Nama Abdee sebagai Komisaris Telkom tentu sulit diterima oleh publik. Sebagai musisi, Abdee dinilai tidak kompeten dalam mengisi posisi tersebut. Banyak yang menilai terpilihnya Abdee hanya merupakan politik balas budi atas kampanyenya mendukung Jokowi. Benarkah demikian?
Gitaris Slank, Abdi Negara Nurdin atau biasa dikenal Abdee, menempati posisi Komisaris Independen PT Telkom Indonesia Tbk mulai Jumat, 28 Mei 2021.
Dalam sekejap, jabatan baru Abdee menjadi trending topic di Twitter. Banyak penggemar Slank atau disebut Slankers mengaku kecewa. Slank yang dinilai selama ini kritis terhadap pemerintah dianggap menyeleweng. Di saat yang sama, banyak juga yang tidak keberatan melihat musisi idolanya menjadi komisaris BUMN.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan Abdee tidak memiliki kapasitas yang berkaitan pada bidang tersebut. Apalagi saat ini Telkom memiliki sejumlah tantangan untuk memenuhi harapan publik di tengah pandemi.
Baca Juga: Abdee Slank, Anak Band “Sukses”?
Berbagai kritik pun dijawab oleh pemerintah dan pihak Telkom. Ahmad Reza yang mewakili pihak Telkom menjelaskan Abdee telah berkecimpung dalam dunia digital dan hak kekayaan intelektual (HAKI). Atas dasar pengalaman tersebut, Abdee dinilai berkompeten di bidang digital.
Sementara Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan Abdee diangkat pada posisi Komisaris untuk memperkuat konten yang diproduksi Telkom. Sebagai seniman, Abdee dipercaya dapat membantu Telkom membuat konten yang dapat dijual ke masyarakat.
Terlepas dari pro dan kontra yang ada, apa makna di balik pengangkatan Abdee sebagai Komisaris Independen PT Telkom? Apakah ada maksud politis?
Politik Balas Budi?
Abdee secara personal mengungkapkan dukungannya terhadap Joko Widodo (Jokowi). Sebagai relawan Jokowi, Abdee berkontribusi pada kemenangan Jokowi dalam dua kali Pilpres.
Selain itu ada Ahmad Dhani yang mengapresiasi tindakan pemerintah. Ia berharap bahwa Abdee dapat memperjuangkan nasib musisi lainnya. Dhani mengakui bahwa semakin hari nasib musisi kian terpuruk.
Jika dilihat dari keluh kesah Dhani, ada harapan dari para musisi agar Abdee dapat membantu musisi dan seniman Indonesia, terutama di masa pandemi saat ini. Ini tentu memunculkan hubungan yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme antara musisi dan BUMN.
Hal ini semakin diperkuat oleh pernyataan tokoh jazz dan industri hiburan Indonesia, Peter Gontha. Peter mengatakan jabatan baru Abdee di BUMN akan memberikan kesempatan bagi seniman untuk membangun industri hiburan dengan melakukan kolaborasi antara seniman dan BUMN.
Disebutkan bahwa salah satu alasan Abdee menduduki posisi strategis di Telkom, yakni untuk memperkuat konten Telkom agar dapat dijual di publik. Dalam membuat konten, tentu Abdee bisa melibatkan kawan-kawan seniman sehingga kedua pihak saling menguntungkan.
Akan tetapi, hubungan simbiosis mutualisme ini juga dikhawatirkan akan meredam sikap seniman yang aktif mengkritik pemerintah. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui konsep kooptasi dari Philip Selznick melalui bukunya TVA and the Grass Roots. Selznick mengatakan bahwa kooptasi merupakan proses politik yang memasukkan “pihak luar” atau non-elected outsiders ke dalam pemerintahan untuk mengelola oposisi dan menjaga stabilitas.
Melakukan kooptasi dengan melibatkan Abdee di jajaran BUMN dapat menjadi manuver pemerintah untuk menekan kritik oleh para musisi.
Hal ini dapat dilihat dari perbedaan sikap Slank dalam menanggapi isu korupsi. Walaupun Abdee mendukung Jokowi dalam pilpres, Abdee juga tetap kritis atas Jokowi. Abdee mengkritik pencalonan Budi Gunawan yang terjeret kasus rekening gendut di KPK pada 2015 lalu.
