Kasus yang menjerat Andre Taulany dapat merefleksikan wajah perpolitikan Indonesia saat ini. Penistaan agama dapat dipolitisasi oleh kelompok tertentu untuk menggerakan massa dan mendulang suara.
Pinterpolitik.com
[dropcap]K[/dropcap]asus penistaan agama yang dialami oleh Andre Taulany sejak beberapa pekan terakhir masih mengundang banyak perhatian. Dalam kasus tersebut Andre diduga telah membuat bahan bercandaan yang menyinggung umat Islam.
Pelapor kasus ini adalah Sulistyowati seorang pengacara dan juga Persaudaraan Alumni (PA) 212. Pelapor tidak terima Nabi Muhammad menjadi bahan lawakan di siaran langsung di televisi. Laporan Sulis itu teregister dengan nomor TBL/2727/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus per tanggal 4 Mei 2019. Perkara yang dilaporkan menyangkut Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama.
Komedian dan pembawa acara ini telah berusaha meminta maaf kepada semua pihak yang tersakiti. Bahkan, beberapa waktu lalu Andre mendatangi Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk meminta maaf. Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis menasehati Andre untuk tidak berbuat seperti itu lagi dan mengajak seluruh umat Islam untuk menerima permintaan maaf Andre.
Kendati permintaan maaf itu telah diterima oleh pihak MUI, tokoh agama, dan salah satu pimpinan PA 212, akan tetapi kasus ini tetap berjalan di Polda Metro Jaya. Sikap PA 212 untuk tidak mencabut laporan ditegaskan oleh Tim Hukum PA 212, Dedi Suhardadi. Dia menilai meski Andre telah dimaafkan oleh beberapa orang, bukan berarti telah dimaafkan semua orang di PA 212 dan umat Muslim.
Sekarang mau ngeles lagi "Andre di hack orangnya ?" Ga bisa ngeles lu sekarang hadapi umat islam ! Hah! Kufur, gelar Haji aja yang lu pundak ga mabrur!!#AndreTaulanyKufurNikmat #HukumAndreTaulany#PenistaanAgama
— Fendi Samsudin (@samsudin_fendi) May 3, 2019
Tim Hukum PA 212 ini ingin memberikan efek jera kepada orang yang berani membuat bahan bercandaan dan sembarangan berucap terkait nabi dan ajaran Islam. Dia menambahkan bahwa pengadilan yang berhak memutuskan Andre itu bermaksud bercanda atau menista.
Seperti diketahui, kasus Andre bukan yang pertama kali ada di Indonesia. Menurut catatan Setara Institute, sudah ada sebanyak 97 pelaporan terkait penodaan agama sejak 1965-2017. Adapun dari total penistaan agama tersebut terjadi sebanyak 88 laporan sejak 1998-2017. Kasus yang paling menyedot perhatian terjadi pada rentan 2016-2017 kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Kasus Penodaan Agama di Dunia
Kasus penistaan agama yang dialami oleh Andre tidak hanya terjadi di Indonesia. Akan tetapi, telah terjadi di berbagai belahan dunia dengan hukuman yang tidak tanggung-tanggung, yakni vonis mati. Bahkan, penghapusan kasus penistaan agama telah lama diperjuangkan oleh Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka menganggap penerapan hukum terhadap kasus penistaan agama melanggar kewajiban negara untuk menjamin hak sipil dan politik warga. Mereka merekomendasikan agar seluruh negara menghapus atau mencabut undang-undang ini yang dianggap menghalangi kebebasan berekspresi.
Menurut lembaga riset Amerika Serikat, Pew Research Center pada 2014 lalu sebesar 26% negara di dunia memiliki kebijakan atau hukum anti-penistaan agama. Sedangkan, sebesar 13% negara di dunia mempunyai hukum yang melarang penyesatan agama. Negara yang memiliki kebijakan terkait penistaan agama ini dapat menghukum warga negaranya dengan hukuman penjara, denda, bahkan ada yang menghukum mati.
