Sederet peristiwa menyertai tahun 2017 yang penuh warna. Apa saja kejadian yang paling menarik perhatian publik?
PinterPolitik.com
[dropcap]T[/dropcap]ahun 2017 tinggal menghitung hari. Sepanjang tahun ini terjadi banyak dinamika politik yang menyedot perhatian publik. Berbagai kejadian tersebut membuat tahun ini menjadi salah satu tahun yang menarik dalam perpolitikan nasional.
Di antara berbagai peristiwa di tahun 2017, ada beberapa topik utama yang menjadi pembicaraan masyarakat. Pilkada DKI Jakarta dan isu SARA yang menyertainya mendominasi pemberitaan hampir sepanjang tahun. Ada lagi kasus korupsi E-KTP yang menyeret Setya Novanto (Setnov) yang menyedot perhatian publik, serta kiprah Jokowi dan kabinetnya kerap menjadi bahan pemberitaan para pewarta.
Tahun 2017 merupakan pembuka bagi tahun 2018 yang disebut sebagai tahun politik. Berbagai peristiwa yang mewarnainya, diprediksi berpengaruh bagi tahun politik di 2018 dan 2019 nanti. Lalu isu apa saja yang membuat 2017 menjadi tahun yang begitu berwarna?
Pilkada DKI dan Isu SARA
Isu SARA dan politik identitas nyaris mendominasi pemberitaan dihampir sepanjang tahun. Pilkada DKI Jakarta menjadi pemicu dari berkembangnya isu ini, dan dampak dari satu pemilihan gubernur Ibukota ini menyebar hingga ke berbagai lini.
Proses pemilihan Pilkada DKI sendiri dilaksanakan pada 15 Februari, namun prosesnya tidak cukup hanya satu kali putaran, karena hanya mampu menyisihkan pasangan Agus-Sylvi. Pasangan yang tersisa, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi harus kembali bertarung pada 19 April. Akhir pertarungan didapatkan pada 5 Mei, di mana KPU menetapkan Anies-Sandi sebagai pemenang kontestasi ini.
Pilkada DKI dapat dikatakan sebagai pemicu dari rangkaian peristiwa di tahun ini. Isu sektarian muncul akibat pemilihan ini. Semua itu nampak jelas dari berbagai upaya penolakan warga terhadap Ahok, bahkan sampai kasus yang paling ekstrim sekalipun seperti persekusi dan penolakan warga menyalati jenazah pendukung Ahok.
Isu SARA menimbulkan berbagai peristiwa persekusi pada pihak-pihak lawan. Bahkan muncul sekelompok orang yang bersedia menyediakan waktu dan tenaganya hanya untuk memburu orang yang mengkritisi mereka. tindakan ini tidak hanya terjadi di Ibukota, tapi juga meluas hingga ke penjuru nusantara. Salah satu korbannya adalah Fiera Lovita yang tinggal di Solok, Sumatera Barat.
Term penistaan agama juga menjadi akrab di telinga, sebagai akibat Pilkada DKI. Semua berawal dari salah satu kandidat calon gubernur, Ahok yang dianggap telah melecehkan Alquran dan berakhir di penjara setelah dijatuhi hukuman dua tahun.
Identitas agama juga menjadi sentimen utama dari munculnya Aksi Bela Islam berjilid. Sepanjang tahun 2017, aksi ini terus dilakukan dengan berbagai agenda dan tanggal cantik. Aksi ini merupakan bentuk tindak lanjut dari sukses aksi sebelumnya, yaitu 411 dan 212. Secara khusus, aksi 212 bahkan sampai diperingati dalam bentuk Reuni 212 pada 2 Desember 2017.
Sayang, reuni tersebut tidak dihadiri salah satu penggiat utamanya. Rizieq Shihab, Imam Besar FPI yang hanya bisa hadir via suara pada gelaran tersebut. Ia kini dalam pelarian di negeri padang pasir Arab Saudi setelah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus chat bernada seksual.