Baca Juga: KPK dan Hilangnya Suara Slank
Abdee dan teman-teman seniman dan aktivis menulis surat terbuka kepada Jokowi untuk membatalkan pencalonan Budi Gunawan. Permintaan tersebut pun dikabulkan oleh Jokowi, walaupun Budi Gunawan kemudian menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Namun sikap Slank justru berbeda dalam menanggapi isu tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK. Menjelang pengangkatan Abdee sebagai Komisaris Telkom, Slank memilih diam dalam menanggapi isu TWK yang sedang menjadi pergunjingan publik.
Perbedaan sikap dalam menanggapi isu korupsi ini bisa saja menunjukkan bahwa jabatan baru Abdee mempengaruhi sikap politik Slank. Slank bisa saja mempengaruhi sikap musisi lainnya untuk ikut diam, mengingat Slank aktif dalam menginisasi pergerakan politik di antara komunitas seniman.
Perubahan sikap Slank terhadap pemerintah tentu menjadi kekhawatiran. Hal tersebut membawa kita ke pertanyaan selanjutnya. Apakah jabatan baru Abdee dapat mencemari citra Slank yang digadang-gadang sebagai band yang aktif mengkritik pemerintah?
Slank Tidak Idealis?
Slank dikenal sebagai band yang idealis dan vokal dalam menyuarakan isu sosial dan politik. Ini diakui sendiri oleh drummer Slank Bimbim pada diskusi bertajuk ‘Menyelami Alam Pikir Slank’ tahun 2016 lalu. Bimbim mengatakan bahwa Slank mengkritik pemerintah melalui lirik lagunya.
Pada salah satu wawancara, Bimbim juga mengatakan bahwa Slank memiliki idealisme dan selalu bersikap menjaga lingkungan dan anti-korupsi. Namun banyak Slankers yang menilai Slank tidak “seberisik” dahulu dalam mengkritik pemerintah.
Penilaian tersebut dilontarkan ketika Slank memilih untuk mendukung tokoh politik, seperti Jokowi dan juga Ahok. Slank menilai bahwa kedua tokoh memiliki idealisme untuk mewujudkan perubahan. Bimbim menjelaskan bahwa Slank memiliki sikap politik untuk kepentingan rakyat dan siap dihujat jika melenceng dari prinsip mereka.
Sesuai dengan pernyataan Bimbing, konsekuensi tersebut dialami oleh Slank. Tidak lama ini, Slank dihujat oleh warganet dengan munculnya tagar #SlankPenipu yang meramaikan linimasa Twitter. Warganet kesal dengan sikap Slank yang dianggap diam dalam isu penonaktifan sejumlah pegawai KPK karena tak lulus TWK.
Publik pun menilai bahwa Slank terlihat lebih vokal pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada masa SBY, Slank vokal membela KPK, seperti saat kasus cicak vs buaya yang diasosiasikan KPK melawan Kepolisian. Slank juga membuat lagu “Where are You Mr. President” untuk menyindir SBY.
Redupnya suara Slank dalam membela KPK di masa Jokowi mungkin saja dipengaruhi oleh kepentingan atas jabatan Abdee di BUMN. Faktor lain bisa jadi dipengaruhi oleh sejarah dan preferensi politik personel Slank.
Baca Juga: Jokowi dan Konsekuensi Vote Shaming Slank
Keluarga Bimbim disebutkan memiliki kedekatan dengan Soekarno. Kakeknya Bimbim adalah Soemarno Sosroatmodjo, Gubernur DKI Jakarta pertama yang dipilih oleh Soekarno. Kedekatan keluarga Bimbim dengan Soekarno juga terlihat pada kehadiran Soekarno pada pernikahan orang tua Bimbim. Selain itu, Ibunya Bimbim yang akrab dipanggil bunda Iffet juga memperoleh penghargaan dari Megawati.
Mungkin saja latar belakang Bimbim juga mempengaruhi arah politik Slank. Bimbim dan gitaris Slank Ridho pernah mengatakan bahwa Soekarno dan Hatta merupakan tokoh politik idola mereka.
Sikap Soekarnois personel Slank mungkin bisa menjelaskan sikap Slank yang lebih vokal dalam mengkritik pemerintah di era SBY daripada Jokowi. Jika asumsi ini benar, mungkin Slank tidak seidealis seperti yang dipikirkan oleh banyak orang. Dalam praktiknya, idealisme tidak selalu sejalan dengan prinsipnya. (R66)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.