Cross BorderSerangan Drone Kremlin, Rekayasa Putin?

Serangan Drone Kremlin, Rekayasa Putin?

- Advertisement -

Beberapa hari lalu, terjadi serangan drone di atas Istana Kepresidenan Kremlin, Rusia. Apakah serangan ini benar dilakukan oleh Ukraina atau ternyata alat propaganda Rusia?


PinterPolitik.com

“Semua propaganda perang, semua teriakan kebohongan dan kebencian, selalu datang dari orang yang tidak ikut berperang” – George Orwell

Sebuah serangan drone terjadi di Istana Kremlin, Rusia, beberapa hari lalu. Serangan yang dilakukan dengan dua unit drone ini berhasil dinetralisir oleh Rusia dengan mengerahkan senjata elektronik. Drone tersebut pun meledak di atas Kremlin.

Serangan ini sendiri tidak berdampak apa-apa karena tidak menimbulkan kerusakan dan juga tidak ada korban yang jatuh. Sementara itu, Presiden Vladimir Putin sendiri dalam kondisi aman karena, menurut juru bicara (jubir) Kremlin, Dmitry Peskov, Putin sedang berada di rumah kepresidenan lainnya di wilayah Novo-Ogaryovo, yang terletak di sebelah barat Moskow. Peskov juga mengatakan jadwal presiden tidak terganggu akibat serangan ini.

Rusia sendiri menuduh Ukraina dan Amerika Serikat (AS) di balik serangan ini. Menurut Rusia, AS merupakan dalang dari serangan ini dan Ukraina merupakan eksekutor yang melaksanakan rencana tersebut.

Namun, yang jadi pertanyaan besar semua orang adalah kenapa Rusia, yang merupakan salah satu negara dengan militer terkuat di dunia, bisa “kecolongan” dengan adanya serangan langsung ke jantung pemerintahan mereka. Mungkinkah ada taktik politik di baliknya? 

Mungkinkah Ukraina Serang Pakai Drone?

Kemampuan militer Rusia kerap dibilang sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Terlepas dari “lambatnya” perang di Ukraina, tak bisa dipungkiri bahwa Rusia memiliki kekuatan militer yang besar – termasuk juga di bidang teknologi. Salah satunya tentu adalah teknologi pertahanan udara.

image 20

Maka dari itu, muncul pertanyaan. Apabila benar itu serangan drone Ukraina, kenapa bisa sampai masuk ke jantung pemerintahan Rusia?

Walaupun diragukan oleh pejabat AS dan disangkal oleh pejabat Ukraina, sebenarnya Ukraina sendiri memiliki kemampuan untuk melancarkan serangan drone ke beberapa wilayah Rusia, termasuk Moskow. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Menteri Transformasi Digital Ukraina Mykhailo Fedorov yang menyebut bahwa drone R18 dapat “pergi ke Moskow dari Ukraina dan kembali”.

Selain itu, menurut analis Program Studi Rusia CNA, Samuel Bendett, Ukraina memang memiliki kemampuan teknis untuk melakukan serangan lintas negara menggunakan drone. Samuel menjelaskan bahwa mungkin saja drone yang menyerang Kremlin adalah drone UJ-22 yang digunakan Ukraina atau Mugin-5 yang pernah digunakan juga oleh Ukraina.

Baca juga :  Koalisi Titan: Sentripetalisme Konsensus Demokrasi Prabowo

Mirip dengan Samuel, Dominika Kunertova, seorang peneliti dari Pusat Studi Keamanan ETH Zurich, juga mengatakan bahwa Ukraina punya kemampuan untuk melakukan serangan seperti itu. Sejak lama, negara tersebut ingin meluaskan jangkauan serangan mereka ke wilayah Rusia, dengan menggunakan drone

Selain itu, Ukraina juga memiliki rekam jejak “sabotase” di wilayah Rusia dalam beberapa kesempatan. Contohnya adalah peristiwa meledaknya jembatan Selat Kerch pada tahun lalu, yang cukup berdampak pada Rusia. 

Beberapa serangan drone merusak sejumlah kilang minyak milik Rusia, seperti yang terjadi di Sevastopol dan serangan lain yang baru terjadi di Krasnodar. Namun, kenapa Ukraina, jika benar, harus sampai mengirimkan banyak serangan ke wilayah Rusia, termasuk Moskow?

Bagi Ukraina sendiri, dengan banyaknya serangan dilancarkan ke wilayah Rusia, dapat menurunkan rasa aman dan kepercayaan masyarakat Rusia pada perang dan pemerintahan Putin. Hal ini tentu dapat melemahkan psikologis masyarakat. 

image 18

Kita bisa berkaca pada masa Perang Dunia II, ketika Angkatan Udara Inggris (RAF) yang lebih lemah dibanding Angkatan Udara Jerman (Luftwaffe) tetap melancarkan serangan udara ke wilayah Jerman Nazi. Meski tidak terlalu berdampak pada kerusakan wilayah, besar pengaruhnya pada psikologis rakyat Jerman.

Namun, di sisi lain, apakah Rusia benar-benar tidak sanggup menghalau serangan drone yang terbilang kecil? Apakah benar mereka hanya kecolongan atau ini adalah sebuah rekayasa dari Rusia?

