HomeNalar PolitikAda Jokowi di Golkar?

Ada Jokowi di Golkar?

Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo dikabarkan tengah sama-sama mengincar kursi ketua umum Golkar. Keduanya  boleh jadi perlu mengamankan restu Jokowi sebagai orang nomor satu di negeri ini agar bisa merengkuh kepemimpinan tertinggi partai beringin.


Pinterpolitik.com

Partai Golkar tampaknya tak pernah jauh-jauh dari goncangan internal. Selama beberapa waktu terakhir, kursi ketua umum partai berlambang beringin ini tiba-tiba seperti tak lagi nyaman. Ketua Umum petahana, Airlangga Hartarto tiba-tiba harus berhadapan dengan aspirasi yang menginginkan Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengambil kursinya.

Masing-masing pihak merasa memiliki dasar kuat untuk menjadi orang nomor satu di partai yang identik dengan warna kuning tersebut. Salah satu hal yang dijadikan alasan mereka, adalah soal kedekatan mereka dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kubu Airlangga misalnya mengklaim bahwa gestur sang presiden tampak lebih nyaman dengan sang ketum petahana. Sementara itu, bagi kubu Bamsoet, Jokowi juga dekat dengan mantan Ketua Komisi III DPR tersebut karena memiliki relasi antara Presiden dan Ketua DPR.

Sejauh ini, Jokowi sendiri tampak tidak banyak merespons tentang perebutan kursi orang nomor satu di Partai Golkar. Menurut Airlangga, Jokowi menyerahkan perkara tersebut kepada internal Golkar.

Terlepas dari hal tersebut, tampak bahwa Jokowi ikut terseret dalam urusan perebutan takhta tertinggi di Partai Golkar. Lalu, seperti apa sebenarnya peran mantan Gubernur DKI Jakarta dalam hal tersebut?

Mendekati Jokowi

Jokowi memang bukan kader Partai Golkar. Selama ini, ia lebih identik dengan PDIP, partai yang telah menjadi kendaraan politiknya sejak menjadi Wali Kota Solo. Meski begitu, hal ini tampak tak membuatnya tidak memiliki pengaruh di dalam partai Golkar.

Hal tersebut terlihat melalui kubu Airlangga yang mencoba menegaskan bahwa sang presiden cenderung lebih nyaman dengan mereka. Salah satu langkah yang dijalankan adalah dengan membawa 34 DPD Golkar menemui Jokowi di Istana.

Tak hanya itu, penegasan tersebut diperkuat kembali oleh pernyataan dari Ketua DPP Golkar Sabil Rachman. Menurutnya, gestur Jokowi tampak nyaman dengan Airlangga. Hal itu ia artikan bahwa Jokowi mendukung Airlangga hingga tahun 2024.

Kubu Bamsoet tampak tak risau dengan langkah kubu Airlangga yang mencoba menegaskan dukungan Jokowi tersebut. Bamsoet segera berkomentar bahwa pertemuan Jokowi dengan DPD-DPD Golkar yang dibawa Airlangga adalah hal lumrah dan bukan manuver.

Baca juga :  Menguji "Otot Politik" Andika Perkasa

Melalui Yorrys Raweyai, kubu ini juga menyatakan bahwa Bamsoet juga memiliki kedekatan dengan Jokowi karena ia adalah seorang Ketua DPR. Ia menilai hubungan antara Ketua DPR dan presiden membuat Bamsoet tidak kalah dekat dengan Jokowi jika dibandingkan dengan Airlangga.

Pengaruh Jokowi dalam kepemimpinan di Golkar sendiri sebenarnya dapat dilihat dalam Munaslub Golkar beberapa waktu lalu. Menurut John McBeth dalam artikelnya untuk Asia Times, mantan Wali Kota Solo ini sangat berpengaruh dalam mengarsiteki penunjukan Airlangga sebagai ketua umum.

Peran Jokowi sendiri di Munaslub Golkar menjadi besar karena ia memiliki posisi strategis. Sebagai presiden dan pemimpin koalisi, Jokowi secara alamiah memiliki pengaruh besar dengan berbagai sumber daya yang ia miliki sebagai pemerintah berkuasa.

Menjaga Basis

Restu atau setidak-tidaknya kedekatan dengan Jokowi dalam urusan kepemimpinan Golkar tergolong penting jika melihat riwayat dari partai Golkar itu sendiri. Hal ini terkait dengan sifat partai Golkar dan hubungannya dengan kekuasaan.

Ada anekdot yang menyebutkan bahwa Golkar tidak memiliki bakat menjadi oposisi. Pernyataan tersebut boleh jadi ada benarnya jika melihat jejak partai ini yang sejak Orde Baru kerap berada di pihak presiden berkuasa.