Isu SARA ternyata juga dapat dijadikan komoditas bisnis bagi sebagian orang. Isu ini menjadi bahan jual beli oleh suatu kelompok yang tergabung dalam sindikat Saracen. Sindikat ini menyebarkan berita bohong atau hoaks bernuansa SARA demi rupiah. Untunglah polisi mampu meringkusnya karena melanggar UU ITE.
Drama Papa dan Korupsi E-KTP
Jelang tutup tahun, publik dihebohkan dengan kasus yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi E-KTP. Tidak cukup sekali, ia dua kali ditetapkan tersangka oleh KPK pada kasus ini.
Kasus E-KTP ini memang menggulirkan bola panas. Diduga kasus ini tidak hanya menjerat Setnov, tetapi juga berpotensi menjerat banyak nama tenar lainnya yang hingga kini masih duduk di Senayan.
Tidak heran jika banyak yang menganggap bahwa langkah DPR menggunakan hak angket untuk KPK ada kaitannya dengan kasus E-KTP. DPR begitu bersikeras menggelar hak angket meski ditentang banyak pihak. Sikap berseberangan bahkan terjadi di internal DPR itu sendiri. Hanya fraksi PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, dan PAN yang mengirim perwakilan pansus angket ini. PAN belakangan bahkan diketahui menolak perpanjangan Pansus ini.
Hanya DPR YANG BISA MEMBUKA INI DAN KEPADA PANSUS ANGKET DPR SEMOGA BISA MENERUSKAN KERJANYA UNTUK MEMBONGKAR KASUS INI DENGAN Sebenarnya. Bismillah.#TragediSN #eKTP
— #MerdekaBro! (@Fahrihamzah) November 21, 2017
Kasus E-KTP juga disinyalir memiliki kaitan dengan peristiwa penyiraman air keras pada penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Novel disebut-sebut merupakan salah satu penyidik yang tengah melakukan penyidikan kasus E-KTP. Jadi tak heran bila publik kemudian mengaitkan musibah yang menimpanya dengan kasus korupsi tersebut.
Kisah mengenai Setnov dan E-KTP diwarnai dengan berbagai sepak terjang dan “kesaktiannya” dalam menghindari jerat hukum. Pada bulan Juli, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Akan tetapi, ia berhasil melepas status tersebut setelah melakukan gugatan praperadilan yang dikabulkan oleh Hakim Cepi Iskandar.
Menilik prosesnya, sebenarnya publik sudah dibuat heran dengan penyakit yang tiba-tiba dialami Setnov. Ia diketahui dirawat di RS Premier Jatinegara, sehingga kerap mangkir dari panggilan KPK. Meski begitu, publik sepertinya tidak mudah ditipu olehnya, apalagi Setnov kembali terlihat bugar setelah status tersangkanya dicabut.
Menyadari strategi Setnov, KPK pun tidak mau kehabisan akal. Lembaga anti rasuah ini kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka, tepatnya pada 10 November. Seperti yang lalu, Setnov pun langsung mengajukan gugatan praperadilan kembali.
Yang membuat peristiwa ini menjadi menarik, adalah adanya drama yang menyertai pengejaran KPK terhadap “Sang Papa”. Setnov sempat menghilang saat KPK menggeledah kediamannya, namun akhirnya berhasil ditemukan setelah mengalami kecelakaan mobil. Kejadiannya pun menjadi viral karena banyak terdapat keanehan.
Pada penetapan tersangka yang kedua kali ini, sepertinya “kesaktian” Setnov telah habis. Sebab Sidang Tipikor kasusnya sudah keburu bergulir, sebelum Sidang Praperadilannya mencapai putusan. Sehingga gugatan praperadilannya pun otomatis kandas.
