HomeNalar PolitikAlam Ganjar, The Next Gibran-Kaesang?

Alam Ganjar, The Next Gibran-Kaesang?

Akhir-akhir ini, bakal calon presiden (bacapres) dari PDIP, Ganjar Pranowo, kerap mengajak putranya, Alam Ganjar, dalam sejumlah kegiatan politik. Mungkinkah Alam bisa menjadi sosok semacam Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, dua putra Presiden Joko Widodo (Jokowi)?


PinterPolitik.com

“When I was a young boy, my father took me into the city to see a marching band. He said, ‘Son, when you grow up, would you be the savior of the broken, the beaten, and the damned?’” – My Chemical Romance, “Welcome to the Black Parade” (2006)

Bagi penggemar musik dan band emo rock, lirik lagu di atas pasti tidak asing terdengar di telinga. Yup, lirik di atas datang dari sebuah band terkenal pada masanya, My Chemical Romance (MCR).

Meski sempat bubar pada tahun 2013 silam, MCR tetap meninggalkan banyak lagu yang begitu familiar bagi kalangan muda di kategori generasi Milenial. Banyak lagunya masih dinyanyikan di sudut-sudut ruang karaoke ketika para Milenial ini bernyanyi bersama teman-teman mereka.

Nah, ada satu lirik menarik dari lagu ini, yakni di awal lagu ini dimulai. Gerard Way – vokalis MCR – dan kawan-kawan se-band-nya menggunakan anekdot ketika dirinya diajak ayahnya untuk pergi ke kota.

Dalam pengalamannya tersebut, ayah dan anak tersebut melihat sebuah parade yang berisikan marching bands. Saat itu, ayahnya-pun bertanya kepada sang anak, “Nak, ketika sudah besar nanti, akankah kamu menjadi penyelamat bagi orang-orang yang tertindas,” tanya ayah tersebut.

Tema anekdot ini kurang lebih mirip dengan para anak dari politisi yang akhirnya ikut orang tuanya untuk berkampanye. Mungkin, pertanyaan yang samalah yang juga ditanyakan bakal calon presiden (bacapres) PDIP, Ganjar Pranowo, kepada anaknya, Alam Ganjar, ketika diajak ikut di acara-acara politik sang ayah.

Saat diwawancarai oleh Rosi, misalnya, Ganjar mengajak istrinya, Atikoh, dan Alam. Rekaman ketika Alam ditanyai oleh Rosi-pun tersebar di media sosial (medsos).

Kehadiran Alam ini sebenarnya bukan fenomena baru dalam politik. Dalam dua pemilihan umum (Pemilu) sebelumnya – yakni 2019 dan 2014, keluarga Joko Widodo (Jokowi) – seperti Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep – juga sering tampil di publik.

Hmm, mengapa anak-anak para politisi ini kerap berpartisipasi dalam kegiatan politik orang tua mereka? Mungkinkah Alam nanti menjadi semacam Gibran-Kaesang selanjutnya?

Harta yang Paling Berharga adalah Keluarga

Pada tahun 1996 silam, terdapat sebuah sinetron yang tayang di pertelevisian Indonesia. Sinetron itu berjudul Keluarga Cemara (1996-2005).

Sinetron itu mengisahkan sebuah keluarga yang dulunya kaya tetapi jatuh miskin. Akhirnya, setiap anggota keluarga harus saling membantu untuk menopang kehidupan mereka sehari-hari.

Pesan utama yang disampaikan oleh sinetron itu adalah keluarga merupakan segalanya. Meski keadaan sulit melanda, keluargalah yang senantiasa hadir untuk saling menguatkan.

Ikatan yang kuat dalam keluarga di Indonesia inipun diamini oleh Bernadette N. Setiadi dalam tulisannya yang berjudul “Indonesia: Traditional Family in a Changing Society”. Meski modernisasi telah terjadi di masyarakat Indonesia, ikatan ini tetap kuat dengan ditunjukkan oleh kecenderungan anak muda untuk tetap bertanggung jawab kepada orang tua mereka.

Bukan tidak mungkin, nilai-nilai inilah yang membuat anak-anak para politisi ini ikut hadir di kegiatan-kegiatan politik orang tuanya. Lagipula, kehadiran merekapun bisa menambah kemungkinan orang tua mereka untuk terpilih.

Mengacu ke tulisan Jennifer Garst dan Galen V. Bodenhausen yang berjudul “Family Values” and Political Persuasion: Impact of Kin‐Related Rhetoric on Reactions to Political Campaigns, keikutsertaan anggota keluarga dalam kampanye sebenarnya bisa meningkatkan persuasi terhadap para pemilih karena adanya nilai-nilai keluarga (family values). 

Tidak hanya di Indonesia, di Amerika Serikat (AS) pun demikian. Dalam studi yang dilakukan oleh Gallup pada tahun 2007 silam, sebanyak 36 persen melihat nilai keluarga sebagai indikator yang sangat penting dalam memilih kandidat dan sebanyak 39 persen menjawab penting.

Mungkin, inilah mengapa para politisi di AS seperti Barack Obama kerap membawa anggota-anggota keluarganya di banyak kegiatan publik. Bahkan, banyak yang menilai bahwa keluarga Obama adalah keluarga impian.

Bukan tidak mungkin, efek yang sama juga ingin didapatkan oleh para politisi di Indonesia, seperti Jokowi dan Ganjar, yang kerap mengajak anggota-anggota keluarga mereka. Namun, apakah hanya itu fungsi anggota keluarga dalam kampanye?

Alam Bukan Gibran-Kaesang?

Bila berbicara soal anak-anak politisi, nama Gibran dan Kaesang mungkin adalah dua nama yang sedang ramai dibicarakan saat ini. Dua nama ini seakan-akan tidak pernah meninggalkan headlines berita di media.

