HomeData PolitikMungkinkah Ibu Kota Pindah?

Mungkinkah Ibu Kota Pindah?

Memilih sebuah kota untuk dijadikan ibukota baru tidaklah mudah, sebuah kota harus memenuhi beberapa syarat agar bisa dinilai layak untuk dijadikan sebuah ibukota negara.


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]W[/dropcap]acana pemindahan ibukota negara kembali muncul ke permukaan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro sedang mengkaji kemungkinan ibukota Indonesia dipindahkan ke wilayah baru diluar pulau Jawa. Presiden Jokowi menargetkan ibukota akan dipindahkan ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Proyek pemindahan ini akan segera dijadikan proyek jangka panjang di pemerintahan Jokowi – JK.

Pengkajian tentang pemindahan ibukota ini akan ditargetkan selesai tahun ini, Bambang menyebut ada beberapa kota kandidat yang dinilai berpotensi untuk menjadi ibukota baru Indonesia, namun Bambang belum menyebutkan kota mana saja itu, hanya kota Palangkaraya saja yang baru diumumkan.

“Pokoknya harus di luar Jawa (untuk kandidat lainnya). Sudah, nanti malah munculin spekulan lagi,” kata Bambang usai menghadiri Regional Workshop on Country Safeguard System bersama Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) di Nusa Dua, Badung, Bali.

Dalam pandangan Bambang, kemungkinan yang paling realistis adalah hanya memindahkan pusat pemerintahan saja ke ibukota yang baru, sementara pusat bisnis sepertinya tidak mungkin untuk ikut dipindahkan karena lokasi bisnis ini tergantung permintaan pasar. Jika pusat pemerintahan saja yang dipindahkan, maka akan menumbuhkan pusat ekonomi baru jadi pusat ekonomi yang sekarang berjalan di Jakarta akan terus berkembang dan tidak ikut pindah ke ibukota baru.

Mendengar kabar tentang terpilihnya kota Palangkaraya sebagai calon kota yang akan dijadikan ibukota baru Indonesia, Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran menyatakan kesiapan Kalteng menjadi ibu kota negara.  Sugianto pun menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah menyiapkan lahan seluas 500 ribu hektare (ha) untuk memfasilitasi wacana tersebut. Hal ini diungkapkannya saat bertemu dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro di Kantor Bappenas, Selasa (12/4) kemarin.

Bambang mengatakan tim Bappenas sedang menganalisis kriteria wilayah, kemudian kesiapan dan ketersediaan lahan, hingga sumber pendanaan untuk pembangunan ibu kota baru tersebut. Terkait munculnya nama Palangkaraya, sebagai kandidat ibu kota baru, Bambang mengatakan karena hal tersebut sebelumnya juga pernah digagas oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Sejarah Pemindahan Ibukota Indonesia

Pada tahun 2015 lalu wacana pemindahan ibukota Indonesia sempat mencuat, namun kota Palangkaraya dikabarkan gagal menjadi pilihan. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) saat itu, Andrinof Chaniago mengatakan Palangkaraya dinilai sudah tidak layak karena daya dukung lahan yang tidak memadai.

Adrinof malah merekomendasikan kota lain di Kalimantan Tengah yakni Sampit (ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur) dan Pangkalan Bun (ibu kota Kabupaten Kotawaringin Barat) sebagai wilayah yang cocok menjadi sasaran pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan karena jaraknya yang lebih dekat dari Pulau Jawa sehingga tidak akan sulit untuk menjaga kesinambungan.

Pada tahun 1950-an Presiden Indonesia pertama, Soekarno, selalu bermimpi untuk menjadikan kota Palangkaraya sebagai ibukota Indonesia. Terpilihnya Palangkaraya menurutnya karena ertama Kalimantan adalah pulau terbesar di Indonesia dan letaknya di tengah – tengah gugus pulau Indonesia. Kedua, untuk menghilangkan sentralistik Jawa.

Selain itu, Soekarno menilai bahwa pembangunan di Jakarta dan Jawa adalah peninggalan bangsa Belanda. Terkait hak tersebut, Soekarno ingin membuat ibukota Indonesia itu dengan konsepnya sendiri, konsep yang lebih orisini Indonesia bukan peninggalan bangsa Belanda, hal tersebut bertujuan agar Indonesia dilihat sebagai negara yang mampu berdiri sendiri tanpa adanya pengaruh bangsa asing.