Serangan False Flag ala Putin?

Peristiwa serangan drone ke Kremlin sebenarnya masih banyak diselimuti kejanggalan. Pertanyaan soal sisi kronologis hingga kapabilitas Ukraina untuk melakukan serangan tersebut juga patut dipertanyakan.

Selain itu, satu hal yang sangat dipertanyakan adalah kenapa militer Rusia tidak mampu untuk mencegah penyerangan tersebut? Memang sejak April ada beberapa drone misterius, yang diduga oleh Rusia sebagai milik Ukraina ditemukan di sekitar Moskow. Namun, kenapa bisa ada dua drone lolos hingga ke atas Kremlin?

Kremlin sendiri merupakan tempat tinggal Putin, dan pastinya memiliki sistem keamanan yang ketat dan canggih. Apalagi, suasana menjelang parade Victory Day (V-day) yang seharusnya memberikan kewaspadaan lebih di wilayah sekitar Kremlin.

Hal ini menimbulkan spekulasi soal apakah sebenarnya serangan tersebut adalah ulah Rusia sendiri? Jika memang benar, maka model strategi ini sendiri disebut sebagai strategi false flag, yang mulai digunakan sejak oleh para bajak laut di masa lalu. 

Baca juga :  Prabowo, the Game-master President?

Serangan false flag adalah serangan yang dilakukan untuk menyamarkan pelaku sebenarnya dari serangan tersebut. Hal ini dilakukan untuk memberikan stigma negatif kepada kelompok yang dituduh. Contohnya dapat kita lihat dalam buku Operation Gladio: The Unholy Alliance between the Vatican, the CIA, and the Mafia” karya Paul L. Williams, yang menjelaskan bagaimana operasi Gladio ini ditujukan untuk menumbuhkan rasa takut kepada kelompok kelompok komunis, sehingga bisa mendukung kepentingan politik yang diinginkan. 

image 19

Hal ini termasuk dengan menyamarkan fakta bahwa sebenarnya pihak yang diserang adalah pelaku sebenarnya dari serangan tersebut sehingga pihak tersebut dapat memiliki justifikasi untuk menyerang pihak yang dituduh. Contoh model strategi ini adalah insiden Gleiwitz, yang merupakan tipu daya Jerman Nazi untuk mendapat justifikasi dalam invasi mereka ke Polandia.

Apalagi, jika kita melihat pernyataan Kremlin bahwa Rusia “berhak mengambil tindakan balasan serupa” dan pernyataan mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev di Twitter soal menghilangkan Zelensky “secara fisik”. Kita bisa berasumsi bahwa  mungkin ini adalah suatu upaya yang dibuat Rusia untuk mendapat justifikasi, apabila nanti mereka melancarkan serangan langsung ke jantung pemerintahan Ukraina.

Atau justru ini merupakan sebuah cara bagi Rusia untuk menggalang dukungan lebih dari masyarakat soal perang ini, dengan berusaha menunjukkan seberapa “pentingnya” perang ini, lewat serangan false flag tersebut.

Namun, apapun faktanya nanti, tentu tidak akan mengubah kondisi perang di Ukraina, apabila kesepakatan soal perdamaian tidak pernah ditemukan. Segala upaya yang dilakukan di medan perang – baik sabotase, tipu daya, dan semacamnya – adalah realitas yang memang terjadi.

Sesuai dengan pandangan teori realisme, bahwa sejatinya setiap negara akan berusaha untuk memperkuat diri mereka masing-masing dalam sistem internasional yang anarki ini. Sehingga, tidak ada aspek moralitas di dalamnya, apalagi dalam konteks negara yang saling berperang.

Apapun itu, semoga peristiwa berikutnya yang terjadi adalah kesepakatan perdamaian antar kedua negara. Sebagai sebuah negara yang bertetangga, dan pernah menjadi satu di masa lalu, sudah sepatutnya mereka dapat menjaga hubungan lebih baik.

Singkirkan egoisme politik, dan gunakan untuk masyarakat sebagai elemen terpenting dalam sebuah negara karena tidak ada yang paling menderita akibat peperangan, selain masyarakat itu sendiri. (R87)


spot_imgspot_img

More from Cross Border

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Nuklir Oppenheimer Justru Ciptakan Perdamaian?

Film Oppenheimer begitu booming di banyak negara, termasuk Indonesia. Menceritakan seorang Julius Robert Oppenheimer, seorang ahli fisika yang berperan penting pada Proyek Manhattan, proyek...

Oppenheimer, Pengingat Dosa Besar Paman Sam?

Film Oppenheimer baru saja rilis di Indonesia. Bagaimana kita bisa memaknai pesan sosial dan politik di balik film yang sangat diantisipasi tersebut?  PinterPolitik.com  "Might does not...

Zelensky Kena PHP NATO?

Keinginan Ukraina untuk masuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mendapat “hambatan” besar. Meski mengatakan bahwa “masa depan” Ukraina ada di NATO, dan bahkan telah...

More Stories

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Anies & Tom: Political ‘Boys Love’?

Aww, so sad but also so sweet?  #Anies #AniesBaswedan #TomLembong #ThomasLembong #bromance #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini