Pendukung Ahok dikabarkan kecewa dengan keputusan Jokowi menggandeng Ma’ruf Amin.
PinterPolitik.com
[dropcap]D[/dropcap]eklarasi capres dan cawapres Pilpres 2019 mengejutkan banyak orang. Baik dari kubu petahana maupun kubu oposisi sama-sama menghadirkan nama yang tidak diperhitungkan. Kandidat petahana, Joko Widodo (Jokowi) misalnya memutarbalikkan tebakan banyak orang dengan memilih Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya.
Pengumuman nama Ma’ruf Amin sekilas seperti pilihan yang aman, akan tetapi tampaknya tidak disambut baik oleh semua orang. Salah satu lapisan masyarakat yang tampak tidak terlalu antusias dengan pilihan tersebut adalah pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Respons pendukung Ahok tergolong amat wajar. Ma’ruf Amin dapat dikatakan adalah biang keladi di balik kekalahan dan hukuman yang diderita Ahok. Oleh karena itu, sebagian pendukung Ahok memikirkan opsi untuk tidak memilih pasangan Jokowi-Ma’ruf.
Langkah tersebut bisa mengancam peluang kemenangan Jokowi. Hal ini karena ada pandangan umum bahwa pendukung Ahok adalah pendukung Jokowi juga. Ada irisan antara pendukung Ahok dan pendukung Jokowi. Mau tidak mau, Jokowi harus menjaga suara pendukung Ahok untuk memperbesar peluang kemenangannya.
Ahok Effect
Ahok adalah sebuah fenomena. Tidak pernah ada yang menyangka seorang dengan status double-minority dapat menjadi pemimpin di ibukota. Tak hanya sekadar memimpin, ia tampak begitu dicintai oleh para pendukungnya.
Lihat saja bagaimana fenomena Teman Ahok di tahun 2016. Kala itu, gerakan ini mampu mengumpulkan lebih dari satu juta KTP sebagai syarat dukungan bagi Ahok yang kala itu dipersiapkan untuk maju secara independen di Pilgub Jakarta 2017.
Hampir semua pendukung Jokowi adalah pendukung Ahok.
Tapi tidak semua pendukung Ahok adalah pendukung Jokowi.
Apalagi sekarang Jokowi sudah menjadi bagian dr mereka yg menganiaya dan melakukan abuse thd hak asasi Ahok.#Sikap
— Lusi HQ (@LusiHQ) August 10, 2018
Meski hanya memerintah di Ibukota, Ahok effect dapat dilihat tidak hanya di Jakarta. Hampir seluruh wilayah di Indonesia sepertinya memiliki fan base atau basis massa pendukung mantan anggota DPR ini. Hal ini terlihat terutama ketika Ahok resmi ditahan atas kasus penistaan agama.
Selama berhari-hari, masyarakat melakukan aksi penolakan terhadap penahanan Ahok. Aksi ini dilakukan tidak hanya di sekitar wilayah ibukota saja. Aksi menyalakan lilin untuk Ahok tersebar ke seluruh wilayah Indonesia dan dihadiri oleh jumlah massa yang cukup signifikan.
Kota-kota seperti Medan, Surabaya, Denpasar, hingga Jayapura ikut dalam aksi solidaritas untuk Ahok. Tak hanya itu, kota-kota di penjuru dunia seperti Amsterdam, Toronto, dan Melbourne juga turut dalam solidaritas tersebut.
Tidak hanya berjumlah cukup signifikan, pendukung Ahok juga tergolong loyal dan fanatik. Kiprahnya selama memimpin Jakarta dianggap sangat baik, sehingga menimbulkan kelompok massa yang begitu mencintainya dan menaruh harapan besar padanya.
Pengaruh Ahok bagi politik Indonesia disoroti misalnya oleh Michael Hatherell dan Alistair Welsh dalam jurnal yang berjudul Rebel with a Cause: Ahok and Charismatic Leadership in Indonesia. Mereka menyoroti bangkitnya Ahok dan juga kepemimpinan kharismatiknya.
Ahok dianggap sebagai contoh pemimpin yang mampu mengubah iklim politik di Indonesia. Mantan Bupati Belitung Timur itu sedikit banyak mampu menggeser politik Indonesia yang berbasis identitas dan etnisitas menjadi integritas dan transparansi. Hal ini menjadi fenomena unik, sehingga Ahok mendapatkan banyak pengikut fanatik.
Sejalan dengan itu, sebagaimana disebut oleh Hatherell dan Welsh, Ahok memiliki kepemimpinan kharismatik. Jika merujuk pada Max Weber, otoritas kharismatik merupakan salah satu sumber otoritas yang dapat memiliki banyak pengikut setia. Oleh karena itu, Ahok dapat memiliki banyak pendukung baik di Jakarta maupun di luar Jakarta.
Jokowi Lawan Golput
Berdasarkan kondisi tersebut, maka Jokowi harus mengamankan suara dari pendukung, atau setidaknya orang-orang yang bersimpati kepada Ahok. Sang petahana harus bisa meyakinkan pilihannya untuk menunjuk Ma’ruf sebagai cawapres adalah hal yang benar di mata pendukung Ahok.
