Site icon PinterPolitik.com

Ahok-Vero Sangat Mungkin Bercerai

Ahok-Vero Sangat Mungkin Bercerai

Ahok dan Vero pada suatu kesempatan. (Foto: Kompas)

Keinginan Ahok untuk berpisah dari Vero sepertinya sulit dicegah. Ada yang menyebut kasus ini bukan hanya terkait persoalan personal Ahok-Vero saja, tetapi telah merembet ke ranah politik dan bahkan juga melibatkan perbedaan pendapat di kalangan para penasihat rohani Ahok. Benarkah?


PinterPolitik.com

“Jika salahnya lebih dari satu kali, tergantung jenis kesalahan. Apa pun ketidakcocokan, sakit, ekonomi, dll, tetap tidak boleh cerai, kecuali berzinah! Jadi, jangan jatuh urusan ini.”

– Basuki Tjahaja Purnama –

[dropcap]A[/dropcap]da sebuah dilema besar ketika harus membicarakan persoalan perceraian yang menimpa Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan istrinya Veronica Tan (Vero). Bagaimana pun juga, perceraian adalah persoalan domestik sebuah rumah tangga dan cenderung bersifat personal.

Namun, persoalannya adalah kasus ini mendatangkan kehebohan yang sangat besar di tengah masyarakat Indonesia. Akibatnya, hal yang bersifat personal itu berubah menjadi masalah publik, apalagi Ahok adalah mantan pejabat sekaligus tokoh politik nasional.

Pergunjingan tentang rumah tangga Ahok dan Vero ini akhirnya menjadi topik utama di hampir semua media massa, apalagi pasca beredarnya foto surat gugatan cerai tersebut.

Bukan tanpa alasan, 94 persen orang Indonesia suka menonton TV (survei Nielsen 2013) dan informasi perceraian ini menjadi topik utama di semua stasiun TV, dan karena 24 persen dari jumlah tersebut adalah para penggemar sinetron, maka saga perceraian Ahok-Vero dibahas layaknya membahas telenovela atau drama Turki yang belakangan sering ditayangkan di TV nasional.

Maka, jangan heran jika media-media mainstream pun beramai-ramai membuat spekulasi dan asumsi, layaknya cerita perceraian di sinetron.

Karena belum ada pernyataan resmi dari Ahok maupun Vero, pergunjingan tentang keduanya masih terus berlanjut terutama terkait spekulasi hadir tidaknya mereka pada sidang perdana di akhir Januari nanti.

Sementara itu, reaksi masyarakat juga cenderung terpecah. Ahoker – para pendukung Ahok – garis keras berupaya untuk membendung isu ini, bahkan tidak sedikit yang mengemukakan ‘teori-terori konspirasi’ di balik kasus ini.  Sementara lawan-lawan Ahok menggunakan isu ini untuk semakin menjatuhkan pria kelahiran Belitung itu.

Menilik beberapa pemberitaan, sepertinya Ahok memang serius dengan gugatan perceraian tersebut. Keterangan dari orang-orang yang dekat dengan dirinya juga menyebutkan bahwa Ahok sangat yakin dengan keputusan itu. Apalagi, beberapa pihak menyebut Ahok mendapatkan banyak ‘nasihat spiritual’ dari pihak-pihak yang cenderung mendukung gugatan perceraian yang ia ajukan.

Jika demikian, apakah perceraian ini akan benar-benar terjadi dan menjadi salah satu kisah pembuka di awal tahun politik ini?

Mungkinkah Ahok-Vero Bercerai?

Simpang siur teori konspirasi dan sejenisnya terkait perceraian Ahok-Vero yang tersebar di media sosial, memang tidak bisa dihindari. Para Ahoker punya cerita versi mereka sendiri – dengan segala bumbu politik dan tetek bengek ‘penyedapnya’ – sementara yang lain beramai-ramai menjadi analis hukum, ekonomi, politik, psikologi, cenayang dan peramal dengan segala teori mereka tentang hubungan mantan kader Gerindra dan istrinya itu.

Yang jelas, jika riak-riak ketidakharmonisan sudah terjadi dalam sebuah rumah tangga, maka perceraian adalah muara yang sangat sulit dihindari. Apalagi pengacara Ahok, Josefina Agatha Syukur mengatakan bahwa kliennya telah bertemu dengan istrinya untuk membicarakan masalah ini sejak akhir 2017 lalu. Dengan demikian, para pendukung Ahok yang menganut teori konspirasi mungkin akan gigit jari dalam persoalan ini.

Tuduhan yang berkembang belakangan memang menyebut perceraian ini berkaitan dengan adanya ‘orang ketiga’ dalam rumah tangga mereka. Asumsi tersebut akhirnya mendapat ‘bumbu-bumbu’ ala skrip sinetron dan menjadi pergunjingan yang tak terkendali dengan tajuk ‘perselingkuhan’ di rumah tangga Ahok-Vero. Tapi, apakah cukup perselingkuhan untuk sebuah perceraian?

Nyatanya, dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan, perselingkuhan tidak dapat dijadikan alasan perceraian (dalam KBBI, selingkuh artinya ‘menyeleweng, serong, atau tidak jujur’).

