“Mau belajar apa hanya dengan beberapa hari? Saya pernah ke Brasil dan Meksiko belajar pemilu. Untuk memelajarinya tidak bisa hanya dalam hitungan hari. Justru saya lebih banyak memelajarinya dari buku dan jurnal penelitian,” ujar Ramlan Surbakti.
pinterpolitik.com
JAKARTA – Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR “nekad” untuk studi banding ke Jerman dan Meksiko. Mereka menilai masukan dari ahli pemilu di dalam negeri masih kurang dan karena itu perlu perbandingan dari negara lain.
Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR dari Fraksi PKB, Lukman Edy, mengatakan, studi tetap akan dilakukan pada 11-16 Maret 2017. Pansus ke Jerman akan memelajari perbandingan sistem pemilu di Jerman dan Indonesia. Apalagi, saat ini Jerman sedang mengevaluasi sistem pemilu seperti halnya Indonesia, katanya.
Sementara itu, Ramlan Surbakti, guru besar perbandingan politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, menilai, studi banding ini terlambat. Jika ingin studi, DPR harusnya melakukannya sebelum RUU Penyelenggaraan Pemilu mulai dibahas, sehingga cukup waktu untuk memelajarinya, katanya, baru-baru ini.
“Mau belajar apa hanya dengan beberapa hari? Saya pernah ke Brasil dan Meksiko belajar pemilu. Untuk memelajarinya tidak bisa hanya dalam hitungan hari. Justru saya lebih banyak memelajarinya dari buku dan jurnal penelitian,” ujar Ramlan Surbakti.
Ronald Rifiandri, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, berpendapat, anggaran negara yang terserap untuk keperluan studi banding niscaya berjumlah besar. Itu, menurutnya, menjadi tindakan penghamburan uang, karena studi banding sama sekali tidak bermanfaat.
Studi banding ke luar negeri ini juga kontraproduktif terhadap upaya mengoptimalkan waktu yang tersisa untuk menuntaskan tunggakan berbagai produk RUU dalam program legislasi nasional. Di satu sisi, pola penganggaran DPR sendiri memberikan peluang bagi alokasi anggaran studi banding untuk setiap pembahasan RUU tanpa lebih dahulu ditentukan urgensi, relevansi, dan tujuan negara yang menjadi objek studi banding,” ujar Ronald.
Banyak acara studi banding para anggota DPR yang mendapat sorotan atau kritikan miring yang cukup pedas dari berbagai lapisan masyarakat. Akan kurang bermanfaatnya program studi banding dan hal ini malah lebih condong merupakan program pemborosan.
Bagaimanapun mereka adalah wakil rakyat yang seharusnya bisa menyaring dan mengutamakan pekerjaan skala prioritas yang lebih penting. Kalangan masyarakat pun bisa mengkhawatirkan dan menilai program studi banding ini hanya balutan program resmi DPR untuk bepergian ke luar negeri dengan biaya yang cukup besar. (Berbagai sumber/G18)