Hukum terkait penistaan agama ini umumnya diterapkan di negara berpenduduk mayoritas Muslim. Akan tetapi, sebagian negara Barat juga memberlakukan hukum ini.
Hukuman terhadap kasus penodaan agama di sebagian kawasan Timur Tengah dinilai sadis oleh beberapa pihak. Contohnya di Iran yang menerapkan hukuman mati kepada orang yang berani menghina nilai-nilai agama, tokoh agama, dan pemimpin negara.
Berdasarkan laporan Kementerian Luar Negara Amerika Serikat yang dilansir CNN, setidaknya ada sebanyak 20 orang yang telah dihukum mati di Iran karena dianggap memusuhi Tuhan. Semisal pada 2014 lalu seorang bloger asal Iran dihukum mati karena menghina Nabi Muhammad di akun Facebook.
Kawasan Asia Selatan semisal Pakistan telah memvonis sebanyak 14 terdakwa dengan hukuman mati dan 19 orang hukuman seumur hidup karena terbukti bersalah dalam kasus penistaan agama. Sedangkan, di Asia Tenggara, negara seperti Brunei memiliki kebijakan kepada orang yang mengklaim sebagai Tuhan dengan hukuman mati atau penjara selama 30 tahun. Malaysia juga menerapkan hukuman selama lima tahun penjara kepada kasus penistaan agama.
Sebagian negara di Barat mempunyai hukum terhadap kasus penistaan agama. Akan tetapi, di negara Barat ini yang berlaku hanya hukuman pidana sekitar satu sampai empat tahun. Tercatat di Denmark hukuman bagi kasus penodaan agama, yaitu hukuman penjara maksimal empat bulan. Negara seperti Jerman akan menghukum terdakwa penista agama selama tiga tahun atau denda materi. Kanada memiliki terkait kasus penistaan agama dengan hukuman sekitar dua tahun penjara.
Lagi lagi seorang Komedian tersandung kasus yang "familiar"
Dalam kasus ini salah satu komedian yang sangat saya pribadi sangat hormati lagi.
Menurut saya,
Selama batas dari blasphemy itu sendiri sangat kabur dan belum jelas.
May God save us all #SaveAndreTaulany https://t.co/K78Mgw2CX8
— Coki Pemuda Sopan (@pardedereza) May 5, 2019
Sementara itu, Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki kebijakan terhadap anti-penistaan agama. Meski beberapa negara bagian memiliki peraturan ini, akan tetapi mereka tidak menjalankan kebijakan negara bagian tersebut karena ada hukum federal terkait Amandemen I Konstitusi mengenai kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Dalam kasus di Amerika Serikat beberapa tindakan secara verbal dan tertulis seperti lelucon, satir, menjelek-jelekan agama dan Tuhan tidak akan diproses lebih lanjut. Akan tetapi, bila berhubungan dengan tindakan fisik, penegak hukum dapat bertindak lebih lanjut dengan kasus pidana bukan penistaan agama.
Penistaan Agama Rawan Politisasi
Hal yang mungkin membuat masyarakat tercengang adalah fakta bila siaran Andre terkait kasus penistaan agama yang tersebar di media sosial telah ada sejak 2017. Kemudian timbul pertanyaan kenapa harus menunggu 2019 untuk menggugat Andre?
Ada dugaan bila PA 212 yang merupakan pendukung kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sedang mencari-cari kesalahan Andre. Niat tersebut muncul karena istri Andre, Rien Wartia Trigina pernah menyerang kubu 02 melalui celotehannya di media sosial. Istri Andre tersebut kini telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan perkara pencemaran nama baik. Selain itu, Andre pernah membuat lelucon yang dianggap menyinggungUstaz Abdul Somad dan Ustaz Adi Hidayat.
Dugaan ini juga datang berdasarkan kedekatan Andre dengan kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Untuk diketahui, Jokowi dan keluarganya telah beberapa kali datang ke acara talkshow yang dipandu oleh Andre. Selain itu, Andre pernah menjadi host pada acara kampanye Jokowi di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Andre juga sempat berfoto dengan artis lain dengan mengenakan topi dengan tanda 01.
