HomeNalar PolitikAndika Tantang Prabowo di 2024?

Andika Tantang Prabowo di 2024?

Menariknya, setelah Andika Perkasa diusulkan menjadi Panglima TNI oleh Presiden Jokowi, semua fraksi di DPR kompak memberikan dukungan. Selain itu, usulan untuk memperpanjang masa aktif Andika sampai 2024 tengah ramai dibahas. Apakah masifnya dukungan ini menunjukkan kejeniusan politik Andika? Kemudian, apakah Andika adalah saingan Prabowo Subianto sebagai kandidat berlatar militer di 2024?


PinterPolitik.com

“Genius is only a superior power of seeing.” – John Ruskin, penulis Inggris

Mungkin ini dapat disebut pemilihan Panglima TNI paling heboh. Mengikuti pemberitaan, hangatnya isu pergantian Panglima telah terdeteksi sejak setahun yang lalu, bahkan mungkin lebih. Sejak diangkat menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) pada 22 Oktober 2014, berbagai pihak menilai Andika adalah kandidat potensial sebagai Panglima. 

Sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengangkat Yudo Margono sebagai KSAL dan Fadjar Prasetyo sebagai KSAU pada Mei 2020, nama Andika disebut yang terdepan menjadi Panglima. Bertolak dari masa jabatan Andika yang hanya setahun, Yudo kemudian diprediksi menjadi pesaing kuat kursi Panglima.

Terlepas dari berbagai drama, endorsement, dan adu pendapat yang ada, Andika sudah diusulkan menjadi Panglima TNI oleh Presiden Jokowi. Saat ini Andika hanya menunggu dilantik karena telah lolos fit and proper test di DPR.

Baca Juga: Andika Jadi Panglima, Hasil PDKT?

Nah, menariknya, persis setelah surat presiden (surpres) pengusulan nama Andika diterima DPR, hampir semua fraksi di DPR terlihat memberi dukungan. Ini terbilang menarik karena sebelumnya penolakan dan kritik terhadap wacana pengusulan Andika deras mencuat.

Yang lebih menarik lagi, belum juga dilantik, saat ini tengah ramai dibahas wacana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI agar masa pensiun TNI diubah dari 58 menjadi 60 tahun. Andika selaku Panglima TNI dari matra AD dibutuhkan untuk mengamankan 2024 yang merupakan tahun politik.

Tidak hanya diusulkan dari parpol koalisi seperti Gerindra, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan, yang notabene merupakan oposisi pemerintah juga mendukung Presiden Jokowi mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) jika ingin memperpanjang masa aktif Andika hingga 2024.

Melihat kuat dan masifnya dukungan politik yang ada, meminjam penjabaran Profesor Kishore Mahbubani, apakah Andika dapat disebut sebagai seorang jenius? 

Jenius yang Mana?

Dalam tulisannya The Genius of Jokowi di Project Syndicate, Mahbubani menyebut Presiden Jokowi sebagai seorang jenius, tepatnya politisi jenius, dengan argumentasi yang menarik. Ini bukan dalam pemahaman umum (common sense) yang mengaitkan kata “jenius” dengan tokoh-tokoh brilian — seperti Albert Einstein, Isaac Newton, ataupun Stephen Hawking — melainkan pada kemampuan konsolidasi politik.

Baca juga :  Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Menariknya, Mahbubani membandingkan kehebatan Presiden Jokowi dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden Brasil Jair Bolsonaro. Berbeda dengan Biden dan Bolsonaro yang belum dapat menyatukan negaranya secara politik, Presiden Jokowi dapat melakukannya meskipun melalui pembelahan politik yang luar biasa di 2019.

Lebih hebat lagi, mantan Wali Kota Solo ini mampu merangkul lawan politiknya, Prabowo Subianto dan Gerindra masuk ke kabinet. Ini jelas kontras dengan Biden yang masih berkutat pada kritik-kritik Donald Trump. Menurut Mahbubani, sebesar 78 persen Republikan bahkan belum mengakui pemerintahan Biden.

Singkatnya, dapat dikatakan pujian jenius Mahbubani merujuk pada kemampuan Jokowi dalam menyatukan kekuatan politik, meredam pembelahan, melakukan konsolidasi, dan menghimpun dukungan politik.

Ratusan tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 1513, dalam bukunya yang terkenal, Il Principe, Niccolò Machiavelli telah menegaskan penjabaran serupa. Tegasnya, kehebatan seorang penguasa, bukan terletak pada kecerdasaan, kebaikan, atau kengeriannya, melainkan kemampuannya dalam mengonsolidasi kekuasaan, meredam potensi perlawanan, dan menjaga dukungan masyarakat.

