HomeNalar Politik12 Parpol Bebas Verifikasi Faktual

12 Parpol Bebas Verifikasi Faktual

Kecil Besar

Pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati RUU Pemilu dan menetapkan 12 parpol bebas verifikasi.


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]S[/dropcap]eperti sebelumnya, tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) akan dimulai dengan verifikasi parpol. Namun setelah adanya kesepakatan antara pemerintah dan DPR tentang verifikasi faktual, akhirnya disepakati kalau partai politik (parpol) peserta Pemilu 2014 tak perlu mengikuti verifikasi faktual lagi.

Sehingga kini ada 12 parpol yang sudah dapat dipastikan akan maju sebagai partai peserta Pemilu 2019, meski tetap harus menunggu RUU Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) tersebut diresmikan terlebih dahulu. “Kesepakatan soal tak perlu lagi adanya verifikasi bagi parpol peserta Pemilu 2014 sudah ada. Tapi tetap nanti menunggu pengesahan RUU,” kata seorang sumber, Rabu (3/5).

Banyak yang menilai kesepakatan ini merupakan langkah bijak, karena verifikasi hanya dilakukan untuk Parpol baru saja. Bisa dikatakan, baik parpol maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sama-sama diuntungkan. “Kita bisa menghemat anggaran untuk dana verifikasi. Selain itu, kita bisa menghemat waktu dengan hanya Parpol baru saja yang diverifikasi,” kata anggota Pansus RUU Pemilu, Amirul Tamim, beberapa waktu lalu.

Dua belas parpol yang tidak perlu lagi melakukan verifikasi ulang yaitu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), serta Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI).

Sumber tersebut mengibaratkan verifikasi faktual itu seperti seorang pelajar Sekolah Menengah Atas yang telah lulus dan berhasil menyelesaikan sekolahnya. “Siswa SMA yang sudah lulus dan tamat kan enggak mungkin sama dengan yang tidak pernah sekolah,” tukasnya.

Baca juga :  The Nepo-babies?

Ia menambahkan, kesepakatan ini tidak akan menimbulkan masalah dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2013 lalu. Ketika itu, MK mengamanatkan baik parpol baru maupun lama, wajib mengikuti verifikasi ulang agar dapat menjadi peserta Pemilu selanjutnya. Sumber tersebut melihat, adanya amanat itu karena syarat peserta Pemilu 2014 lebih berat dibandingkan Pemilu 2009 lalu.

“Pada Pemilu 2009, hanya mensyaratkan verifikasi administratif. Sedangkan Pemilu 2014, syarat itu ditambah dengan verifikasi faktual,” jelasnya sambil menjelaskan kalau saat itu dianggap tak adil bila parpol baru saja yang diverifikasi, sementara parpol yang memiliki wakil di parlemen belum pernah diverifikasi faktual.

Namun kesepakatan itu direspon negatif oleh Pengamat Politik LIPI Syamsudin Haris yang tidak setuju jika peserta pemilu legislatif 2014 tidak lagi diverifikasi faktual oleh KPU. Pasalnya, hal itu menimbulkan diskriminasi bagi partai baru yang harus mengikuti verifikasi. Apalagi kondisi 2019 tentu berbeda dengan 2014 lalu. “Seharusnya tetap wajib mengikuti mekanisme verifikasi KPU, kan keadaan 2014 sudah lima tahun kalau dihitung dari 2019,” ujarnya. Nah, bagaimana menurutmu? (Suara Pembaruan)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kongres, Mengapa Megawati Diam Saja?

Dengarkan artikel ini. Audio ini dibuat dengan teknologi AI. Kongres ke-6 PDIP disinyalir kembali tertunda setelah sebelumnya direncanakan akan digelar Bulan April. Mungkinkah ada strategi...

Di Balik Kisah Jokowi dan Hercules?

Tamu istimewa Joko Widodo (Jokowi) itu bernama Rosario de Marshall atau yang biasa dikenal dengan Hercules. Saat menyambangi kediaman Jokowi di Solo, kiranya terdapat beberapa makna yang cukup menarik untuk dikuak dan mungkin saja menjadi variabel dinamika sosial, politik, dan pemerintahan.

Prabowo dan Strategi “Cari Musuh”

Presiden Prabowo bertemu dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Senin (7/4) kemarin. Mengapa Prabowo juga perlu "cari musuh"?

Hegemoni Dunia dan Misteri “Three Kingdoms” 

Di dalam studi politik internasional, perdebatan soal sistem seperti unipolarisme, bipolarisme, dan multipolarisme jadi topik yang memicu perbincangan tanpa akhir. Namun, jika melihat sejarah, sistem hegemoni seperti apa yang umumnya dibentuk manusia? 

The Game: PDIP Shakes the Cabinet?

Pertemuan Prabowo dan Megawati menyisakan tanda tanya dan sejuta spekulasi, utamanya terkait peluang partai banteng PDIP diajak bergabung ke koalisi pemerintah.

Saga Para Business-Statesman

Tak lagi seputar dikotomi berlatarbelakang sipil vs militer, pengusaha sukses yang “telah selesai dengan dirinya sendiri” lalu terjun ke politik dinilai lebih ideal untuk mengampu jabatan politis serta menjadi pejabat publik. Mengapa demikian?

Yassierli, PHK, dan Kegagalan Menteri Dosen

Gelombang PHK massal terjadi di banyak tempat. Namun, Menaker Yassierli tampak 'tak berkutik' meski punya segudang kajian sebagai dosen.

Titiek Puspa: ‘Pinnacle’ Nyanyian Soeharto?

Penyanyi legendaris, Titiek Puspa, yang meninggal dunia pada Kamis (10/3) kemarin kerap disebut "penyanyi Istana." Mengapa demikian?

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...