Pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang ingin pensiun, menimbulkan banyak spekulasi. Siapakah yang layak menggantikan dirinya?
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]S[/dropcap]aya sebetulnya sudah dari tahun lalu pingin pensiun, karena tidak mudah, apalagi seorang wanita menjadi ketua umum partai di republik ini. Pernyataan Megawati Soekarnoputri (Mega) yang dilontarkan di kantor DPP Banteng Muda Indonesia, Kamis (30/3) lalu, menghasilkan tanggapan dari berbagai pihak. Keinginannya ini, dinilai sebagai sinyal kuat akan mundurnya ketua umum PDIP yang telah 18 tahun memimpin.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, sebagai tokoh politik, karir Megawati Soekarnoputri sudah mencapai puncak. Sehingga wajar bila Mega ingin pensiun dari dunia politik. Menurutnya, Mega telah memiliki ilmu yang paripurna di dunia politik. Karena itu, kini saatnya bagi Mega untuk masuk tataran yang lebih luas yaitu tataran kebangsaan. “Bagaimana menjalankan kehidupan bernegara, bagaimana berpolitik, itu semua bisa mengacu kepada beliau,” terangnya.
Tanggapan positif juga datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Ia mengapresiasi hak pribadi Mega yang sudah jenuh berpolitik. Tapi JK juga mengingatkan bahwa seorang ketua tidak ditentukan dirinya sendiri, melainkan oleh anggotanya. “Walaupun anggota itu anak-anak beliau atau (kader) sendiri. Jadi, kita tunggu saja keputusan Ibu (Mega) dengan pimpinan PDIP sendiri,” katanya di kantor Wapres, April lalu.
“Success without a successor is failure. Your legacy should not be in buildings, programs, and projects, your legacy must be in people.” ~ Myles Munroe
Di sisi lain, pengamat politik yang juga Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin, tidak yakin kalau Megawati akan pensiun dalam waktu dekat, apalagi mendekati Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. “Saya tidak yakin Ibu Mega akan pensiun sebelum Pilpres,” katanya. Ia melihat, Mega sebagai tokoh sentral partai masih sangat dibutuhkan, sebab hanya dia yang mampu menyatukan faksi-faksi.
Komentar yang cukup pedas juga datang dari Permadi, mantan politikus senior PDIP ini menyangsikan niat Megawati untuk mundur dari jabatannya. Menurutnya, keinginan mundur Mega hanya sopan santun belaka. Apalagi, dari trah Soekarno belum ada sosok yang bisa menyamai kewibawaannya. Termasuk kedua anaknya, Puan Maharani dan Prananda Prabowo. Sementara Puti Guruh Soekarno, keponakan Megawati, tak pernah diberi kesempatan muncul.
Siapkah Kader PDI Perjuangan?
Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, keinginan mundur Mega sebelumnya memang tidak diterima oleh internal PDIP yang masih menginginkan kepemimpinannya, terutama untuk mengawal ideologi partai. “”Suasana kebatinan internal PDIP berharap Megawati tetap memimpin PDIP, sehingga jalan ideologi yang ditempuh mendapat pengawalan yang baik,” ungkapnya.
Meski begitu, Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bapilu) DPD PDIP Jawa Timur, Sonny T. Danaparamita mengatakan, pernyataan Mega untuk mundur ini tentu akan ditanggapi positif oleh pengurus partai. Ia juga memastikan keputusan itu tidak akan mempengaruhi kinerja partai yang telah solid hingga di akar rumput. “Saya memaknai pernyataan ketua umum sebagai motivasi kepada kader, bahwa segala hal memiliki dimensi ruang dan waktu,” katanya, Rabu (5/4).
Ia juga berpendapat, keinginan Mega untuk mengundurkan diri adalah perwujudan PDIP sebagai partai ideologis yang meletakkan kaderisasi dan regenerasi sebagai hal utama. Mantan Sekjen Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini, tak membantah jika kondisi obyektif di internal partai masih menempatkan Mega sebagai figur utama. Apalagi kongres partai sendiri yang secara aklamasi memilih Mega sebagai ketua umum.
