Cross BorderSaudi-Iran, Tiongkok Numpang Eksis?

Saudi-Iran, Tiongkok Numpang Eksis?

- Advertisement -

Tiongkok seolah berhasil menjadi penengah dalam pemulihan hubungan di antara Arab Saudi dan Iran. Pemulihan ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian yang dilaksanakan di Beijing, Tiongkok. Lantas, mengapa Tiongkok terlihat begitu aktif menjadi penengah relasi Arab Saudi-Iran? 


PinterPolitik.com 

Arab Saudi dan Iran adalah dua negara yang terlibat perselisihan panjang. Permusuhan kedua negara selama bertahun–tahun membuat kawasan Teluk dan Timur Tengah kerap memanas. 

Namun, kabar baik datang setelah Tiongkok hadir menengahi keduanya. Ya, perselisihan tersebut “harus berakhir” saat kedua negara sepakat untuk memulihkan kembali hubungan diplomatiknya setelah terputus dalam 6 tahun terakhir.  

Kesepakatan keduanya ditandatangani oleh Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani dan Penasehat Keamanan Arab Saudi Musaad bin Mohammed Al Aiban. 

Penandatanganan perjanjian itu sendiri disaksikan langsung oleh Anggota Politbiro Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok (PKT) sekaligus Direktur Kantor Komisi Urusan Luar Negeri Pusat Tiongkok Wang Yi Wang Yi sebagai pihak mediator.  

Menariknya, Pengumuman perdamaian Arab Saudi dan Iran disampaikan setelah diadakan pertemuan rahasia di Beijing selama empat hari. Isi kesepakatan tersebut juga termasuk pengakuan kedaulatan dan non–intervensi urusan kedua negara.  

Dalam sebuah kesempatan pasca mediasi, Wang Yi menyebut kesepakatan ini adalah kemenangan dialog dan perdamaian dunia. 

image 21

Satu hal lain yang juga menarik, Arab Saudi telah mengabarkan perdamaian ini kepada Amerika Serikat (AS).  

Negeri Paman Sam, via juru bicara (Jubir) Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby menyampaikan negaranya akan mendukung perdamaian untuk mengakhiri perang di Yaman, sekaligus meredakan ketegangan di Timur Tengah.  

Namun, terdapat dua pertanyaan mendasar atas langkah Tiongkok untuk menjadi perantara hubungan Arab Saudi–Iran. Pertama, mengapa Saudi dan Iran berkenan untuk mempebaiki hubungan? Kedua, mengapa Tiongkok tampak begitu aktif dalam politik luar negeri, termasuk menjadi penengah Saudi-Iran, belakangan ini? 

Saudi Adalah Kunci?  

Jika ditelisik lebih dalam, pihak kunci dalam tercapainya kesepakatan damai yang dimediasi oleh Tiongkok itu kiaranya adalah Arab Saudi.  

Sikap Arab Saudi dalam memperbaiki hubungan dengan Iran sendiri pun tampaknya merupakan keputusan yang pragmatis.  

Secara teoretis, sikap tersebut dapat ditelaah dari perspektif filsafat pragmatisme, yakni pandangan mengenai indikator kebenaran apabila sesuatu memiliki manfaat bagi kehidupan nyata, sehingga dalam hal ini kebenaran bersifat relatif. Maka dari itu, aktor politik pragmatisme cenderung berpikir praktis, sempit, dan instan. 

Baca juga :  Suram Palestina di Era Trump?

Mengacu pada konteks Arab Saudi-Iran, perdamaian kedua negara ini sebenarnya tampak ganjil sejak awal. Selama ini mereka seakan terperangkap dalam security dilemma (dilema keamanan) di kawasan Timur Tengah.  

Israel, misalnya, yang berharap akan melakukan normalisasi dengan Arab Saudi. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memandang ini akan menjadi pencapaian terbesar untuk membentuk aliansi regional melawan Iran.  

infografis israel sedih saudi pilih iran

Namun, setelah memperoleh informasi pada hari Jumat bahwa musuh utama Israel, Iran, dan calon sahabat Israel, Arab Saudi berdamai, hal ini membuat Netanyahu menyalahkan pemerintah sebelumnya, yang dipimpin oleh Naftali Bennett dan Yair Lapid.  

Yair Lapid menyampaikan bahwa Netanyahu telah mengabaikan situasi Timur Tengah, sehingga melewatkan kesempatan untuk mernomalisasi hubungan dengan Arab Saudi.     

Di titik ini, perdamaian bersama Iran kemungkinan berangkat dari perspektif Arab Saudi yang mulai sadar bahwa relasi dengan Barat dan sekutunya tidak terlalu memberikan keuntungan bagi kepentingan politik dan ekonominya. 

Hal itu membuat Arab Saudi harus mencari balance (keseimbangan) daya tawar kepentingannya terhadap Barat, yaitu dengan menjalin relasi pragmatis bersama Iran, plus melalui perantara Tiongkok.  

Terlebih, Iran dan Tiongkok merupakan antitesis Barat. Gunawan Hadi dalam tulisannya Politik Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok terhadap Republik Revolusi Islam Iran dalam Isu Energi, melihat bahwa Tiongkok dan Iran memiliki hubungan yang sangat erat, karena keduanya memiliki persamaan prinsip.  

