HomeData PolitikPolitik 'Pamer' Nuklir Korea Utara

Politik ‘Pamer’ Nuklir Korea Utara

Sejarah memburuknya hubungan antara Korea Utara dan Jepang sudah berlangsung lama, dipicu dari media Korea Utara yang menyerang Jepang, pemberlakuan sanksi ekonomi Jepang terhadap Korea Utara atas aksi teroris melawan Korea Selatan di tahun 1980-an, dan utang Korea Utara yang tidak terbayarkan ke perusahaan Jepang sebesar $50 juta.

PinterPolitik.com

[dropcap size=big]B[/dropcap]aru – baru ini, negara – negara di sekitar perairan timur Semenanjung Korea terutama Korea Selatan dan Jepang dibuat gaduh, hal tersebut dikarenakan Korea Utara yang kembali melakukan uji coba rudal balistik dan menembakan rudal balistik tersebut ke perairan timur Semenanjung Korea dan jatuh tepat di laut Jepang. Pasca kejadian tersebut, Kementerian Pertahanan Korea Selatan melaporkan bahwa rudal Korea Utara yang berjumlah empat buah diluncurkan dari wilayah Tongchang-ri yang dekat dengan perbatasan utara Tiongkok.

Kim Jong Un pantau perkembangan nuklir dalam negeri Korea Utara. Foto: dailystar.co.uk

Perbuatan Korea Utara ini membuat geram Jepang, Perdana Menteri Shinzo Abe pun naik pitam dibuatnya. PM Abe geram karena rudal tersebut mendarat di Zone Eksklusif Ekonomi (ZEE) milik negeri sakura tersebut. PM Abe menilai peluncuran sudah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Namun sepertinya Korea Utara tidak akan menanggapi keluhan dari para rival-rivalnya, hal ini dikarenakan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un terus mendorong militernya untuk membangun kekuatan nuklir.

Sejarah memburuknya hubungan antara Korea Utara dan Jepang memang sudah berlangsung lama, namun ada beberapa masalah penting yang membuat hubungan Jepang-Korea Utara tegang adalah media Korea Utara yang menyerang Jepang, pemberlakuan sanksi ekonomi Jepang terhadap Korea Utara atas aksi teroris melawan Korea Selatan di tahun 1980-an, dan utang Korea Utara yang tidak terbayarkan ke perusahaan Jepang sebesar $50 juta.

Perkembangan program Intercontinental Balistic Missil (ICBM) atau rudal balistik antar benua Korea Utara memang berlangsung sangat cepat, sebelumnya Korea Utara mengklaim telah sukses melakukan uji ledak nuklir pada tahun 2006, 2009, 2013 dan pada Januari serta September 2016. bahkan Kim Jong-un mengatakan bahwa ICBM Korea Utara tengah dalam tahap terakhir uji coba. Di tahun 2017 memang mata dunia tertuju pada Korea Utara. Namun patut disayangkan, Korea Utara terlalu membuka kekuatan ICBM –nya kepada dunia, karena perkembangan senjata seharusnya menjadi rahasia untuk setiap militer di masing-masing negara.

Foto: img.hankyung.com

Salah satu alasan mengapa Kim Jong-un sangat bersemangat mengembangkan program Intercontinental Balistic Missil (ICBM) dikarenakan agar teknologi Korea Utara tidak lagi dianggap remeh oleh AS. Karena AS sering mengolok-olok nuklir Korea Utara yang dianggap masih memiliki kekurangan teknologi dan tidak mampu menghantam benua Amerika. Bahkan Kim Jong-un dalam pidatonya saat tahun baru lalu mengatakan bahwa Korea Utara sudah setara dengan negara-negara nuklir lainnya di dunia dan selama masih ada ancaman dari AS, Korea Utara akan terus mengembangkan pertahanannya, yaitu senjata nuklir.

Baca juga :  Prabowo Bangun Nuklir, Dibantu Siapa?

Jadi sebenarnya, aksi mempertontonkan kehebatan nuklir Korea Utara memang sengaja dilakukan oleh Kim Jong-un. Menurut para analis, ada alasan mengapa Pyongyang berani yakni berusaha untuk meyakinkan dunia dan rakyatnya bahwa negara komunis itu memiliki kekuatan nuklir sendiri, sehingga dapat menepis kritik negatif dari AS dan para sekutunya.

Hubungan antara Korea Utara dengan Amerika, Jepang, dan Korea Selatan memang sangat buruk. Korea Utara selalu dikambing hitamkan oleh ketiga negara ini, salah satunya adalah pada tragedi pengeboman pada tahun 1983 yang membunuh anggota pemerintahan Korea Selatan dan penghancuran pesawat terbang Korea Selatan telah dituduhkan kepada Korea Utara. Korea Utara juga dianggap bertanggung jawab atas penculikan 13 warga negara Jepang pada 1970-an dan 1980-an, lima dari mereka dikembalikan ke Jepang pada 2002.