“The greatest act of true leaders is what happens in their absence. True leaders make themselves unnecessary.” ~Myles Munroe
Hal yang sama dikatakan Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno, baginya keinginan pensiun juga sudah pernah disampaikan oleh Mega sebelumnya. “Seingat saya beberapa kali Ketum menyampaikan hal yang sama. Pernyataan tersebut dipahami kader sebagai upaya untuk memotivasi kader bekerja dan berkontribusi lebih besar kepada partai,” katanya.
Ucapan itu dimaknai kader PDIP kalau bukan kader yang hidup dari partai, melainkan kader yang menghidupi partai. Ada juga sinyal regenerasi yang disampaikan oleh Megawati. “Pernyataan tersebut dimaknai sebagai upaya mendorong proses regenerasi yang wajar, yang alami, dan mengingatkan kader bahwa segala sesuatu ada masanya. Ada waktunya di mana regenerasi adalah keniscayaan sejarah.
Menurutnya, kader PDIP kini menghadapi dua tantangan, yaitu menciptakan integrasi ke dalam dan melakukan adaptasi ke luar. Di matanya, Mega adalah sosok pemersatu PDIP. “Bagi kami, Bu Mega dan trah Soekarno berperan sebagai unsur pemersatu, perekat kebersamaan. Sedang jajaran pengurus adalah organ dinamis dengan berbagai kompetensi untuk menjawab berbagai tantangan yang muncul.”
Haruskah Trah Soekarno?
Walau beberapa pihak di eksternal partai, menyebut Jokowi cukup handal untuk menggantikan posisi Mega. Namun dari internal partai sendiri berpendapat bahwa pengganti yang pantas untuk menjabat sebagai ketua umum, harus juga berasal dari trah atau keturunan Soekarno. Menurut Hasto, PDI Perjuangan tidak bisa lepas dari ideologi Bung Karno, sosok proklamator yang juga ayah Megawati.
Dari hasil survei internal partai yang pernah dilakukan, Hasto mengungkapkan ada 84 persen kader yang menyatakan bergabung ke PDIP karena ingin menyatukan diri dengan ide, gagasan, dan cita-cita Bung Karno. “Sehingga Bung Karno dan Bu Mega sebagai perekat kesadaran dan motif, kenapa mereka mau bergabung dengan PDIP,” ujarnya di acara Satu Meja, Kompas TV.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang juga pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani, menilai keturunan presiden pertama, Soekarno, adalah yang paling pantas memimpin partai banteng. Menurutnya, PDIP tak bisa dilepaskan dari kakeknya itu.
“The worst thing you can say about a leader is that on the day he or she left, the organization collapsed. When that happens, it means the so-called leader has sucked the place dry. He or she hasn’t built.” ~ Peter Drucker
“Buat kami, ini bukan masalah harus atau tidak harus. Tapi memang kulturnya sebagai partai ideologis, yang asalnya dari PNI Bung Karno. Tanyakan pada rakyat PDIP. Kalau yang ditanya bukan rakyat PDIP, pantas saja jawabannya tidak sesuai dengan yang menjadi kultur partai,” kata Puan dalam sebuah wawancara khusus.
Menurut Puan, kalaupun ia disebut sebagai calon penerus Megawati, proses tersebut tidak instan. Ia mengatakan telah berpengalaman sebagai Ketua Fraksi PDIP di Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu yang memenangkan PDIP dan Jokowi. “Kerja saya dalam 15 tahun ini diapresiasilah, dan ada buktinya. Jangan mengatakan cuma karena cucunya Bung Karno dan anak Megawati,” katanya.
Puan menyadari, ada keturunan Soekarno lain yang juga layak dijadikan penerus, yakni kakaknya, Prananda Prabowo dan sepupunya, Puti Guntur Soekarno. Saat ini, Prananda menjabat Kepala Ruang Pengendali dan Analisis Situasi PDIP. Adapun Puti duduk sebagai wakil rakyat di DPR. “Kakak saya lebih suka behind the scene, bukan orang yang mau tampil dan lebih introvert. Kalau Mbak Puti sebagai anggota DPR, jadi kami berharap sekarang fokus di DPR,” katanya.
