HomeNalar Politik2024 Waktunya Yusril Jadi Wapres?

2024 Waktunya Yusril Jadi Wapres?

Pertemuan Ketua Umum (Ketum) Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra dengan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto tampak membuka peluang duet tokoh nasional itu di Pilpres 2024. Lalu, apakah Yusril memang pantas mendampingi Prabowo dalam Pilpres nanti? 


PinterPolitik.com 

Dinamika politik menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024 semakin terlihat. Beberapa partai politik (parpol) mulai melakukan penjajakan politik untuk menentukan siapa calon yang akan diusung. 

Salah satu koalisi yang menarik adalah rencana koalisi besar yang digagas oleh beberapa parpol. Indikasi itu pun semakin terlihat jelas ketika Ketua Umum (Ketum) PBB Yusril Ihza Mahendra mengunjungi kediaman Prabowo Subianto dalam rangka membahas koalisi dalam menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024. 

Koalisi tersebut juga diprediksi akan mengusung Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) dalam Pilpres nanti. 

Selain membahas koalisi besar yang akan diusung, pertemuan tersebut tampaknya juga membahas kemungkinan Ketum PBB tersebut mendampingi Prabowo di Pilpres 2024 mendatang sebagai calon wakil presiden (cawapres). 

Hal tersebut pun tidak dibantah oleh Prabowo seusai pertemuan dengan Yusril. Prabowo mengatakan semua kemungkinan masih bisa terjadi karena belum ada keputusan final terkait siapa yang akan diusung dalam Pilpres nanti, termasuk peluang Yusril untuk mendampinginya. 

Yusril lantas juga memuji gagasan koalisi besar yang salah satunya diinisiasi oleh Prabowo dan Partai Gerindra dengan mengatakan poros politik itu merupakan cerminan politik Indonesia dimana semua elemen bergabung untuk membangun bangsa. 

infografis yusril cocok jadi cawapres

Menjelang Pilpres 2024 ini nama Yusril seolah kembali muncul sebagai calon yang dapat diperhitungkan. 

Hal ini tampaknya seolah disadari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendukungnya untuk maju dalam Pilpres 2024. Jokowi mendorong Yusril untuk menghimpun dukungan partai politik agat dapat memenuhi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen. 

Melihat pengalaman dan dukungan politik yang diperoleh, tentu ini menjadi modal yang cukup untuk membuat nama Yusril diperhitungkan dalam bursa calon di Pilpres 2024 mendatang. 

Lantas, mengapa “modal” tersebut menjadi penting untuk seorang Yusril maju dalam Pilpres 2024? 

Yusril Punya Modal Kuat? 

Pierre Bourdieu dalam bukunya The Forms of Capital menjelaskan modal sosial adalah properti individu yang bersumber dari status sosial seseorang. Modal sosial tersebut tidak dapat dimiliki secara alamiah bagi semua orang dan modal tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperoleh kekuasaan. 

Disaat yang sama, Kimberly L. Casey dalam publikasi yang berjudul Defining Political Capital: A Reconsideration of Bourdieu’s Interconvertibility Theory, juga mengadopsi pendekatan yang dilakukan Pierre Bourdieu untuk menjelaskan esensi modal politik. 

Casey menjelaskan seseorang memiliki sejumlah modal yang bisa dikonversi menjadi modal politik. Modal-modal yang dikonversi menjadi modal politik ini dapat menjadi keuntungan bagi karier politik individu tersebut. 

Baca juga :  “Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Mendukung dua penjelasan sebelumnya, Regina Birner dan Heidi Wittmer mengatakan dalam tulisan yang berjudul Converting Social Capital into Political Capital bahkan menjelaskan jika seseorang yang sudah mempunyai modal sosial kemudian dapat dikonversi menjadi modal politik. 

Berkaca dari penjelasan-penjelasan tersebut, tak sulit kiranya melihat jika Yusril sudah mempunyai modal politik (political capital) yang dikonversi dari modal sosialnya (social capital). 

Modal sosial yang dimaksud disini berupa pengalaman dalam dunia politik seorang Yusril yang sudah diakui secara nasional dan internasional. 

Bahkan, melihat sederet pengalaman Yusril tersebut, Jokowi sudah secara terang-terangan mendukung Yusril jika maju dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang. Hal ini disampaikan Jokowi saat berpidato dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai PBB di Kelapa Gading, Jakarta 11 Januari lalu. 

Dukungan Jokowi ini nampaknya merupakan sebuah “balas budi” Jokowi yang sejak menjadi wali kota Solo hingga menjadi presiden didukung oleh PBB. Dukungan ini merupakan modal penting bagi Yusril, mengingat restu Jokowi tersebut akan mempengaruhi elektabilitasnya untuk bersaing dengan kandidat lain. 