Walaupun seakan – akan kuat, namun sepertinya AS dan sekutunya sudah mulai khawatir dengan ancaman balik dari Korea Utara. Hal tersebut dilihat dari sikap AS, Korea Selatan, dan Jepang yang mulai bersatu untuk membangun sistem anti rudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) yang rencananya akan ditempatkan di Seoul. Perjanjian untuk menyebarkan sistem rudal THAAD dicapai oleh Seoul dan Washington pada bulan Juli tahun lalu. Sistem THAAD memiliki jangkauan sekitar 200 kilometer dan dirancang untuk menahan rudal balistik jarak pendek, menengah dan jarak jauh pada tahap masuk terminal.

Politik Deterensi

Menurut pengertiannya, deterensi adalah upaya dalam mencegah ancaman militer dari pihak lain agar tidak melakukan tindakan agresif atau war prevention, yang pelaksanaannya lebih berfokus pada psychological war daripada bersifat fisik. Jadi deterensi digunakan oleh Korea Utara untuk melindungi negaranya dari ancaman negara lain dan menunjukan kekuatannya di mata dunia.

Apalagi dengan kekuatan senjata nuklir yang dimiliki oleh Korea Utara, hal itu sangatlah berpengaruh terhadap stabilitas keamanan di semenanjung Korea. Senjata nuklir merupakan suatu upaya deteransi Korea Utara untuk menjaga kelangsungan hidup negara tersebut sebagai balance of power dengan dunia internasional, khususnya AS dan para sekutunya. Dengan nuklir juga Korea Utara dapat meraih kepentingan politik Internasional.

Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir

Dewasa ini, bukan hanya Korea Utara saja yang sedang mengembangkan senjata nuklir. Ada beberapa negara lain juga mengembangkannya, beberapa diantaranya adalah Iran, Rusia, India, AS dan banyak lagi lainnya.

Baca juga :  Prabowo Bangun Nuklir, Dibantu Siapa?

Meskipun diakui bahwa senjata nuklir merupakan ancaman besar bagi kelangsungan hidup umat manusia, untuk itu dibutuhkan suatu hukum internasional agar semua kegiatan dan kepemilikan nuklir dapat dikontrol. Oleh karena itu maka perjanjian Non-Profilerasi Nuklir pun dibentuk.

Perjanjian Non-Profilerasi Nuklir adalah upaya masyarakat internasional untuk memelihara keamanan dunia, guna mencegah penyebaran teknologi nuklir dan penggunaan senjata nuklir, mendorong kerjasama penggunaan nuklir untuk maksud-maksud damai, membangun rasa saling percaya (Confidence Building Measures) serta untuk mencapai tujuan akhir perlucutan senjata secara menyeluruh (General and Complete Disarmament).

Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia. Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa syarat.

Hubungan Korea Utara dengan Indonesia dan Perkembangan Nuklir di Indonesia

Indonesia sudah membina hubungan yang relatif baik dengan Korea Utara sejak diresmikan tahun 1961. Salah satu faktor suksesnya hubungan ini adalah kedua negara tidak saling mencampuri urusan dalam negerinya.

Presiden Ir. Soekarno & Kim Il Sung. Foto: http://cdn.sindonews.net

Pada saat ini Pemerintah Indonesia masih memiliki hubungan dengan Korea Utara. Walaupun agak bermasalah karena pelanggaran hak asasi manusia serta ambisi rudal dan nuklirnya yang telah mengancam Korea Selatan dan Jepang, Korea Utara memiliki hubungan politik yang erat, kepentingan ekonomi, dan kerja sama strategis dengan Indonesia.

Jadi walaupun Korea Utara sedang aktif uji coba Intercontinental Balistic Missil (ICBM), sepertinya sangat tidak mungkin jka rudal tersebut di arahkan ke wilayah Indonesia. Karena bisa merusak hubungan baik antar negara yang sudah terbina sejak lama.

Melihat banyaknya negara – negara di dunia yang sedang berlomba – lomba membuat nuklir, lalu kira-kira bagaimana perkembangan nuklir di Indonesia itu sendiri?

Program Nuklir di Indonesia Indonesia sudah berkembang cukup maju. Kegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Namun, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan pemerintah belum berencana mengembangkan nuklir di Indonesia. Pemerintah masih menunggu waktu yang tepat untuk mengembangkan energi nuklir tersebut.

Melihat tanggapan dari pemerintah Indonesia yang masih ragu dalam pengembangan nuklir, baik itu sebagai sumber energi maupun untuk membuat rudal balistik. Rasa-rasanya Indonesia belum akan memiliki nuklir dalam waktu dekat ini, bahkan bisa dikatakan Indonesia sudah sangat tertinggal dari negara yang dikatakan oleh  masyarakat dunia sebagai negara terisolisasi seperti Korea Utara. (A15)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...