HomeHeadlineAkankah Najwa Terjun ke Politik Praktis?

Akankah Najwa Terjun ke Politik Praktis?

Kritik tajam yang kerap dilemparkan jurnalis senior Najwa Shihab ke para pejabat dan politisi sering dianggap sebagai representasi dari suara masyarakat. Ini yang kemudian menjadikan sosok Najwa dinilai cukup mumpuni untuk terjun ke dunia politik praktis.


PinterPolitik.com

Acara ”3 Bacapres Bicara Gagasan” di Universitas Gajah Mada (UGM) yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube Najwa Shihab pada Selasa (19/9) kemarin berhasil menarik perhatian publik.

Acara ini kiranya pertama bagi para bakal calon presiden (bacapres) untuk menyampaikan gagasan mereka jika kelak terpilih menjadi presiden dalam satu panggung.

Tidak hanya itu, ketiga bacapres itu juga diharuskan menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Najwa Shihab selaku host dalam acara itu.

Sosok Najwa yang cerdas dan berkarisma membuat publik pada akhirnya merasa aspirasi dan pertanyaan mereka terwakili dalam acara tersebut.

ketika najwa diserang

Najwa memang dikenal sebagai sosok yang vokal dan kerap mengkritik para pejabat dan politisi. Berbagai kritikan dan pernyataan Najwa pun kerap dianggap mewakilkan keresahan banyak masyarakat.

Sosok seperti Najwa ini kemudian seolah menjadi harapan publik akan atmosfer dan kebijakan publik yang lebih baik.

Tingkat penerimaan publik terhadap sosok Najwa membuat dirinya kerap kali “digoda” untuk terjun langsung dalam politik praktis.

Hal ini tak lain karena popularitas Najwa diharapkan dapat menaikkan tingkat keterpilihan partai politik (parpol) dan aktor politik dibelakangnya.

Bahkan, belum lama ini Najwa sempat ditawari untuk menjadi Ketua Tim Sukses (Timses) pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Namun, Najwa dengan tegas menolak tawaran itu. “Saya tidak akan menjadi bagian dari timses kandidat mana pun pada Pilpres 2024,” ungkapnya (18/9/2023).

Dengan adanya penolakan langsung dari Najwa kiranya membuat publik menjadi sedikit tenang karena mereka tidak kehilangan sosok dalam ruang diskursus politik, serta masih ada sosok yang akan mewakili suara mereka secara obyektif.

Baca juga :  Gibran Wants to Break Free?

Lantas, melihat fenomena itu, mengapa sosok seperti Najwa seolah menjadi harapan publik untuk dapat menyampaikan berbagai keresahan dan kritik tajam kepada para aktor politik?

Faktor First Impression

Tanpa disadari, sosok Najwa yang dianggap menjadi representasi berbagai opini dan keresahan publik tak lepas dari latar belakang keluarganya, terutama sang Ayah.

Ayahnya, Quraish Shihab merupakan salah satu ulama yang karismatik dan dihormati masyarakat.

Atas dasar itu, kiranya tak heran jika publik lebih berharap dan merasa terwakilkan pada sosok seperti Najwa dalam menyampaikan keresahan mereka dibandingkan para aktor politik.

Dengan kata lain, tingkat kepercayaan publik kepada sosok yang biasa dipanggil Mbak Nana ini dipengaruhi oleh faktor psikologis. Dalam psikologi, hal ini dapat dipahami lewat konsep halo effect.

Psikolog Edward Lee Thorndike telah lama meneliti tentang efek psikologi itu, hingga kemudian dirinya dapat menyimpulkan bahwa manusia sering kali menilai keseluruhan suatu objek hanya berdasarkan impresi awal yang terlihat.

Halo effect akan membuat individu membentuk asumsi tentang suatu hal berdasarkan informasi-informasi yang menonjol dari seseorang.

Kita kerap menyebut halo effect ini dengan penilaian yang mengacu pada pandangan pertama.

Berdasarkan penjelasan itu, tingkat penerimaan publik yang cukup tinggi dari publik terhadap Najwa kiranya terjadi karena sosoknya yang memang terlihat mempunyai wibawa, karisma, dan kecerdasan dalam menyampaikan pendapat.

Citra positif Najwa dalam setiap menyampaikan pendapat dan kritikan itu membuat dirinya memperoleh kepercayaan publik.

Maka, tak heran jika kiranya pendapat dan kritikan Najwa terhadap para pejabat dan politisi ditunggu-tunggu publik.

Ini bisa dilihat dari tingginya partisipasi publik dalam setiap sosial media Najwa ataupun yang memuat Najwa sebagai pembicara.

Baca juga :  Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor
Mata Najwa Menantang Mafia

Najwa Leader Sesungguhnya

Tingginya partisipasi publik dalam sosial media Najwa atau saat dirinya menyampaikan pendapat dan kritikan terhadap pejabat dan politisi menggambarkan bagaimana cukup berpengaruhnya sosok Najwa.

Sederhananya, sosok Najwa telah menjadi public leader. Hal itu kemudian menjadi sebuah political capital atau modal politik yang cukup untuk menarik massa.

Well, dengan melihat bagaimana begitu berpengaruhnya sosok Najwa Shihab tersebut dalam ruang diskursus politik, menarik untuk melihat akankah Mbak Nana ini akan mengambil kesempatan untuk terjun ke dunia politik praktis. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?