Site icon PinterPolitik.com

Ada Jepang di Pajak Mobil 0 Persen?

Ada Jepang di Pajak Mobil 0 Persen?

Jokowi dan Airlangga Hartarto (Foto: istimewa)

Pandemi COVID-19 membuat banyak sektor ekonomi terdampak berat. Salah satu yang menderita adalah industri mobil. Pemerintah kemudian terapkan relaksasi pajak barang mewah hingga 0 persen.


Pinterpolitik.com

Sedang terpikir untuk beli kendaraan roda empat? Ada kabar gembira, pemerintah memberikan insentif kebijakan pajak mobil 0 persen untuk mobil baru.

Kalau masih kurang, pemerintah juga menerapkan kebijakan lain berupa DP 0 persen untuk pembelian kendaraan tersebut.

Sebenarnya, kebijakan ini diambil pemerintah bukan semata untuk membuat senang pendamba mobil anyar. Langkah ini diambil untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang tengah dihantam pandemi.

Tak bisa dipungkiri, wabah virus corona telah membuat hancur banyak lini ekonomi. Salah satu yang paling terdampak adalah industri otomotif. Kondisi keuangan yang tak menentu membuat masyarakat memilih pos pengeluaran lain ketimbang membeli mobil baru.

Hal inilah yang membuat industri mobil tanah air disinyalir dalam bahaya.

Di atas kertas, kebijakan dari pemerintah ini bisa saja mendorong masyarakat untuk kembali memberi kendaraan roda empat. Meski begitu, sebenarnya apa dampak lain dari insentif pajak mobil 0 persen ini?

Insentif Pajak hingga 0 Persen

Terbitnya kebijakan insentif pajak PPnBM untuk mobil baru hadir bak angin segar di masa pandemi. Bagaimana tidak, kebijakan ini bisa memberi keuntungan bagi pelaku industri otomotif sekaligus bagi para calon pembeli.

Awalnya, kebijakan keringanan pajak mobil ini sempat melewati jalan terjal. Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menolak langkah untuk memberikan insentif pajak untuk kendaraan roda empat. Meski begitu, nyatanya kebijakan ini akhirnya gol juga.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memiliki alasan mengapa ngotot mendorong kebijakan ini. Ia berharap langkah tersebut bisa meningkatkan konsumsi masyarakat, meningkatkan utilisasi industri otomotif, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Adapun daftar mobil yang mendapatkan relaksasi pajak ini tertuang di dalam Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 169 tahun 2021 tentang Kendaraan Bermotor Dengan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Ditanggung Oleh Pemerintah Pada Tahun 2021.

Berikut adalah 21 mobil yang berpotensi mengalami penurunan harga sebagaimana disebut dalam lampiran keputusan tersebut:

Relaksasi pajak ini sendiri akan dilakukan bertahap selama tiga periode.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.010/2021 tentang PPnBM atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Anggaran 2021, tahapan itu adalah:

Melihat Sisi Lain

Di atas kertas, kebijakan pajak mobil 0 persen itu mungkin bisa membantu perekonomian negeri ini. Sebagaimana disebutkan di atas, insentif ini bisa saja membuat pegiat industri dan pembeli tersenyum lebar.

Meski demikian, kebijakan tersebut sebenarnya bisa pula dilihat dari dimensi lain. Hal ini terutama jika melihat potensi efektivitasnya ketika sudah berlaku.

Para pengamat misalnya sebenarnya menilai positif kebijakan ini. Meski demikian, beberapa dari mereka merasa kebijakan ini berpotensi tak memberikan efek yang benar-benar besar.

Salah satu alasan utamanya pandemi yang mengubah pola belanja masyarakat. Pos pengeluaran yang semula bisa digunakan untuk barang mewah boleh jadi akan teralih untuk urusan kesehatan dan banyak kebutuhan primer lain. Terlebih, mobilitas masyarakat juga terbatas sehingga membeli mobil mungkin tak jadi pilihan utama.

Masih terkait wabah COVID-19, banyak juga yang menilai kalau idealnya pemerintah fokus pada penanganan pandemi seperti proses vaksinasi dan pemberian bantuan kepada masyarakat terdampak.