Dengan semua pengalaman politiknya membuat ahli hukum tata negara ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Dirinya sudah pernah mengemban jabatan politik sejak era Presiden Soeharto sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Yusril juga sering kali diutus untuk mewakili Indonesia dalam forum-forum perundingan internasional. 

Yusril dan partainya yang dekat dengan kalangan pemilih Islam karena dianggap sebagai regenerasi Partai Masyumi, serta Yusril merupakan sosok yang pandai menempatkan dalam posisi politik objektif sehingga bisa diterima semua kalangan tampaknya menjadi nilai plus untuk melengkapi Prabowo yang memiliki citra nasionalis dan dekat dengan kalangan militer. 

Citra Prabowo yang sempat mendapat sentimen minor dari kalangan pemilih Islam tertentu karena dianggap “membelot” ke kubu Jokowi, kiranya dapat ditutupi oleh sosok Yusril yang dikenal bisa diterima semua kalangan sehingga tidak mendapat impresi negatif tersebut. 

Sosok Yusril sendiri bukanlah sosok yang asing bagi Prabowo, dia pernah menjadi saksi ahli tim Prabowo-Hatta Rajasa dalam sengketa Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia membuka kemungkinan kerja sama lebih besar dengan Prabowo terjalin di 2024. 

Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Robert D. Putnam dalam sebuah publikasi berjudul Making Democracy Work dengan menyebut bahwa relasi merupakan salah satu bentuk modal sosial yang dapat mefasilitasi koordinasi dan kerja sama untuk keuntungan bersama.  

Dalam konteks Yusril, relasi yang dimilikinya dengan kelompok Islam dapat menjadi keuntungan jika dirinya dipilih Prabowo untuk menjadi cawapres dalam Pilpres 2024 mendatang. 

Baca juga :  Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Lalu, dengan semua modal yang dimiliki, apakah Pilpres 2024 ini merupakan waktu yang tepat untuk Yusril maju dalam bursa pencalonan? 

koalisi pilpres restu jokowi dipermainkan

Momentum Untuk Yusril? 

Di dunia politik, timing atau momentum adalah hal yang cukup krusial untuk menganalisis aksi-reaksi para aktor politik, sebagaimana dijelaskan Luis Rubio dalam publikasinya yang berjudul Time in Politics

Menurut Rubio, ketepatan timing sangat penting dalam sebuah komunikasi dan manuver politik. Preferensi timing yang dipilih dapat menentukan perbedaan output yang signifikan dari sebuah interaksi politik. 

Sementara itu, John Gibson menjelaskan dalam Political Timing: A Theory of Politicians’ Timing of Events bahwa momentum tertentu dalam politik dapat digunakan untuk memaksimalkan benefit politik atau meminimalkan risiko sang aktor politik. 

Berkaca pada penjelasan diatas, persaingan bursa cawapres yang tak kalah alotnya dengan bursa capres tampaknya menjadi momentum bagi nama Yusril Ihza Mahendra patut diperhitungkan sebagai nama alternatif pendamping Prabowo Subianto. 

Sosok Yusril bisa menjadi “jalan tengah” bagi Prabowo dan Partai Gerindra jika tak kunjung mendapat pendamping yang bisa melengkapi “kepingan puzzle Prabowo. 

Yusril bisa dianggap sebagai win-win solutions bagi koalisi partai besar gagasan Prabowo jika perundingan koalisi parpol tersebut menemui deadlock

Mengingat parpol besar masing-masing mempunyai ego yang besar pula, sosoknya yang netral dan bisa diterima berbagai kalangan politik membuat Yusril dianggap pantas mendampingi Prabowo menghadapi Pilpres mendatang. 

Setelah pada tahun-tahun sebelumnya menjadi pendukung atau juru kampanye para capres dan cawapres, Pilpres 2024 nampaknya memang merupakan waktu yang tepat untuk Yusril bisa melangkah lebih jauh dalam dunia politik nasional. 

Dengan segala pengalaman yang panjang Yusril tampak lebih siap jika maju dalam bursa persaingan kandidat di Pilpres kali ini. 

Yusril sendiri pernah nyaris mencalonkan diri sebagai capres pada 1999, ketika masa transisi Orde Baru (Orba) ke era reformasi. Namun, hal itu urung terjadi karena dirinya diminta mundur oleh Amien Rais yang menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kala itu dari pencalonan demi persatuan antara Megawati dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat itu. 

Namun demikian, analisis di atas tentu masih mungkin berubah dengan mengacu pada dinamisnya politik Indonesia serta serangkaian kejutan yang kerap terjadi menjelang batas waktu penentuan calon untuk Pilpres mendatang. 

Yang jelas, jika Yusril yang benar-benar akan dipilih menjadi pendamping Prabowo dalam Pilpres, menarik untuk melihat dampak yang akan diberikannya untuk melengkapi “kepingan puzzle” Prabowo. (S83) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?