Beberapa hari lalu, Presiden Amerika serikat (AS), Joe Biden, secara mengejutkan mengunjungi Ibukota Ukraina, Kyiv. Di sana, ia bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. Kunjungan ini mengejutkan banyak pihak, bahkan Zelensky hanya diberitahu bahwa Joe Biden akan berkunjung ke Polandia, bukan ke Ukraina. Lantas, apa maksud kunjungan Biden ke Ukraina ini?
“Anda tidak dapat secara bersamaan mencegah dan bersiap untuk perang” – Albert Einstein.
Lawatan yang dilakukan oleh Presiden Amerika serikat (AS), Joe Biden pada 20 Februari silam bukanlah kunjungan biasa. Selain karena kapasitasnya sebagai Presiden, lawatan tersebut dilakukan secara “tersembunyi”. Yap, sebelumnya tidak ada pemberitahuan kepada publik dan media secara luas bahwa Presiden AS akan pergi ke negara tersebut.
Soal kerahasiaan ini pun tidak tanggung tanggung, karena bahkan pihak Ukraina sendiri tidak diberitahu soal kunjungan orang nomor satu di Negeri Paman Sam tersebut. Mereka hanya diberitahu soal rencana Biden datang ke Polandia, dalam kunjungan yang akan dilakukan 2 hari.
Untuk mendukung kerahasiaan perjalanannya, Biden hanya membawa “tim kecil” untuk mendampinginya. Tim kecil ini merujuk pada jurnalis yang dibawa oleh Biden dalam perjalanannya ke Ukraina, yang hanya berjumlah 2 orang, yakni Sabrina Siddiqui dan Evan Vucci.
Padahal, biasanya Biden didampingi tidak kurang dari 15 jurnalis ketika melakukan perjalanan. Selain itu, Biden juga tidak menggunakan Air Force One seperti biasanya, melainkan pesawat C-32.
Lantas, kira-kira kenapa Biden melakukan kunjungan mendadak ini?
Makin Kuat Dukung Ukraina?
Kunjungan Biden bisa diduga memiliki tujuan politis yang sangat kuat, karena dapat diartikan sebagai betapa “seriusnya” AS mendukung Ukraina dalam perang tersebut. Terlebih, momen dirinya dan Presiden Zelensky berjalan di tengah raungan sirine peringatan serangan udara, menegaskan posisinya untuk terus melawan.
“Tidak perlu diragukan lagi. Dukungan kami untuk Ukraina tidak akan goyah, NATO tidak akan terbagi dan kami tidak akan kalah”, ucap Biden.
Dalam kunjungannya ke Kyiv, Biden juga menyampaikan bahwa Amerika akan memberikan bantuan kepada Ukraina senilai US$500 juta (Rp7,6 triliun). Nantinya, bantuan ini terutama akan berupa peralatan militer seperti meriam Howitzer.
Pada waktu yang bersamaan, para menteri luar negeri dari negara-negara Uni Eropa (UE) juga bertemu di Brussels, Belgia. Pertemuan ini dimaksudkan untuk membahas hal-hal mengenai percepatan penyediaan amunisi bagi Ukraina.
Biaya yang diterima oleh Ukraina sendiri sangatlah penting, karena diperlukan oleh mereka untuk menahan invasi Rusia yang sedemikian besar. Tanpa bantuan AS dan negara barat lainnya, maka hanya dalam hitungan minggu, Rusia pasti telah menguasai Ukraina seluruhnya.
Karena bisa dibayangkan, Rusia sebagai negara dengan militer terkuat kedua dunia, akan jauh superior melawan Ukraina yang sendirian. Alutsista darat dan udara Rusia, yang didukung pula oleh pasukan bayaran seperti Wagner group tentu akan dengan mudah mendobrak pertahanan Ukraina.
Dalam studi HI, dikenal istilah teori realisme. Mengutip dari buku Dasar Dasar hubungan internasional, karya Umar Suryadi, teori realis ini adalah teori tentang tradisi umum dalam hubungan internasional, yang menempatkan kekuasaan atau power sebagai dasar perilaku yang dilakukan negara negara di dunia.
Karena power sebagai orientasi utama dalam teori ini, maka setiap negara akan selalu berusaha mementingkan kepentingannya masing masing. Jika kita analogikan, intinya tidak ada sosok negara yang berupa “donatur” dan “sukarelawan”. Segala hal yang diberikan dimaksudkan untuk menguntungkan masing masing pihak.