Andre Taulany sedang terancam gugatan penistaan agama. Apakah dia menjadi korban politisasi agama? Share on XKetika dikonfirmasi perihal tersebut, pihak PA 212 berkilah baru menonton cuplikan tersebut belakangan ini. Mereka membantah dengan sengaja mencari-cari kesalahan Andre selama ini.
Adapun kasus penodaan agama di Indonesia memiliki pola yang hampir sama sejak zaman Orde Baru hingga setelah reformasi. Pola ini adalah pergerakan massa melalui aksi demonstrasi. Penegak hukum kemudian melanjutkan laporan ini karena kasus dinilai telah meresahkan masyarakat akibat aksi demonstrasi.
Andre mungkin saat ini harus khawatir. Hal ini karena ada pihak yang mengorganisasi massa untuk menyerang dia. Kasus ini menjadi ramai karena di berbagai media sosial rekaman Andre terus diproduksi dan disebarkan. Andre sebenarnya tidak sendiri menghadapi kasus ini. Kasus yang serupa dengan Andre telah lama menimpa Ahok, Meiliana, Lia Aminudin (Lia Eden), Arswendo Atmowiloto, HB Jassin, dan lain-lain.
Namun, kunci dan benang merah dari kasus ini adalah Ahok. Meski masing-masing memiliki motif yang berbeda, akan tetapi keduanya dipersekusi dengan cara yang sama.
Sekilas tentang Ahok, dia tersangkut kasus penistaan agama karena menyebut saingan politiknya menggunakan Surat Al Maidah Ayat 51 untuk bohongi warga. Gelombang demonstrasi kemudian terus berdatangan dengan tema aksi bela Islam. Pergerakan inilah yang melahirkan PA 212 dan melegitimasi kemunculan kelompok Islam konservatif yang memiliki muatan politis.
Gerakan kelompok Islam ini yang berhasil menumbangkan Ahok dalam Pilgub 2017 dan memaksa dia harus mendekam di penjara. Setelah itu, afiliasi kelompok ini semakin jelas karena mendekat dengan partai seperti PKS dan Gerindra dan mendukung kubu 02 pada Pilpres 2019. Sejak itu, kasus penistaan agama telah dijadikan bahan bakar oleh kelompok ini untuk mendulang pergerakan massa. Hal yang paling membahayakan atas fenomena ini, yaitu kasus penistaan menjadi rawan disusupi unsur politis.
Penulis Amerika Serikat, Doug Bandow pernah menulis di The National Interest dan dilansir dari matamatapolitik terkait penistaan agama. Dia menyebutkan ancaman terbesar terhadap praktik kebebasan beragama adalah hukum penistaan agama yang disalahgunakan di Indonesia, Pakistan, dan negara-negara berpenduduk mayoritas Islam.
Doug Bandow menganggap tuduhan penistaan agama merupakan senjata yang sering digunakan dalam menekan kelompok minoritas. Bahkan, dia mengingatkan jika jalannya pengadilan penista agama kerap diintimidasi oleh aksi demonstrasi.
Kembali ke kasus Andre, saat ini, dia tahu sedang berhadapan dengan kelompok yang dulu melaporkan Ahok. Apalagi, di tengah riuhnya pembicaraan tentang Pilpres 2019, kesalahan seperti yang dilakukan Andre ini berpotensi dimanfaatkan celahnya untuk sesuatu yang lebih besar seperti dalam kasus Ahok, apalagi Andre diketahui adalah pendukung Jokowi.
Oleh karena itu, dia datang ke MUI bukan tanpa alasan yang jelas. Dia sudah membaca kasus ini secara politis, bahwa kasus ini bisa meluas sehingga MUI boleh jadi bisa membantunya keluar atas permasalahan ini.
Pada akhirnya, patut ditunggu seperti apa kasus ini akan bergulir. Idealnya, tentu pasal penistaan agama yang memakan banyak korban ini tidak digunakan untuk kepentingan politis belaka. Kita lihat saja bagaimana kasus ini akan berkembang. (R47).