Hal ini bisa saja menjadi tugas yang amat berat bagi orang nomor satu di Indonesia tersebut. Perlu diakui, Ma’ruf adalah biang keladi di balik segala penderitaan yang dialami oleh Ahok saat ini. Di mata pendukung Ahok, nama Ma’ruf memiliki reputasi yang teramat buruk.
Menggandeng Ma’ruf di atas kertas adalah langkah yang logis dan aman. Di tengah gelombang isu agama yang terus mendera Jokowi, menggandeng seorang Ketua MUI merupakan jaring pengaman yang sepintas terlihat sulit ditembus oleh kelompok-kelompok Islam penyuka isu identitas.
Dan yg paling kecewa dengan keputusan Jokowi berduet dengan Ma'ruf Amin ini tentunya adalah pendukung Ahok.
Setelah ini mungkin mereka tak punya alasan apapun lagi untuk tetap mendukung Jokowi. #KoalisiIndonesiaKerja— PS (@PartaiSocmed) August 9, 2018
Meski demikian, langkah tersebut bukannya tanpa risiko. Jokowi boleh jadi akan membungkam suara sumbang promotor isu identitas dan mengamankan suara pemilih dari demografi pemilih Islam. Akan tetapi, ia bisa kehilangan suara kelompok pluralis yang selama ini berada di belakangnya. Secara spesifik, Jokowi bisa kehilangan suara dari pendukung Ahok.
Ancaman ini bisa saja jadi kenyataan. Sejumlah pendukung Ahok diwartakan tidak bisa menahan rasa kecewa dengan pilihan Jokowi menggandeng Ma’ruf. Memang, ada yang mengaku tak akan berpaling dari Jokowi. Akan tetapi, ancaman suara pendukung Ahok yang berpindah pilihan tetap ada.
Beberapa pendukung Ahok diyakini tengah mempertimbangkan opsi untuk abstain atau golput pada gelaran Pilpres 2019. Tidak hanya itu, dikabarkan pula ada beberapa relawan Ahok yang memikirkan untuk justru mendukung kompetitor Jokowi, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Jika merujuk kepada survei, persentase pemilih Ahok yang juga pemilih Jokowi tergolong cukup besar. Berdasarkan survei Lembaga Survei dan Politik Indonesia, 53,4 persen pendukung Ahok-Djarot di Pilgub DKI Jakarta adalah pemilih Jokowi di Pilpres 2014. Angka itu baru menggambarkan Jakarta saja dan tergolong menyeramkan jika seluruhnya golput atau lari ke Prabowo-Sandiaga.
Memegang Ahok Sebagai Kunci
Belakangan, beredar surat yang menyatakan kesetiaan Ahok untuk Jokowi agar bisa menjalankan periode keduanya sebagai presiden. Secara spesifik, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menambahkan bahwa Ahok tidak marah terhadap pilihan Jokowi dan bahkan siap ikut kampanye saat ia menghirup udara bebas nanti.
Hingga saat ini, keluarga Ahok belum membenarkan atau juga membantah dukungan Ahok kepada pasangan Jokowi-Ma’ruf tersebut. Pihak keluarga menyebut gelaran pilpres masih cukup lama sehingga belum banyak komentar bisa terlontar.
Mengamankan suara pendukung Ahok boleh jadi dapat menjadi salah satu kunci pembeda agar peluang Jokowi kembali ke RI-1 tetap terjaga. Oleh karena itu, mengamankan Ahok untuk tetap berada di kubu Jokowi adalah hal yang krusial. Sejauh ini, jika klaim Luhut benar, Jokowi tampak sudah bisa memegang dukungan dari mantan koleganya tersebut.
Menjaga endorsement atau dukungan dari tokoh opinion leader adalah hal yang penting . Hal ini diungkapkan misalnya oleh Natalie T. Wood dan Kenneth C. Herbst. Menurut mereka, opinion leader memiliki potensi untuk membentuk opini. Hal ini karena ada beberapa orang yang mengambil saran anjuran dari orang tertentu untuk memilih alih-alih mencari informasi sendiri.
Ahok, dalam konteks ini adalah seorang opinion leader. Secara spesifik, ia adalah seorang pemimpin kharismatik sebagaimana diungkapkan oleh Hatherell dan Welsh di atas, sehingga memiliki banyak pengikut. Oleh karena itu, mendapatkan dukungan dari Ahok adalah hal yang berharga bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf.
Endorsement dari Ahok dapat menenangkan hati para pendukungnya yang dilanda kegundahan karena pilihan Jokowi menggandeng Ma’ruf. Opini para pendukung tersebut dapat dibentuk melalui satu kata dukungan dari mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Endorsement dari Ahok ini dapat menjadi legitimasi bagi para pendukungnya untuk memilih Jokowi. Dalam pandangan Joshua Stockley, profesor dari University of Lousiana at Monroe, endorsement dapat membuat pemilih merasa lebih baik saat menjatuhkan pilihan.
Oleh karena itu, kabar bahwa Ahok telah mendukung Jokowi harus segara dipastikan dengan seterang-terangnya. Hal ini dapat menenangkan para pendukung Ahok agar tidak golput atau lari ke Prabowo-Sandiaga. Dengan begitu, Jokowi bisa mengamankan satu kelompok massa dan dengan demikian kesempatan menang lebih besar dapat dikunci. (H33)