Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mencari skema yang tepat untuk melakukan pembayaran bagi nasabah Jiwasraya. Kementerian yang dipimpin Erick Tohir ini, terus berdiskusi dengan Panitia Kerja (Panja) Komisi VI dan Komisi XI DPR RI, hingga tengat waktu Maret mendatang.
PinterPolitik.com
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Kementerian BUMN masih memerlukan diskusi lebih mendalam dengan Panja Komisi VI dan Komisi XI DPR, terkait skema pembayaran nasabah Jiwasraya.
Kartika menyebut pihaknya perlu berdiskusi kembali dengan Panja Komisi VI dan Komisi XI. Sebelumnya, kata Kartika, Kementerian BUMN telah berdiskusi dengan Panja hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait skema dan kebutuhan dalam mengembalikan dana nasabah Jiwasraya
“Tapi memang nanti untuk persetujuan, penggunaan kasnya dari mana, kita harus diskusi dengan Komisi VI dan Komisi XI dulu lah,” ujar Kartika saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (7/2).
Kartika belum bisa memaparkan secara detail mengenai kebutuhan dan mekanisme pembayaran lantaran skema yang diajukan Kementerian BUMN belum mendapatkan persetujuan dari Panja.”Belum disetujui belum bisa ngomong cepatnya,” ujar Kartika.
Kendati demikian, pria yang akrab disapa Tiko ini, menegaskan pemerintah tengah berupaya agar pengembalian dana nasabah sudah dapat mulai pada bulan Maret dengan prioritas nasabah tradisional terlebih dahulu.
Mantan Dirut Bank Mandiri ini juga menyinggung rencana pembentukan holding asuransi yang menjadi salah satu upaya yang digenjot pemerintah (Kemen BUMN) guna mendapatkan dana segar untuk Jiwasraya agar bisa melakukan pembayaran terhadap nasabah.
Kartika mengatakan proses pembentukan holding asuransi masih terus berjalan. “Ya betul tinggal PP (peraturan pemerintah) saja,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, kasus PT Jiwasraya (Persero) menjadi sorotan masyarakat, setelah pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut adanya dugaan korupsi pada perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
Jaksa Agung, ST Burhanuddin memastikan adanya praktik korupsi di Jiwasraya. Kejaksaan menaksir kerugian negara akibat korupsi tersebut mencapai Rp 13,7 triliun.
ST Burhanuddin menilai PT Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam hal berinvestasi. Menurut Burhanuddin, PT Jiwasraya malah menempatkan 95 persen dana di saham yang berkinerja buruk.
Akibatnya Jiwasraya mengalami gagal bayar yang jumlahnya mencapai Rp12,4 Triliun. Dana itu merupakan akumulasi kewajiban pencairan klaim polis yang gagal dibayar perusahaan sampai periode Oktober-Desember 2019. (R58)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.