Tak hanya itu, ada juga yang menilai kalau pemerintah menjalankan kebijakan pajak mobil 0 persen ini bisa membuat penerimaan pajak dari sisi kendaraan berkurang. Akibatnya, pemerintah harus mengatur anggaran dengan potong anggaran di sisi lain atau bahkan berutang.

Kebijakan penurunan pajak ditambah dengan DP 0 persen juga sebenarnya menimbulkan kekhawatiran di benak beberapa orang. Banyak yang cemas bahwa kebijakan ini bisa menjadi bubble economy yang bisa menimbulkan krisis.

Tak hanya itu, meski memang pembelian mobil di tahun 2020 mengalami penurunan jika dibanding tahun sebelumnya, menurut GAIKINDO, sebagaimana dikutip Kontan angka penjualan di tahun tersebut sebenarnya sudah memenuhi target.

Jepang Dominan?

Lalu, berkaca dari kondisi tersebut adakah sisi lain yang bisa dilihat dari insentif pajak mobil 0 persen ini?

Jika mau dirunut lebih jauh, dari total 21 jenis mobil yang akan menikmati kebijakan ini, sebagian besar adalah merek asal Jepang. Tak bisa dimungkiri, negeri matahari terbit itu memang tergolong dalam industri otomotif negeri ini.

Dari kondisi tersebut, industri kendaraan roda empat asal Jepang berpotensi mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini. Industri yang disebut-sebut hampir terpuruk bisa jadi akan bangkit akibat insentif pajak 0 persen.

Publik kemudian bisa bertanya-tanya mengapa banyak anggota kabinet Jokowi tergolong getol mendorong kebijakan ini. Jika melihat pemberitaan di media, sosok Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kerap terkait dengan kebijakan ini.

Belakangan, nama Menteri Perdagangan M. Luthfi juga acap memberikan dukungan kepada keringanan pajak tersebut.

Ketiga sosok ini bisa dibilang memiliki kedekatan dengan negeri matahari terbit tersebut. Selama menjabat sebagai Menteri Perindustrian, ia tergolong sering menjalin relasi dengan korporasi asal Jepang.

Lalu, Menperin Agus Gumiwang pernah menjadi wakil ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang (PPIJ). Terakhir, Mendag M. Luthfi pernah menjadi duta besar RI untuk Jepang.

Kondisi tersebut bisa saja membuat publik bertanya mengapa tiga sosok ini tergolong rajin mendorong relaksasi pajak mobil hingga 0 persen.

PPnBM atau di negara lain kerap disebut sebagai luxury tax sebenarnya memiliki tujuan khusus.

Salah satu skema unik dari penerapan luxury tax ini terjadi pada liga basket paling terkenal di dunia yaitu National Basket Association. Di liga bola basket asal Amerika Serikat tersebut, pajak barang mewah akan diberikan kepada tim yang memiliki pemain dengan gaji mewah.

Studi mengenai pajak ini bisa dilihat dalam penelitian Helmut M. Dietl dan kawan-kawan bertajuk The Effect of Luxury Taxes on Competitive Balance, Club Profits, and Social Welfare in Sports Leagues. Tujuan dari pajak ini tak lain adalah menciptakan keseimbangan kompetitif.

Jika berkaca pada kondisi di atas, hilangnya luxury tax untuk mobil tersebut bisa saja membuat dominasi Jepang atas industri otomotif di Indonesia tetap ada. Memang, kebijakan ini bisa menyelamatkan banyak pihak, tetapi industri mobil Jepang tentu bisa dianggap paling menikmati.

Minimnya kompetisi di industri mobil boleh jadi akan tetap ada di mobil pabrikan Jepang akibat kebijakan ini.

Terlebih, kebijakan tax break ini sendiri memang kerap kali lebih menguntungkan kalangan korporat. Hal ini diungkapkan misalnya dalam laporan Jesse Drucker dan Eric Lipton saat menyoroti kebijakan Donald Trump di AS.

Dengan berbagai dampak minim dari kebijakan relaksasi pajak ini, boleh jadi wajar jika publik bertanya-tanya, betulkah kebijakan ini murni untuk daya beli kelas menengah dan pertumbuhan ekonomi atau untuk kelangsungan bisnis mobil asal Jepang? (H33)


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version