Apabila kita hubungkan dengan masalah AS dan Ukraina, tindakan yang diambil oleh AS sama seperti rentenir ketika seseorang membutuhkan dana cepat, atau leasing ketika seseorang ingin mengambil suatu barang, secara kredit tentunya.
Dan pada akhirnya bantuan yang diberikan AS dan NATO akan diminta gantinya, karena memang pada dasarnya tidak didasarkan pada rasa kesukarelaan
Sesuai dengan yang dibahas di artikel PinterPolitik.com berjudul Ukraina “Terjebak” Skema Utang Amerika?, Ppada praktiknya, pemberian tersebut harus dikembalikan oleh Ukraina. Bantuan dari AS sendiri telah mencapai jumlah yang fantastis, yaitu hingga puluhan miliar dollar AS.
Ukraina yang bahkan sebelum perang merupakan salah satu negara paling tertinggal di Eropa, setelah perang nanti, bisa diduga harus mengembalikan dihadapkan dengan utang yang sedemikian besar di depannya.
Kalau dugaan ini memang benar, lantas , kenapa Ukraina terkesan seperti dimanfaatkan oleh AS?
Permainan Amerika Serikat?
Meski disebut sebagai kunjungan “sembunyi-sembunyi”, ternyata pihak Rusia telah diberitahu oleh AS terlebih dahulu.
Hal ini diungkapkan oleh Jake Sullivan, seorang penasihat keamanan nasional AS. Ia mengungkapkan, bahwa pihak AS telah memberitahu pihak Rusia, beberapa jam sebelum keberangkatan Presiden Joe Biden. Menurutnya, upaya itu dilakukan agar dapat menghindari konflik yang terjadi di antara kedua negara tersebut.
Meski begitu, ia menolak untuk menjelaskan pesan seperti apa yang diberikan, dan tanggapan seperti apa yang diberikan.
Informasi soal pemberitahuan ini, tentunya menimbulkan pertanyaan, apa sebenarnya yang ingin dicapai oleh Amerika serikat dengan kunjungan Biden ke Ukraina?
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa sebenarnya perang di Ukraina adalah upaya bagi AS untuk kembali memulai praktik imperialisme modern olehnya. Praktik imperialisme yang dilakukan oleh AS sebenarnya sudah sejak lama dilakukan, walaupun pada masa itu AS terbilang “telat” melakukan praktik imperialisme dibanding negara-negara eropa.
Seorang ahli sejarah militer, Max Boot, menyebut bahwa AS pada dasarnya adalah sebuah kekaisaran, meski mereka tidak pernah mengaku seperti itu. Hal ini didasarkan pada pengaruh yang dimiliki oleh AS kepada sejumlah negara hingga sekarang.
Berbeda dengan imperialisme “kuno” seperti yang terjadi pada wilayah Puerto Rico dan Filipina, imperialisme modern AS merupakan bentuk imperialisme “tidak langsung” kepada wilayah yang dipengaruhi. Bentuk baru itu fokus pada pengaruh di bidang budaya, ekonomi dan tentunya politik. Maka dari itu bentuk umumnya adalah sebuah intervensi, bukan sebuah invasi.
Ukraina sendiri merupakan target yang begitu cocok bagi AS. Karena Ukraina merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti berbagai mineral yang memiliki nilai tambang tinggi dan juga merupakan salah satu sumber gandum terbesar di dunia.
Tambahkan fakta bahwa negara itu persis disamping Rusia, maka dengan itu AS bisa mencapai dua keuntungan sekaligus.
Ketika perang nanti selesai, karena kondisi ekonominya yang terluka, Ukraina kemungkinan besar tidak dapat mengembalikan seluruh utang perang mereka menggunakan uang. Konsesi atas beberapa fasilitas SDA dan militer tentu akan menjadi pilihan untuk mengurangi biaya yang harus dibayarkan. Dengan ini mereka bisa sekaligus mendapat SDA berharga, sekaligus menekan Rusia di depan halaman mereka sendiri.
Bagi AS, kalau memang itu akhirnya dilakukan, mereka bisa mendapatkan keuntungan geopolitik. Dengan Ukraina yang menjadi pangkalan militer barunya, mereka sewaktu-waktu bisa saja menggertak dan “mengetuk” pintu Vladimir Putin tepat di halaman depan rumahnya.
Untuk saat ini, kita hanya bisa berharap fungsi dari organisasi internasional seperti PBB, FAO, hingga WHO dapat berfungsi maksimal untuk membantu warga Ukraina melalui masa peperangan dan masa setelahnya. Karena tentunya tidak ada korban paling menderita dari perang selain prajurit di garis depan dan masyarakat yang kelaparan. (R87).