HomeNalar PolitikAlasan Banyaknya Populasi Asia

Alasan Banyaknya Populasi Asia

Dengarkan artikel berikut

Negara-negara Asia memiliki populasi manusia yang begitu banyak. Beberapa orang bahkan mengatakan proyeksi populasi negara Asia yang begitu besar di masa depan akan membuat wilayah ini sebagai pusat dunia yang baru. Kira-kira kenapa Benua Asia “dipadati” manusia?


PinterPolitik.com

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), populasi Indonesia saat ini mencapai sekitar 273 juta jiwa.

Negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dengan populasi mencapai 1,4 miliar orang. India menyusul sebagai negara kedua terbanyak penduduknya, dengan populasi sebesar 1,38 miliar jiwa.

Ketika populasi negara-negara ini digabungkan, Benua Asia menjadi benua dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Total penduduk di Asia diperkirakan lebih dari 4,5 miliar orang, lebih dari setengah total populasi dunia yang pada November 2022 mencapai 8 miliar orang.

Selain itu, Asia sering disebut-sebut akan menjadi pusat dunia di masa depan karena pertumbuhan demografisnya yang diperkirakan akan terus meningkat dalam tahun-tahun mendatang.

Dari sini muncul pertanyaan penting: Apa yang membuat negara-negara di Asia memiliki jumlah penduduk yang begitu besar?

image

Beras Salah Satu Penyebabnya?

Terkait banyaknya populasi di kawasan Asia, ada sebuah konsel menarik yang dipopulerkan di internet oleh seorang guru di Amerika Serikat (AS) bernama Ken Myers.

Pada tahun 2013, Myers mengunggah sebuah gambar lingkaran dengan pusat di Laut China Selatan (LCS) dan radius 4.000 kilometer. Ia menyatakan bahwa populasi dalam lingkaran tersebut melebihi populasi di luar lingkaran. Lingkaran ini kemudian dinamakan Lingkaran Valeriepieris (Valeriepieris Circle).

Unggahan viral ini menarik perhatian Profesor Ekonomi dari London School of Economics (LSE), Danny Quah, yang kemudian melakukan penelitian untuk memverifikasi klaim Ken Myers. Quah menemukan bahwa klaim tersebut benar dan bahkan membuat lingkaran Valeriepieris lebih kecil dengan radius 3.300 kilometer, tetap menjadi lingkaran geografis dengan populasi terbanyak di dunia.

Baca juga :  IKN dan Sejarah Tanah Kerajaan Tanah Kalimantan

Mengapa begitu banyak orang tinggal di wilayah ini? Salah satu faktor utama adalah agrikultur, yang memainkan peran penting dalam kesuksesan manusia membangun peradaban besar. Menurut penelitian Kees Klein Goldewijk dan rekan-rekannya berjudul “New anthropogenic land use estimates for the Holocene,” pertumbuhan pesat populasi di India dan Tiongkok didorong oleh perkembangan sistem agrikultur mereka, terutama pertanian beras.

Beras adalah makanan pokok di banyak negara Asia, termasuk Indonesia. Ditambah dengan lahan yang subur untuk menanam beras, negara-negara di Lingkaran Valeriepieris mungkin mengalami tantangan kelaparan yang lebih rendah dibandingkan negara-negara lain, seperti di Eropa yang lebih mengandalkan gandum.

Tidak hanya itu, ladang padi beras juga diketahui lebih dapat menghidupi banyak populasi dibanding ladang gandum. Secara rata-rata, satu hektar beras dapat menghasilkan makanan yang cukup untuk mendukung sekitar 15-20 orang per tahun, sementara satu hektar gandum dapat mendukung sekitar 10-15 orang per tahun. Hal ini disebabkan oleh produktivitas yang lebih tinggi dan kandungan kalori beras dibandingkan dengan gandum.

Namun, apakah banyaknya populasi Lingkaran Valeriepieris hany karena beras?

image

Juga Dipengaruhi Faktor Sejarah?

Beras bukan satu-satunya faktor mengapa negara Asia punya populasi yang lebih banyak dari kawasan lain, seperti Eropa. Dari perspektif politik dan sejarah, tingkat konflik politik di Asia yang lebih rendah dibandingkan di Eropa bisa jadi salah satu kecurigaannya.

Seperti yang dibahas dalam video PinterPolitik berjudul “Kenapa Peradaban Barat Bisa Kuasai Dunia?,” jumlah peperangan di Asia lebih sedikit dibandingkan di Eropa. Peperangan-peperangan tersebut bahkan kerap diyakini menghambat pertumbuhan populasi.

Tidak hanya menyebabkan korban jiwa yang banyak secara langsung, perang yang sering terjadi di Eropa juga mengakibatkan munculnya banyak pandemi mematikan, contohnya seperti pandemi Black Death yang membunuh banyak populasi Eropa.

Baca juga :  Ridwan Kamil dan "Alibaba Way"

Sementara, banyak negara konsumen nasi, seperti Tiongkok dan India, memiliki periode stabilitas politik yang lebih panjang dibandingkan dengan negara-negara konsumen gandum di Eropa yang sering terlibat dalam peperangan. Stabilitas ini memungkinkan pertumbuhan populasi yang lebih berkelanjutan.

Dengan demikian, negara-negara Asia mungkin memiliki “start” lebih awal dalam hal populasi manusia karena mereka lebih jarang terlibat dalam peperangan besar dibandingkan negara-negara Eropa.

Well, pada akhirnya hal-hal ini hanya menjadi sebagian kecil dari sejumlah alasan lain yang membuat populasi Asia begitu banyak. Menarik untuk kita ulik lebih dalam lagi di kesempatan selanjutnya. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Dengarkan artikel ini: Dibuat dengan menggunakan AI. Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok...

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

More Stories

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?