Dalam konteks hubungan dengan ‘orang ketiga’, hanya perzinahan yang bisa dijadikan pertimbangan hakim memutuskan kasus perceraian (zina melibatkan hubungan intim). Namun, untuk membuktikan perbuatan itu sangat-sangatlah sulit karena butuh alat bukti yang komprehensif.

Pada praktiknya muncul beberapa indikator yang bisa digunakan agar gugatan cerai dapat dikabulkan oleh pengadilan. Indikator-indikator tersebut diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 Sebagai Pedoman Pelaksana Tugas Bagi Pengadilan.

Berdasarkan surat edaran tersebut, gugatan cerai dapat dikabulkan jika fakta (persidangan) menunjukkan rumah tangga sudah pecah (broken marriage) dengan indikator: sudah ada upaya damai tetapi tidak berhasil, sudah tidak ada komunikasi yang baik antara suami dan istri, salah satu pihak atau masing-masing pihak meninggalkan kewajibannya sebagai suami istri, telah terjadi pisah ranjang/tempat tinggal bersama, serta hal-hal lain yang ditemukan dalam persidangan (seperti adanya wanita/pria idaman lain, KDRT, main judi, dan lain-lain).

Jika salah satu saja indikator tersebut terpenuhi, maka gugatan cerai dapat dikabulkan pengadilan. Oleh karena itu, dalam kasus Ahok-Vero, hakim bisa menggunakan indikator-indikator tersebut sebagai dasar untuk memutuskan perceraian. Persoalannya tinggal seberapa kuat bukti yang dimiliki Ahok atas tuduhannya terhadap Vero.

Selain itu, secara keagamaan, Ahok juga dipercaya telah menimbang keputusan pengajuan gugatan cerai ini. Beberapa pihak menyebut Ahok telah mendapatkan masukan dari beberapa penasihat rohaninya yang mendukung keinginannya tersebut.

Namun, ada juga penasihat rohani lain yang berseberangan dengan keinginan Ahok tersebut. Informasi tersebut memang masih perlu digali lagi. Jika benar-benar terjadi, maka kasus perceraian Ahok-Vero telah melibatkan level kebijaksanaan institusi agama.

Kasus Politik atau Domestik?

Belum adanya pernyataan resmi dari Vero nyatanya juga melahirkan keraguan lain apakah perempuan yang jago memainkan alat musik cello ini akan hadir pada sidang perdana di tanggal 31 Januari nanti. Tapi, apakah hal itu berpengaruh terhadap keputusan hakim?

Tentu saja. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan diubah lagi kedua kalinya oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, dalam sidang perdana kasus perceraian, pihak suami maupun istri harus datang secara pribadi. Keduanya tidak dapat diwakilkan karena pada sidang pertama hakim akan berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

Namun, jika Vero benar-benar tidak hadir di sidang perdana, hakim dapat menjatuhkan keputusan verstek. Putusan verstek ini adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap, meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Karena tergugat tidak hadir, maka keputusan atas kasus tersebut dijatuhkan tanpa bantahan.

Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Hal ini juga dipertegas oleh seorang pengacara yang pinterpolitik.com hubungi. Ia menyebut bahwa sekalipun Vero tidak hadir pada persidangan perdana, proses perceraian dapat terus berlangsung, bahkan secara hukum akan sedikit memberatkan Vero, misalnya dalam hal hak asuh anak, atau pengurusan harta tertentu.

Secara garis besar, jelas bahwa kasus Ahok-Vero ini punya dimensi yang jauh lebih luas dari sekedar hubungan personal. Ahok adalah tokoh dengan basis massa pendukung yang sangat besar. Kita tentu ingat bagaimana dukungan terhadap pencalonan dirinya lewat jalur independen berhasil mencapai 1 juta KTP. Jumlah tersebut hanya di Jakarta saja, belum termasuk di daerah-daerah lain. Apalagi Ahok adalah tokoh yang sangat populer.

Dengan demikian, kasus ini tentu akan berdampak pada dukungan politik tersebut. Tapi, Ahok kan sudah dipenjara, memang masih butuh dukungan politik? Jangan salah, dukungan politik terhadap Ahok bersifat linear dengan politisi-politisi tertentu, katakanlah misalnya terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ada hubungannya? Mungkin terlalu jauh untuk berandai-andai. Bisa-bisa kita malah terjebak dalam ‘teori-teori konspirasi’ ala para pendukung Ahok.

Yang jelas, dari sisi basis massa politik, peristiwa yang menimpa Ahok ini punya dampak politik yang cukup besar. Jumlah satu juta pemilih di DKI Jakarta saja sudah menggambarkan seberapa besar pengaruh politik Ahok, belum lagi ditambah pemilih di daerah lain. Artinya jelas, kasus ini punya dimensi politik yang kuat.

Pada akhirnya, publik hanya bisa menunggu seperti apa sidang perdana nanti digelar. Apakah Vero akan hadir? Apa yang akan ia katakan tentang tuduhan perselingkuhan yang lalu lalang di hampir semua media? Menarik untuk ditunggu. (S13)

Exit mobile version