Baca juga :  TAKSI VINFAST VIETNAM

Desas desus Pemerintah Indonesia ingin memindahkan ibukota negara bukan hal baru bagi Indonesia, jika kembali melihat sejarah tercatat bahwa ibukota Indonesia sudah beberapa kali dipindahkan sejak kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Kemana sajakah lokasinya?

Yogyakarta, Jawa Tengah

foto: google

Sejarah pindahnya Jakarta ke Yogyakarta terjadi setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Pakualam VIII mengirimkan surat ucapan selamat atas kemerdekaan itu. Tanggal 5 September 1945 Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Pakualam VIII menyatakan bergabung dalam NKRI. Keduanya merupakan penguasa lokal pertama yang menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan RI (NKRI).

Keamanan Jakarta sebagai ibukota terancam saat Belanda kembali datang ke Indonesia membonceng sekutu. Bahkan pada 29 September 1945, Belanda menduduki Jakarta. Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Pakualam VIII mengirim kurir ke Jakarta dan menyarankan agar ibukota pindah ke Yogyakarta pada 2 Januari 1946. Tawaran Sultan diterima dengan oleh Bung Karno. Lalu pada 4 Januari 1946 ibukota NKRI resmi pindah ke Yogyakarta.

Bukittinggi, Sumatera Barat

foto: google

Bukittinggi pernah menjadi ibukota negara Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1948 kota Bukittinggi ini ditunjuk sebagai ibukota negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pemilihan daerah ini bukan tanpa alasan atau hanya asal – asalan. Kepindahan ibukota ini karena adanya Sjafrudin Prawiranegara yang pada masa itu memang disiapkan untuk memimpin pemerintahan darurat jika para pemimpin tertangkap.

Bireun, Aceh

foto: google

Walau hanya seminggu, tahun 1948 Bireuen pernah menjadi ibukota negara Indonesia yang ketiga setelah Yogyakarta dan Bukittinggi jatuh ke tangan Belanda dalam agresi kedua Belanda. Soekarno hanya berada seminggu di Bireuen dan seluruh aktivitas pemerintahan Indonesia waktu itu dipusatkan di jantung kota. Pada waktu itu Soekarno menginap dan mengendalikan pusat pemerintahan RI di kediaman Kolonel Hussein Joesoef di Bireun. Presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh. Tepatnya di Bireuen, yang relatif aman. Secara geografis, Bireuen terletak di daerah perbukitan.

Memilih sebuah kota untuk dijadikan ibukota baru tidaklah mudah, sebuah kota harus memenuhi beberapa syarat agar bisa dinilai layak untuk dijadikan sebuah ibukota negara. Ada empat syarat untuk sebuah kota bisa dinilai layak menjadi sebuah ibukota negara, yaitu memiliki wilayah cukup luas untuk pengembangan pembangunan, tidak rawan bencana, memiliki infrastruktur memadai terutama jalanan yang luas, bandara dan stasiun kereta api yang berpotensi untuk mendorong secara cepat untuk pembangunan universitas yang dapat menjadi pusat kekuatan sosial dalam masyarakat mengontrol kekuasaan.

Mungkinkah Ibu Kota Pindah 

Namun apakah Presiden Jokowi benar – benar akan pindahkan pusat pemerintahan ke Palangkaraya? Seperti yang kita ketahui, Presiden Jokowi selama menjadi Presiden RI bertempat tinggal di Istana Bogor bukan di Istana Negara seperti Presiden – Presiden RI sebelumnya. Apabila pusat pemerintahan tidak di Jakarta lagi kemungkinan besar Jakarta juga banyak ditinggalkan para birokrat yang banyak berdomisili di sana.

Jika ternyata Presiden Jokowi nyaman di Istana Bogor, apakah Bogor juga kemungkinan menjadi salah satu kandidat kota yang akan dijadikan ibukota negara yang baru?

Baca juga :  Prabowo and The Nation of Conglomerates

Ada apa dengan Jakarta?

Dengan ramainya wacana pemindahan ibukota, ada apa dengan Jakarta? Kenapa Jakarta tidak layak lagi menjadi sebuah ibukota negara?

