HomeHeadlineAndika Gantikan Ganjar Jadi Capres PDIP?

Andika Gantikan Ganjar Jadi Capres PDIP?

PDIP disebut akan mengevaluasi Ganjar Pranowo apabila elektabilitasnya stagnan dan terus menurun. Apalagi, bergabungnya Partai Golkar dan PAN ke koalisi penyokong Prabowo Subianto membuat posisi PDIP disebut semakin terjepit. Untuk membalikkan keadaan, mungkinkah Andika Perkasa ditunjuk untuk menggantikan Ganjar sebagai capres PDIP?


PinterPolitik.com

“There is nothing I love as much as a good fight.” – Franklin D. Roosevelt

Bicara soal super-sub di sejarah sepakbola, mantan pelatih Manchester United (MU) Ole Gunnar Solskjær telah mencatatkan namanya di papan sejarah. Cerita itu terjadi pada final UEFA Champions League tahun 1999 antara MU vs Bayern Munich. Laga itu disebut sebagai salah satu final paling dramatis yang pernah ada.  

Sepanjang 90 menit MU kalah 0-1 dari Munich. Namun, secara mengejutkan MU berhasil mencetak 2 gol di injury time yang hanya 3 menit. Solskjær yang baru masuk di menit 81 adalah pahlawan MU. Hanya berselang 30 detik setelah gol Teddy Sheringham, Solskjær berhasil memberikan gol kedua sekaligus memastikan trofi kedua Liga Champions bagi Setan Merah.

Tidak hanya di sepakbola, istilah super-sub juga digunakan di dunia politik. Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak adalah contohnya. Ketika ditunjuk sebagai Menteri Keuangan pada Februari 2020, media Inggris Evening Standard menyebut Sunak sebagai super-sub di tengah krisis ekonomi The Three Lion.

Melihat peta politik terbaru, tampaknya PDIP yang kini membutuhkan sosok super-sub. Setelah PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai bacapres pada April 2023, elektabilitasnya justru menurun. Dalam temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI), misalnya, tren penurunan terjadi sejak Mei 2023. Dan kini, elektabilitas Ganjar sudah disalip oleh Prabowo Subianto.

2
(Elektabilitas Juli 2023)

Koalisi Prabowo Menguat

Selain soal elektabilitas, koalisi penyokong Prabowo juga tengah menguat. Masuknya Partai Golkar dan PAN membuat koalisi Prabowo menjadi yang terbesar saat ini.

Anies BaswedanGanjar PranowoPrabowo Subianto
NasDem 59 kursiPDIP 128 kursiGerindra 78 kursi
PKS 50 kursiPPP 19 kursiPKB 58 kursi
Demokrat 54 kursi Golkar 85 kursi
  PAN 44 kursi
Total: 163 kursi (28,34%)Total: 147 kursi (25,56%)Total: 265 kursi (46,08%)

Terkait koalisi gemuk Prabowo, mungkin ada yang merespons biasa. Pada Pilpres 2014 lalu, koalisi Prabowo-Hatta Rajasa juga jauh lebih besar, tetapi PDIP adalah pemenangnya. Itu pula yang menjadi respons Ketua DPC PDIP Kota Solo FX Hadi Rudyatmo. “PDIP dikeroyok itu sudah biasa,” ungkap Rudy pada 14 Agustus 2023.

Baca juga :  Possible Rebound Andika Perkasa
Pilpres 2014Parpol KoalisiKursi DPR RIPerolehan Suara
Prabowo-HattaGolkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, PBB292/560 (52,14%)62,57 juta (46,85%)
Jokowi-JKPDIP, PKB, NasDem, Hanura207/560 (36,96%)70,99 juta (53,15%)

Sayangnya, dapat dikatakan keliru apabila PDIP merujuk situasi Pilpres 2014 untuk merespons situasi saat ini. Alasannya sederhana dan sangat prinsipiil, yakni perbandingan elaktabilitas. Pada Pilpres 2014, popularitas Jokowi yang luar biasa bahkan turut mendongkrak elektabilitas PDIP.

Burhanuddin Muhtadi dalam bukunya Populisme, Politik Identitas, dan Dinamika Elektoral: Mengurai Jalan Panjang Demokrasi Prosedural, menyebutkan bahwa keputusan Megawati Soekarnoputri untuk menunjuk Jokowi sebagai capres pada 14 Maret 2014 telah mendongkrak keterpilihan PDIP di Pileg 2014 yang diselenggarakan pada 9 April 2014.

screenshot 2023 08 15 18 38 47 503 com.android.chrome edit

Seperti yang terlihat pada diagram di atas, sejak Oktober 2013 elektabilitas Jokowi selalu lebih besar dari daya tarik PDIP. Menurut Burhanuddin, saat itu PDIP mengalami penurunan elektabilitas. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia pada 28 Februari-10 Maret 2014, elektabilitas PDIP yang semula hanya 16,6 persen melejit menjadi 24,5 persen setelah penetapan Jokowi sebagai capres.