Pasalnya, Gibran sendiri kini telah menjadi Wali Kota Solo sejak tahun 2021 – bahkan kini diwacanakan menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) untuk Prabowo Subianto. Sementara, Kaesang kini menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) PSI sejak akhir September lalu.

Namun, Gibran dan Kaesang tidak begitu saja aktif di dunia politik. Sebelumnya, mereka hanyalah dua pebisnis muda yang populer di media sosial (medsos) akibat ayahnya, Jokowi, yang menjabat sebagai presiden sejak tahun 2014.

Di tahun-tahun itu, ada satu karakter yang khas yang ditunjukkan oleh Gibran dan Kaesang. Karakter tersebut adalah karakter guyon – yang mana selalu ditampakkan ketika menanggapi kritik-kritik yang diarahkan kepada Jokowi.

Ini menunjukkan bahwa Gibran dan Kaesang tidak hanya hadir sebagai penguat nilai keluarga yang dimiliki Jokowi, melainkan juga menjadi semacam “tameng” Jokowi terhadap kritik-kritik yang dilontarkan lawan-lawan politiknya.

Kerap kali, Gibran dan Kaesang menanggapi kritik dengan nada bercanda – membuat kritik menjadi topik yang tidak perlu ditanggapi serius oleh publik. Ini juga sejalan dengan apa yang dijelaskan Salvatore Attardo dalam tulisannya Humor and Laughter yang mengatakan bahwa lelucon bisa menjadi narasi dalam diskurus yang mengarahkan audiens pada interpretasi tertentu.

Tidak hanya menjadi “tameng”, Gibran dan Kaesang juga membangun personanya tersendiri di publik melalui medsos. Boleh jadi, ini mengapa akhirnya Gibran dan Kaesang punya modal politik tersendiri di jejaring dunia maya.

Lantas, apakah Alam juga memiliki hal yang sama dengan Gibran dan Kaesang? Mungkinkah Alam suatu hari nanti bisa menjadi Gibran dan Kaesang 2.0?

Pertanyaan-pertanyaan ini belum tentu bisa memiliki jawaban yang sama di masa mendatang. Namun, hingga kini, Alam belum memiliki eksposur atau popularitas yang sama seperti Gibran dan Kaesang.

Dalam menanggapi pertanyaan wartawan atau publik, Alam juga tidak seproaktif Gibran dan Kaesang saat Jokowi dulu berkampanye sebagai calon presiden (capres). Alam juga belum memiliki modal sosial – dalam arti jejaring relasi – yang seluas Gibran dan Kaesang di berbagai kalangan.

Namun, masa depan Alam juga belum bisa diketahui. Ayahnya, Ganjar, pun masih harus mengarungi dinamika elektoral menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Menarik untuk diamati apakah Alam bisa menjadi “tameng” juga bagi Ganjar. (A43)


Baca juga :  Jokowi ‘Tersandera’ Kaesang?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Ini Aktor di Balik “Fufufafa” Gibran?

Media sosial dibuat ramai oleh posting-an lama akun bernama Fufufafa. Sejumlah posts bahkan menjelekkan Prabowo Subianto dan keluarganya.

Digerogoti Kasus, Jokowi Seperti Pompey?

Mendekati akhir jabatannya, sejumlah masalah mulai menggerogoti Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apakah ini artinya dukungan elite kepadanya mulai melemah?

Titip Salam dari Mega ke Prabowo: Menuju Koalisi?

Seiring dengan “audisi” menteri yang dilakukan oleh Prabowo Subianto untuk kementerian di pemerintahannya, muncul narasi bahwa komunikasi tengah terjalin antara ketum Gerindra itu dengan Megawati Soekarnoputri.

Menuju Dual Power Jokowi vs Prabowo

Relasi Jokowi dan Prabowo diprediksi akan menjadi warna utama politik dalam beberapa bulan ke depan, setidaknya di sisa masa jabatan periode ini.

Jokowi Dukung Pramono?

Impresi ketertinggalan narasi dan start Ridwan Kamil-Suswono meski didukung oleh koalisi raksasa KIM Plus menimbulkan tanya tersendiri. Salah satu yang menarik adalah interpretasi bahwa di balik tarik menarik kepentingan yang eksis, Pramono Anung boleh jadi berperan sebagai “Nokia”-nya Jokowi dan PDIP.

Trump atau Kamala, Siapa Teman Prabowo?

Antara Donald Trump dan Kamala Harris, siapa lebih untungkan Prabowo dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Indonesia di masa depan?

RK-Jakmania dan Dekonstruksi Away Day

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Skeptisisme dan keraguan tertuju kepada Ridwan Kamil (RK) yang dianggap tak diuntungkan kala berbicara diskursus Jakmania dan Persija...

Apa Alasan Militer Tiongkok Melesat?

Beberapa tahun terakhir militer Tiongkok berhasil berkembang pesat, mereka bahkan bisa ciptakan kapal induk sendiri. Apa kunci kesuksesannya?

More Stories

Ini Aktor di Balik “Fufufafa” Gibran?

Media sosial dibuat ramai oleh posting-an lama akun bernama Fufufafa. Sejumlah posts bahkan menjelekkan Prabowo Subianto dan keluarganya.

Trump atau Kamala, Siapa Teman Prabowo?

Antara Donald Trump dan Kamala Harris, siapa lebih untungkan Prabowo dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Indonesia di masa depan?

Mustahil Anies Dirikan Partai?

Usai gagal maju dalam Pilkada 2024, Anies Baswedan mempertimbangkan untuk mendirikan sebuah ormas atau partai politik (parpol).