Putra dari calon presiden (capres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo, yang dikenal dengan nama Alam Ganjar beberapa kali jadi pusat perhatian. Mengapa ketampanan Alam bisa bius diskursus politik?
“Tell Tim Chalamet to come get at me. Skin glowin’, clear of acne” – Tyler, The Creator, “OKRA” (2018)
Beberapa hari lalu, para calon presiden (capres) mengikuti kegiatan debat capres perdana yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakatpun begitu mengikuti dinamika yang terjadi dalam debat tersebut.
Hingga kini, diskusi dan perdebatan antar-warganet juga terus terjadi soal siapa yang lebih unggul dalam menarasikan gagasan-gagasan mereka. Tidak jarang, mereka bahkan saling mendukung capres favorit mereka.
Tentunya, untuk menyiapkan momen spesial ini, para capres memiliki cara mereka masing-masing untuk mempersiapkan diri. Uniknya, capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo, memiliki caranya sendiri.
Ganjar memutuskan untuk refreshing dengan berjalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Di sana, mantan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) tersebut bertemu dengan seorang warga Korea yang kini tinggal di Indonesia.
Uniknya, warga Korea itu mengaku bahwa anak Ganjar, Alam Ganjar, tengah menjadi perbincangan di antara teman-temannya di Korea. “Teman-teman di Korea pikir dia sangat ganteng,” ujar perempuan bernama Haeyeon tersebut.
Pernyataan Haeyeon inipun menarik. Pasalnya, perbincangan soal ketampanan Alam ini tidak hanya terjadi di antara teman-teman Haeyeon.
Dalam sejumlah komentar yang muncul di unggahan-unggahan Alam di akun miliknya (@alamganjar) di Instagram juga menunjukkan pendapat serupa. “Mas Alam udah ganteng, romantis, jago masak lagi,” ujar salah satu komentar di akun Alam.
Namun, bukan tidak mungkin, kehadiran Alam di tengah kontestasi politik menyongsong Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ini turut memengaruhi diskursus politik. Bisa jadi, Alam-pun jadi magnet tersendiri bagi para pemilih.
Mengapa ketampanan atau kecantikan seseorang bisa saja memengaruhi para pemilih dalam pemilihan umum (pemilu)? Mungkinkah ini sebenarnya mengungkap sifat dasar alamiah manusia?
Ketampanan dalam Politik
Mungkin, publik sering menyebut hal ini sebagai privilese jadi orang ganteng atau privilese jadi orang cantik. Bagaimanapun, individu yang menarik (attractive) memang kerap lebih disukai oleh masyarakat.
Pandangan inilah yang juga disebut di banyak penelitian. Viren Swami dalam bukunya yang berjudul Evolutionary Psychology: A Critical Introduction menyebutkan beberapa studi itu.
Dalam hal kejujuran, misalnya, individu yang menarik dinilai lebih jujur dan lebih tidak bermasalah. Begitu juga dalam hal kebahagiaan dan kesuksesan, individu yang menarik dinilai lebih menyenangkan untuk diajak berbicara, lebih bahagia, dan, bahkan, lebih sukses.
Sebenarnya, pandanga–pandangan positif terhadap orang yang tampan dan cantik seperti ini juga sejalan dengan perkembangan evolusi manusia. Setidaknya, penjelasan itulah yang disajikan oleh David M. Buss dan Todd K. Shackelford dalam tulisan mereka yang berjudul Attractive Women Want It All.
Karakteristik-karakteristik yang dinilai krusial dalam upaya bertahan hidup kerap dinilai menjadi karakteristik fisik yang disukai. Alhasil, karakteristik seperti memiliki postur badan yang bagus disebut jadi salah satu insting manusia untuk bertahan hidup.
Inilah mengapa menjadi sifat alami manusia bahwa individu yang tampan dan cantik selalu disukai. Karateristik-karakteristik ini juga yang membuat orang yang menarik sangat mudah untuk disukai.
Ini juga sejalan dengan salah satu bias kognitif yang disebut sebagai halo effect. Mengacu ke tulisan Karen Dion, Ellen Berscheid, dan Elaine Walster yang berjudul What Is Beautiful Is Good, bias ini membuat orang secara langsung mengaitkan ketampanan atau kecantikan dengan sifat-sifat yang dianggap baik.
Lantas, bagaimana dengan kecantikan atau ketampanan dalam politik? Mengapa ketampanan Alam bisa saja menguntungkan Ganjar dalam kontestasi Pilpres 2024?
Alam Jadi Daya Tarik Ganjar?
Dalam masyarakat, individu yang menarik akan selalu diasumsikan baik. Bukan tidak mungkin, pemilih-pun merasa tertarik dengan Alam yang merupakan bagian dari keluarga Ganjar.
Dalam tulisan Dion, Berscheid, dan Walster, dijelaskan juga bahwa penampilan fisik adalah karakteristik seseorang yang paling jelas dan mudah diakses dalam interaksi sosial. Oleh sebab itu, penampilan fisik kerap menjadi poin pertama yang dinilai ketika melihat orang lain.
Alhasil, penampilan fisiklah yang dominan di awal interaksi sosial. Inilah yang kemudian digunakan dalam industri hiburan serta pasar pada umumnya.
Ketika mencari lowongan pekerjaan, misalnya, banyak pekerjaan yang menekankan pada interaksi sosial selalu menambahkan poin good-looking sebagai salah satu kualifikasi. Ini karena individu yang menarik memiliki kekuatan persuasif (persuasive power) tersendiri.
Alastair Davies, Todd K. Shackelford, dan Aaron T. Goetz dalam tulisan mereka yang berjudul Exploiting the Beauty in the Eye of the Beholder, misalnya, menjelaskan bahwa kecantikan atau ketampanan bisa digunakan sebagai taktik persuasif. Inipun juga berlaku dalam politik.
Setidaknya, ini diperkuat dengan penjelasan Azi Lev-On dan Israel Wismel-Manor dalam tulisan mereka yang berjudul Looks That Matter. Dalam tulisan itu, dijelaskan bahwa penampilan fisik juga memengaruhi kesuksesan elektoral.
Bila akhirnya Alam bisa memikat banyak hati, bukan tidak mungkin, nilai-nilai baik juga akan dilekatkan oleh publik kepada Alam. Apalagi, sebagai putra kebanggan Ganjar, ini juga bisa berkontribusi pada persepsi pemilih terhadap Ganjar dan keluarganya.
Bisa saja, orang yang terlihat tampan memang banyak disukai karena memenuhi standar masyarakat. Namun, tetap saja, ketertarikan seseorang pada penampilan fisik tetap saja berbeda-beda. Bukan begitu? (A43)