Kandidat Putra Mahkota
Sebelumnya, nama Puan memang menjadi kandidat paling dijagokan, karena selama ini ia menjadi sosok sentral dalam PDIP. Namun belakangan, banyak kader yang meragukan kapasitas Puan bila tidak lagi mendapat perlindungan dari ibunya. Perlu diketahui, saat ini PDI Perjuangan banyak diisi oleh kader yang terkenal lantang bersuara. Jika salah sedikit saja, Puan akan menjadi sasaran tembak para kader tersebut.
Memudarnya nama Puan, diikuti dengan naiknya pamor anak kedua Mega dari suami pertama, yaitu Prananda Prabowo. Walau Puan mengatakan kakak tirinya ini lebih suka di belakang layar, namun pengaruhnya di dalam tubuh PDIP tidak bisa dianggap remeh. Bagi sejumlah kaum Marhaen, sosoknya dianggap sebagai keturunan ideologis Bung Karno yang ideal karena memahami pemikiran dan ideologi kakeknya.
Kandidat yang tak kalah kuat dengan Prananda, adalah Puti Guntur Soekarno. Cucu semata wayang dari putra sulung Soekarno ini sempat menjadi salah satu kandidat calon ketua DPD PDIP DKI Jakarta periode 2015-2020. Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, tampilnya Puti mendapat apresiasi dari berbagai khalayak dan dinilai akan mampu memikat suara rakyat.
“Dari segi kemampuan, Puti merupakan salah satu kader muda potensial yang dimiliki PDIP. Dia tidak hanya salah satu cucu Soekarno, presiden pertama RI yang masih dicintai rakyat, tetapi juga sudah memiliki pengalaman di partai dan kini terpilih kembali menjadi DPR RI untuk kedua kalinya,” tukas Karyono, di Jakarta.
“Kita sekarang harus berani. Berani mengambil keputusan meninggalkan apa yang lama, berani memasuki apa yang baru.” ~ Ir. Soekarno
Tampilnya Puti juga menjadi obat kerinduan atas absennya sosok putra sulung Bung Karno, Guntur Soekarnoputra, di perpolitikan Indonesia. Menurut Puti, masuknya ia di dunia politik juga atas restu ayahnya. “Dari ketika saya dibesarkan, dengan banyak fase yang sudah saya lalui, tapi hanya ketika saya minta izin berkecimpung di dunia politik, wajah papa terlihat lebih bersinar,” akunya.
Menurut Puti, ayahnya rajin memberi masukan politik. Sepanjang hidupnya, Guntur memang tidak terjun ke dunia politik praktis, tetapi bukan berarti ia buta politik. “Saya memang tidak masuk ke politik praktis, tetapi saya menjadi pengamat politik yang aktif. Sebagai pengamat politik, saya tidak ketinggalan informasi soal perkembangan politik, dan saya bisa bergaul dengan siapa saja dari partai politik mana saja,” kata Guntur.
Walau saat ini PDI Perjuangan memiliki tiga pilihan putra mahkota yang sama-sama pewaris darah Bung Karno, namun Walikota Solo yang juga kader PDIP, F.X. Hadi Rudyatmo mengatakan, tak ada persaingan di antara keturunan Soekarno untuk mengisi jabatan tertentu di partai. “Tak ada yang berebut posisi, semuanya hak prerogatif Mbak Mega. Beliau yang menentukan.”
Hasto juga mengungkapkan, ada kesepakatan yang terjadi pada Kongres PDIP di Bali tahun 2015 lalu, bahwa Megawati akan mengusulkan penggantinya dan kongres yang akan menyatakan setuju atau tidak, terhadap calon yang diusulkannya itu. “Kongres yang lalu menetapkan, Ibu Megawati lah yang nantinya mengusulkan ketumnya, untuk ditetapkan di dalam kongres. Itu mekanismenya,” tegasnya. Jadi, siapa yang kira-kira akan dipilih Mega, apakah Puan, Prananda, atau Puti? Ketiganya sama-sama keturunan Bung Karno dan Bu Fatmawati, siapa yang lebih layak menurutmu?
(Berbagai sumber/R24)