Sifat Partai Golkar ini kerap dikaitkan dengan sifat partai yang tergolong ke dalam presidentialized party. Menurut Koichi Kawamura, Golkar merupakan salah satu partai yang paling tepat untuk dikategorikan ke dalam golongan partai tersebut.

Kategori partai seperti itu digunakan untuk menggambarkan partai politik yang mengincar kemenangan di pemilihan presiden karena tergolong partai besar. Dengan menjadi partai berkategori seperti ini, Golkar memiliki kecenderungan untuk mendukung kandidat yang pasti menang. 

Kalaupun mereka mendukung kandidat yang kalah, mereka dapat segera mengubah dukungan ketika pemerintah yang baru sudah terpilih. Hal ini terjadi ketika pada tahun 2014 mereka kalah di Pilpres karena mendukung Prabowo Subianto, lalu berpindah kubu kala Jokowi resmi menjadi presiden.

Partai dengan kategori ini, umumnya mengejar efek ekor jas atau coattail effect dari kandidat yang didukung. Mereka berharap perolehan suara kandidat presiden akan berdampak pula pada kenaikan suara partai di tingkat legislatif.

Berdasarkan hal tersebut, wajar jika Golkar akan tetap terus bersama  Jokowi selama mantan Wali Kota Solo tersebut masih menjadi presiden. Tak hanya sekadar mendukung, Golkar juga akan meminta dukungan dari presiden berkuasa untuk mengamankan partai mereka.

Secara praktis, menjaga dukungan dari Jokowi ini dapat membantu menjaga akar rumput Golkar tetap solid. Karena sifat mereka yang tergolong presidentialized party, mereka dalam kadar tertentu membutuhkan efek popularitas atau pengaruh dari sosok seperti presiden agar dukungan dan – di masa yang akan datang – suara di akar rumput tidak pergi.

Baca juga :  Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Mengamankan Patron

Terlihat bahwa dukungan Jokowi dalam kepemimpinan Golkar menjadi hal yang penting. Boleh jadi, faktor Jokowi akan menjadi salah satu faktor kunci bagi Airlangga dan Bamsoet dalam memperebutkan kursi nomor satu di partai tersebut.

Meski tak dalam kadar yang benar-benar besar, tampak diharapkan menjadi semacam patron bagi siapapun yang hendak menjadi ketua umum Golkar. Tradisi patronase sendiri bukanlah hal yang baru dalam politik Indonesia dan secara khusus di tubuh Golkar.

Sebagaimana disebut di atas, Jokowi digambarkan sebagai sosok yang berpengaruh dalam Munaslub Golkar yang memenangkan Airlangga. Peran tersebut boleh jadi akan kembali terjadi dalam persaingan Airlangga dan Bamsoet. Sumber daya Jokowi sebagai presiden tentu terlalu berharga bagi partai, sehingga masing-masing calon ketua umum akan berupaya mengamankan restu Jokowi.

Jokowi bisa memiliki peran dalam kepemimpinan Golkar Share on X

Jika melihat riwayat tersebut, sebenarnya ada peluang bahwa Jokowi akan kembali mengarsiteki kemenangan Airlangga. Apalagi, Golkar di bawah Airlangga cenderung all out mendukung Jokowi pada Pilpres 2019 lalu.

Meski demikian, hal ini tak membuat Bamsoet sama sekali tak punya peluang. Bagaimanapun, sebagai Ketua DPR, Bamsoet cukup memiliki peran untuk mengamankan Jokowi di dalam gedung parlemen. Selain itu, ia juga tergolong pandai membangun relasi sehingga memiliki jejaring baik di kalangan politisi maupun pengusaha.

Jokowi sendiri menjadi sangat penting boleh jadi tidak hanya karena dirinya sendiri. Saat ini, setidaknya ada dua patron utama Golkar yang ada di pemerintahannya. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan merupakan sosok yang memiliki pengaruh di internal partai beringin.

Oleh karena itu, dukungan Jokowi akan menjadi hal yang amat dinanti untuk kepemimpinan Partai Golkar. Meski demikian, hingga saat ini, tidak ada pernyataan resmi dari Jokowi mengenai siapa yang ia restui menjadi Ketua Umum Golkar, sehingga dukungannya masih menjadi misteri.

Terlepas dari misteri tersebut, tampaknya cukup aman untuk mengatakan Jokowi tetap memiliki peran dalam kepemimpinan Golkar di waktu-waktu ke depan. Kita lihat saja akan seperti apa peran yang dimainkan Jokowi dalam prahara di tubuh partai beringin ini. (H33)

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...