Pertama, kedua negara merupakan sesama negara revolusi. Kedua, sesama negara kekuatan di regional masing-masing. Ketiga, memiliki musuh bersama yaitu AS.  

Selain Arab Saudi, peran Tiongkok perlu menjadi sorotan, itu dikarenakan Arab Saudi dan Iran sebenarnya sudah menjalani dialog sejak 2021, tanpa mediasi Tiongkok pun seharusnya kedua negara bisa-bisa saja menjalin perbaikan relasi.  

Peran politik luar negeri Tiongkok yang lebih aktif pun seolah menjadi “anomali” tersendiri mengingat sebelumnya, Beijing tiba-tiba mengeluarkan 12 poin pernyataan tentang Perang Rusia-Ukraina. Tidak hanya itu, Tiongkok juga perlahan mendekati negara-negara bekas Uni Soviet. 

Lantas, mengapa Tiongkok begitu aktif dalam substansi politik luar negeri prominen? Serta, apa maknanya?  

Baca juga :  Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS
ramai ramai tolak israel 1

Visi Baru Xi Jinping? 

Satu probabilitas yang mengemuka di balik rekonsiliasi Arab Saudi-Iran kiarnya merupakan salah satu tujuan diplomasi Xi Jinping di hari pelantikannya sebagai Presiden Tiongkok periode ketiga.  

Setelah era pemimpin karismatik Tiongkok seperti Mao Zedong dan Deng Xiaoping, saat ini Xi Jinping kerap disebut sebagai pemimpin Tiongkok paling kuat dan berpengaruh di tingkat global.  

Belakangan, salah satu kekuatan globalnya itu seolah tecermin pada keberhasilan Tiongkok mendamaikan Arab Saudi-Iran. Tak hanya mendamaikan, Tiongkok juga seakan menjadi “penjamin” keberhasilan pemulihan hubungan diplomatik kedua negara di tataran praktik, yakni membuka kembali kedutaan besar masing-masing negara.  

Tidak hanya Arab Saudi-Iran saja, Tiongkok juga nampaknya semakin aktif dalam panggung internasional, seperti mendekati negara-negara bekas Uni Soviet, dan juga dikabarkan akan menjadi penengah dalam perang Rusia-Ukraina. 

Strategi ini tampaknya merupakan penyesuaian ulang kebijakan luar negeri Tiongkok yang lebih luas menuju peran global yang lebih proaktif.  

Apalagi dalam menghadapi persaingan Barat, Tiongkok tampaknya semakin gencar untuk merangkul sebanyak mungkin impresi antitesis Barat, dan bersiap untuk menjadi penantang hegemoni AS.  

Mohammad Anthoni melalui tulisannya Menjaga Keseimbangan di Antara Hegemoni AS – China menyampaikan bahwa Tiongkok berkembang pesat dari yang awalnya negara terbelakang kemudian menjadi negara yang terdepan dalam urusan – urusan global.  

Kemungkinan besar Tiongkok nantinya juga akan mencetak sejarah sebagai ekonomi terbesar, mengancam dan bukan tidak mungkin menyingkirkan AS, hegemoni AS di dunia secara umum dan kawasan Timur Tengah, serta Asia Pasifik.   

Sebagai penutup, dua kesimpulan tampaknya dapat ditarik dari normalisasi hubungan Arab Saudi-Iran yang ditengahi oleh Tiongkok. 

Pertama, dengan probabilitas kesadaran Arab Saudi bahwa relasi dengan Barat kurang membawa keuntungan, maka inilah momen Arab Saudi untuk berdamai dengan Iran dengan perantara Tiongkok meski didalamnya ada security dilemma (dilema keamanan) 

Kedua, peran aktif Tiongkok tampaknya merupakan visi baru Presiden Xi Jinping untuk memainkan peran dan eksistensi dalam perdamaian global sekaligus menjadi penantang hegemoni Barat. 

Kendati demikian, penjelasan diatas masih sebatas interpretasi semata. Bagaimanapun, akan cukup menarik kiranya untuk menantikan respon AS terhadap normalisasi Arab Saudi-Iran terlebih dengan peran Tiongkok di dalamnya. (R86) 

spot_imgspot_img

More from Cross Border

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Nuklir Oppenheimer Justru Ciptakan Perdamaian?

Film Oppenheimer begitu booming di banyak negara, termasuk Indonesia. Menceritakan seorang Julius Robert Oppenheimer, seorang ahli fisika yang berperan penting pada Proyek Manhattan, proyek...

Oppenheimer, Pengingat Dosa Besar Paman Sam?

Film Oppenheimer baru saja rilis di Indonesia. Bagaimana kita bisa memaknai pesan sosial dan politik di balik film yang sangat diantisipasi tersebut?  PinterPolitik.com  "Might does not...

Zelensky Kena PHP NATO?

Keinginan Ukraina untuk masuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mendapat “hambatan” besar. Meski mengatakan bahwa “masa depan” Ukraina ada di NATO, dan bahkan telah...

More Stories

Dompet Berjalan Presiden RI? #PART2

Part 2 udah ya gaes. Siapa nih nama yang kelupaan mimin sebut? Share di kolom komentar ya!

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

Prabowo Butuh Harmoko?

Menurut kalian kebijakan seperti apa yang tepat untuk dunia sosial media di Indonesia? Share di kolom komentar ya!