Di akhir cerita, Setnov yang telah tidak memiliki “kesaktian” lagi pun harus kehilangan dua kursi sekaligus, yaitu kursi ketua umum Golkar dan kursi ketua DPR RI. Pada Munaslub Golkar yang digelar 20 Desember, Airlangga Hartarto telah ditetapkan sebagai nakhoda baru Partai Golkar. Ia dianggap pantas membawa Golkar ke arah lebih baik, setelah tercoreng ulah Papa.
Begitu juga kursi empuknya sebagai Ketua DPR, harus ia relakan kepada orang lain. Jabatan Ketua DPR saat ini diemban oleh Fadli Zon sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR.
Kiprah Kabinet Jokowi-JK
Selain dua topik di atas, sebenarnya masih ada beberapa topik yang ikut mewarnai ruang pembicaraan masyarakat. Salah satu yang paling krusial adalah mengenai isu daya beli masyarakat. Menurut banyak pihak, saat ini daya beli masyarakat tengah mengalami penurunan. Ini ditunjukkan melalui fenomena penutupan banyak gerai ritel.
Meski begitu, pendapat tersebut terus mendapat penolakan dari pemerintah. Melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, isu ini dibantah. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan kalau tutupnya gerai-gerai ritel lebih disebabkan oleh pergeseran pola konsumsi masyarakat. Ia juga menyatakan kalau saat ini masyarakat mulai beralih dari toko fisik ke toko berbasis daring.
Shifting economic modes itu benar adanya, tapi hanya menjelaskan 10% gejala ? Daya beli memang merosot akibat macro yg super konservatif ? https://t.co/jxZ6nLMWg4
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) July 30, 2017
Tak ayal, Sri Mulyani pun harus menuai banyak kritik. Bahkan bukan hanya mengenai isu daya beli saja, ia pun dikritik karena dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab atas meningkatnya utang Indonesia secara pesat.
Padahal kinerja Kabinet Jokowi sudah mulai terlihat, dari bagaimana ia begitu getol mendorong pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia. Di tahun ini saja, Jokowi telah meresmikan banyak infrastruktur seperti Jalan Tol Becakayu, Tol Soroja, Bandara Silangit, dan berbagai venue Asian Games 2018.
Isu lainnya yang cukup riuh di masyarakat, adalah saat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo melontarkan pernyataan tentang adanya institusi yang membeli senjata dalam jumlah besar tanpa izin presiden.
Pernyataan yang seharusnya berstatus rahasia negara ini, sempat menimbulkan polemik dalam masyarakat. Tidak hanya itu, kalangan istana pun bahkan dibuat repot oleh ulah Jenderal bintang empat yang hampir pensiun pada April nanti ini. Menkopolhukam Wiranto pun, harus turun tangan untuk melakukan klarifikasi.
Dalam sepak terjangnya, Gatot dinilai publik sering melakukan manuver politik melalui pernyataannya tersebut. Terlebih, ia juga beberapa kali terlihat melakukan aktivitas yang terkait dengan politik aktif, seperti menghadiri undangan beberapa partai.
Setelah disetujui secara aklamasi dalam rapat paripurna DPR RI, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto secara resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/12). pic.twitter.com/t6iwbrknvI
— Pusat Penerangan TNI (@Puspen_TNI) December 8, 2017
Kisruh akibat berbagai pernyataan yang menuai polemik oleh para menterinya ini, membuat Presiden Jokowi memberikan perhatian khususdengan menghimbau agar jajaran kabinetnya tidak menimbulkan kegaduhan dan kontroversi. Menjelang tahun politik, ia memerintahkan kabinetnya untuk berhenti membuat masyarakat bingung melalui pernyataan yang tidak perlu.
Menyambut tahun politik pula, Jokowi pada akhirnya memiliki Panglima TNI baru yaitu Marsekal Hadi Tjahjanto yang terpilih menggantikan Gatot. Seiring dengan pergantian jabatan Panglima TNI ini, diharapkan kinerja Pemerintahan Jokowi dapat lebih tenang dalam menghadapi pesta demokrasi. Jadi, sampai jumpa di tahun politik, tahun 2018! (H33)