Mungkin tagline Enjoy Jakarta! yang menjadi jargon andalan pemerintah Daerah Ibukota Jakarta untuk mempromosikan Jakarta hanyalah sebuah jargon iklan. Bagaimana bisa menikmati Jakarta? Karena pada kenyataannya yang sering ditemukan adalah macet di mana – mana, penuh sesak. Kota Jakarta dinilai sudah tidak layak lagi menjadi sebuah ibukota negara.

foto: google

Problematika Jakarta selain macet adalah banjir, jumlah penduduk yang menetap dan sekedar bekerja di Jakarta tidak terkontrol, karena banyaknya penduduk baik yang memang itu penduduk Jakarta maupun penduduk kota tetangga yang mencari nafkah di Jakarta sehingga membuat lingkungan menjadi kumuh dan sesak. Selain itu juga sarana transportasi masih buruk pengelolaannya, belum lagi kejahatan yang masih merajalela.

Jakarta juga tidak memiliki tata ruang yang ideal layaknya sebuah ibukota negara, gedung – gedung dan pembangunan serta tata kelolanya tidak beraturan. Kacaunya sistem tersebut sepertinya berasal dari akar permasalahan di mana Jakarta memang tidak dirancang untuk menjadi sebuah ibukota negara. JP Coen dan Daendles memang tidak pernah mempersiapkan Jakarta sebagai megapolitan, apalagi menjadi sebuah Ibu Kota Negara.

Dari fakta sejarah kita bisa menilai, Jakarta hanyalah pusat dagang rempah rempah, di mana gudang transit ditempatkan dan ditimbun untuk sementara. Jakarta hanyalah pos sementara sebelum rempah rempah dari Maluku dikirimkan kembali menuju Eropa melalui tempo pelayaran berbulan-bulan lamanya.

foto: google

Bahkan sepertinya keadaan Jakarta sekarang ini sudah diramalkan para Presiden Indonesia terdahulu. Mereka seperti sudah mengetahui bahwa akan tiba saatnya Jakarta menjadi tidak ideal lagi menjadi ibukota negara. Misalnya, Soekarno punya ide memindahkan ibukota ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah tahun 1957. Sementara Soeharto pernah menggagas pusat pemerintahan digeser ke sekitar Jonggol, Kabupaten Bogor.  Tapi niatan kedua Presiden tersebut tidak terealisasi.

Menurut Pakar Tata Kota Institut Teknologi Bandung (ITB), Denny Zulkaidi, Jakarta jadi semrawut dan padat sebenarnya bukan karena status ibukota yang melekat padanya. Tapi kegiatan – kegiatan perdagangan dan bisnis yang menjadikan Jakarta seperti ini. Kendati pun ibukota dipindah, Denny berpendapat bahwa tidak serta merta akan mengurangi beban berat di Jakarta. Karena sejatinya, bukan dari sisi pemerintahan lah yang membuat Jakarta padat dan semrawut.

Negara lain yang memindahkan ibukota negaranya

Pemindahan ibukota bukan hal yang aneh saat ini, bahkan ada beberapa negara yang sukses memindahkan ibukota negaranya. Contohnya Brazil, dalam kurun waktu 1763 hingga 1960, Rio de Janeiro menjadi ibu kota dan pusat negara Brasil. Namun predikat itu sudah berpindah ke Brasilia. Lalu Australia, selama berdirinya negara Australia, Melbourne menjadi ibu kota pertama sebelum akhirnya dipindahkan ke Canberra pada 1927 dan masih banyak negara lainnya.

foto: google

Salah satu negara terdekat Indonesia juga sempat memindahkan ibukotanya, yaitu Malaysia. Malaysia memindahkan ibukotanya dari Kuala Lumpr ke Putrajaya sejak tahun 1999. Pemindahan ini dikarenakan Kuala Lumpur dinilai sudah tidak layak menjadi sebuah ibukota negara.

Belajar dari Malaysia dan negara – negara lain yang sukses memindahkan ibukotanya, apakah Indonesia juga bisa mengikuti jejak Malaysia? Atau pemindahan ibukota ini hanyalah tetap menjadi sebuah wacana? (A15)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...