Merujuk pada penjabaran jenius dari Mahbubani, dengan fakta kepiawaian Andika dalam menghimpun dukungan politik, mungkin dapat dikatakan mantu A.M. Hendropriyono ini layak disebut sebagai seorang jenius – tepatnya politisi jenius.

Baca Juga: Jokowi si Politisi Jenius?

Disebutkan, selain menjalin komunikasi dengan semua matra TNI, Andika juga menjalin komunikasi intens dengan fraksi-fraksi di DPR, khususnya Komisi I. Ini jelas menunjukkan kepiawaian sang alumnus Harvard University dalam membangun jejaring dan dukungan.

Dengan kemampuan tersebut, berbagai pihak kemudian melihat Andika sebagai sosok potensial untuk maju di Pilpres 2024. Tentunya dengan hipotesis Andika memiliki keinginan untuk maju. Bukan tanpa alasan, merujuk pada survei Parameter Politik Indonesia (PPI) pada Februari lalu, sebanyak 30,2 persen responden menginginkan capres-cawapres diisi oleh duet berlatar belakang militer-sipil. Persentase tersebut paling tinggi dibandingkan kombinasi lainnya, seperti sipil-sipil, sipil-militer, atau militer-militer.

Selain itu, seperti penegasan Natalie Sambhi dalam tulisannya Generals gaining ground: Civil-military relations and democracy in Indonesia, hingga saat ini publik masih percaya terhadap kepemimpinan dan kompetensi militer. Oleh karenanya, mungkin dapat dikatakan, Andika akan menjadi pasangan ideal bagi kandidat sipil populer — seperti Anies Baswedan, Puan Maharani, hingga Ganjar Pranowo.

Lantas, apakah Andika akan menjadi pesaing berat bagi Prabowo Subianto selaku kandidat berlatar militer?

Baca juga :  Possible Rebound Andika Perkasa

Lawan Berat Prabowo?

Suka atau tidak, sejauh ini Prabowo merupakan kandidat berlatar militer terkuat. Di berbagai survei, namanya juga bertengger di posisi pertama, setidaknya di tiga besar. Mengutip Kimberly L. Casey dalam tulisannya Defining Political Capital, modal politik (political capital) kandidat berlatar militer lainnya seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gatot Nurmantyo, dan Moeldoko masih kalah dibanding Prabowo.

AHY memang memiliki partai seperti Prabowo, tapi popularitas dan elektabilitasnya masih jauh di bawah. Sementara Gatot dan Moeldoko, keduanya belum memiliki kendaraan partai. Selain itu, menurut John McBeth dalam tulisannya Military Ambitions Shake Indonesia’s Politics, Gatot disebut tidak memiliki karisma personal dan kecerdasan politik yang mumpuni. Sementara Moeldoko, citranya memburuk setelah usaha merebut Partai Demokrat kandas di tengah jalan.

Kendati dinilai banyak pihak potensial menjadi pesaing Prabowo di 2024, pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut ada dua rintangan bagi Andika. Pertama, wacana perpanjangan masa jabatan Andika justru bukanlah hal positif. Kedua, seperti masalah Gatot dan Moeldoko, Andika belum memiliki kendaraan politik.

“Jika ingin maju di 2024, masa jabatan satu tahun saya rasa cukup bagi Andika. Dia akan pensiun ketika namanya menjadi top of mind publik,” ungkapnya. 

Selain itu, jika diperpanjang sampai 2024, Andika tidak dapat melakukan manuver politik untuk mencari kendaraan ataupun modal politik. Andika akan disibukkan mengamankan pemilu dan terkesan menampilkan ambisi politik menggebu karena masih menjabat Panglima. Seperti pernyataan McBeth, manuver kurang tepat dilakukan Gatot karena menunjukkan ambisi politik ketika masih menjadi Panglima.

Menurut Fahmi, jika tidak diperpanjang, masa waktu satu sampai dua tahun dapat dimanfaatkan Andika untuk menjaga eksistensinya dengan melakukan aktivitas dan manuver politik yang relevan. Mantan Pangkostrad tersebut dapat ditarik masuk kabinet atau masuk ke parpol besar. 

Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Andika Tidak Harus Jadi Panglima?, juga telah diberikan saran, jika Andika ingin maju di 2024, ia dapat bergabung dengan PDIP setelah pensiun. Selain karena masalah kedekatan, PDIP juga merupakan satu-satunya parpol yang telah memiliki tiket untuk mengusung capres di 2024.

Sebagai penutup, ada dua hal yang dapat disimpulkan. Pertama, mengacu pada Mahbubani, Andika mungkin dapat dikatakan sebagai seorang politisi jenius. Kedua, jika ingin maju di 2024, wacana perpanjangan masa aktif justru berdampak negatif bagi Andika. Well, kita lihat saja kiprah Jenderal Andika ke depannya. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...