasitas/kapabilitas, satisfactory atau tingkat kepuasan yang bisa terwujud dari kebijakan tersebut, perhatian dan bargaining atau posisi tawar

Artinya dalam konteks kebijakan ganjil-genap, mungkin saja ada proses sosialisasi yang tidak berjalan dengan baik. Selain itu, tampak bahwa kebijakan ini adalah pilihan turunan akibat adanya instruksi dari pemerintah pusat demi menyukseskan event akbar Asian Games, sehingga ada semacam keterbatasan yang harus dilakukan Anies. Jakarta, sebagai salah satu wilayah yang digunakan selain Palembang, perlu menyesuaikan agar event terbesar se-Asia itu berjalan dengan baik.

Anies Sebagai Brand Politik

Dalam dunia bisnis dan marketing, ada terminologi yang disebut  top of mind awareness. Istilah ini mengacu pada proses branding dari sebuah produk. Top of mind menggambarkan nilai yang melekat di benak konsumen, yaitu  mencerminkan kekuatan brand atau merek tertentu dalam kategori produk tertentu.

Semakin tinggi nilai produk tertentu dalam benak konsumen, maka akan semakin kuat merek tersebut. Dalam hal ini, Anies sedang memainkan peran ini agar popularitasnya semakin meningkat dengan kebijakan-kebijakan yang cenderung kontroversial.

Menurut Jonathan Stray, peneliti dari Columbia School of Journalism, ada keterkaitan antara penyebutan seorang tokoh politik di dalam media dengan popularitas yang akan ia dapatkan. Sejalan dengan Stray, Sergio Zyman dalam The End of Marketing as We Know It, mengatakan strategi menghasilkan merek seringkali lebih penting dari produknya sendiri, dan di pangsa pasar sekarang merek mengalahkan produk.

Merek lebih dari sekedar apa yang kita makan atau minum. Strategi merek merupakan rangkuman dari semua komunikasi kita. Di sini Zyman ingin menunjukkan bahwa hal utama dalam membangun sebuah brand adalah dengan menerapkan strategi yang mumpuni, sekalipun hal tersebut tidak populer dan kontroversial.

Dalam konteks Anies, Ia sebenarnya sedang memainkan perannya sebagai figur politik yang sedang membangun sebuah citra untuk menaikkan daya tawarnya dalam panggung politik nasional. Anies, meminjam istilah Profesor Kakhaber Djakeli, seolah sedang berperan sebagai “pemain catur” sebagai upaya membangun brand awareness dalam konteks marketing politiknya.

Pemain Catur dalam matriks yang disebutkan Kakhaber adalah seorang tokoh politik yang cukup cerdas dalam memainkan sebuah permainan politis. Meskipun hal tersebut membuat dirinya sulit menjadi pemimpin sebuah negara, ia bisa menjadi tokoh berpengaruh dalam percaturan politik.

Pertanyaan kemudian adalah apakah upaya menaikkan brand awareness Anies ini dijadikannya untuk kepentingannya maju dalam Pilpres 2019?

Seperti diketahui, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai pertama yang mengusulkan Anies Baswedan untuk maju dalam Pilpres 2019. PKS memasukkan Anies dalam kandidat capres dari partai berlambang bulan sabit dan padi itu.  Hal itu nampaknya terhalang setelah Partai Demokrat dan Partai Gerindra resmi berkoalisi karena terdapat anggapan bahwa Prabowo akan dipasangkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Namun tidak ada yang pasti dalam dunia politik. Bisa jadi hal ini hanya sebagai siasat sementara, terutama selama koalisi Prabowo belum mengumumkan secara resmi pasangan capres dan cawapres. Masih ada kemungkinan Anies akan maju dalam kontestasi politik 2019, bahkan dipasangkan dengan AHY.

Strategi terakhir ini bahkan dibocorkan oleh politisi PDIP Efendi Simbolon yang menyebut bahwa ia mendapatkan informasi tersebut dari koalisi oposisi dan diperoleh dari informan A1 (akurat).

Jika pada akhirnya koalisi Prabowo memasangkan Anies sebagai capres, maka arah branding politik Anies semakin jelas. Oleh karena itu, menarik untuk menantikan kiprah sang gubernur dalam pusaran politik nasional. (A37)

Exit mobile version