Dan terbukti, suara PDIP di Pileg 2014 melejit dibanding Pileg 2009. Pada Pileg 2009, perolehan suara PDIP adalah 14.600.091 atau 14,03 persen. Sedangkan pada Pileg 2014, perolehan suara PDIP melejit menjadi 23.681.471 atau 18,95 persen.

Sementara saat ini, jangankan mendongkrak keterpilihan PDIP, elektabilitas Ganjar justru tengah menurun. Kemudian, yang terpenting, tidak seperti Jokowi yang memiliki branding politik kunci, seperti revolusi mental dan blusukan, sampai saat ini Ganjar tidak memiliki branding khas.

Ganjar justru terlihat mencoba menjadi Jokowi 2.0 alias meniru personal branding Jokowi. Pakaian kampanye Ganjar, kemeja garis hitam-putih, juga didesain oleh Jokowi. Ini sudah diakui langsung oleh Ganjar. “Pak Jokowi memberikan desain baju yang saya pakai ini,” ungkap Ganjar pada 19 Juli 2023.

Baca juga :  Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

Waktunya Super-Sub?

Pendaftaran capres-cawapres akan dilakukan pada 19 Oktober – 25 November 2023. Jika dalam waktu dua bulan ke depan elektabilitas Ganjar tetap stagnan, situasi PDIP mungkin akan sama dengan MU di final Liga Champions 1999.

Selagi masih ada waktu dan kesempatan melakukan pergantian pemain, PDIP perlu memasukkan super-sub untuk mencetak gol kemenangan sekaligus memastikan trofi ketiga beruntun di gelaran pilpres.

Lalu, seandainya PDIP akan melakukan pergantian pemain, siapa yang harus dimasukkan untuk mengganti Ganjar Pranowo sebagai capres PDIP? Bukankah ada banyak nama di luar sana?

Dalam artikel PinterPolitik yang berjudul PDIP Pilih Andika untuk Lawan Prabowo?, telah dijelaskan bahwa PDIP sudah menyiapkan nama untuk membendung Prabowo Subianto. Ia adalah Panglima TNI 2021-2022 Jenderal TNI (Purn.) Andika Perkasa.

Belakangan, nama Andika menguat untuk menjadi cawapres Ganjar. Andika sendiri juga telah memiliki KTA PDIP dan mengaku siap mendapat tugas apa pun dari partai. Diangkatnya nama Andika sebagai cawapres Ganjar diduga kuat untuk melawan citra militer Prabowo.

Sebagaimana pernyataan Sun Tzu dalam bukunya yang masyhur, The Art of War: “kenali musuh dan dirimu, maka dalam seratus pertempuran kita tidak akan pernah berada dalam bahaya.”

Jika musuh kuat di citra militer, mengangkat sosok lain dengan citra militer yang kuat adalah strategi yang masuk akal.

Kini, dengan stagnannya elektabilitas Ganjar, mengganti posisi Andika dari cawapres menjadi capres tampaknya layak dipertimbangkan. Bukan tidak mungkin, Andika akan menjadi Solskjær yang menjadi pahlawan MU di final Liga Champions 1999. Andika adalah sosok segar. Citranya juga terpantau kuat dan populer.

Pada 10 Juni 2022, Deasy Simandjuntak dalam tulisannya Looking ahead to Indonesia’s 2024 elections di East Asia Forum, menyebut Andika dapat menjadi kuda hitam di Pilpres 2024. Kebijakan-kebijakan Andika yang “tidak biasa” ketika menjabat Panglima TNI dilihat Deasy merupakan poin yang sangat menarik.

Yang paling menyita perhatian adalah keputusan Andika mengizinkan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mendaftar menjadi anggota TNI. Deasy menyebut kebijakan itu berpotensi menarik dukungan dari 25 juta keturunan PKI.

Ada pula berbagai kebijakan progresif lainnya, seperti menghapus tes keperawanan bagi calon Korps Wanita TNI AD (KOWAD). Itu telah dikupas dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Andika Lawan Mitos Keperawanan?.

Well, kita lihat saja bagaimana kelanjutan pertandingan Pilpres 2024. Saat ini mungkin masih menit ke-60 atau menit ke-70 dalam pertandingan 2 kali 45 menit. PDIP mungkin tengah menunggu sampai menit ke-80 atau bahkan injury time untuk melakukan pergantian pemain. Kita lihat saja apakah akan ada super-sub atau tidak. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...