Site icon PinterPolitik.com

Mengapa Saudi Berambisi Selenggarakan Formula 1?

Mengapa Saudi Berambisi Selenggarakan Formula 1?

Perhelatan balapan F1 Grand Prix Jeddah 2022 (Foto: Formula1.com)

Arab Saudi talah benyak melakukan perubahan beberapa tahun terakhir ini untuk menaikkan perekonomian sekaligus citra politiknya menjadi lebih terbuka. Uniknya salah satu upayanya adalah dengan menyelenggarakan Formula 1 (F1) yang nilainya tidak main-main hingga ratusan juta dolar. Apakah itu memang selaras dengan program jangka panjang Saudi, atau ada faktor lainnya untuk menutupi citra negatif dari Arab Saudi?


PinterPolitik.com

Sejak tahun 2016 pemerintahan Arab Saudi melalui Raja Salman membuat sebuah gagasan yang nantinya akan mengubah pandangan negara tersebut beberapa tahun kedepan setidaknya hingga tahun 2030. Program yang dinamakan Saudi Vision 2030 itu bertujuan untuk mengubah Arab Saudi lebih terbuka terhadap kepentingan ekonominya, serta tidak menggantungkan lagi terhadap sumber daya alam seperti minyak sebagai hasil pendapatan utama.

Nantinya Arab Saudi akan membuka investasi dan rencana jangka panjang di beberapa sektor lainnya seperti pendidikan, kesehatan, serta pariwisata. Ini yang membuat Arab Saudi lebih melonggarkan beberapa aturan.

Terkait Saudi Vision 2030, ada satu inovasi pengembangan pariwisata yang bisa dikatakan berani, yakni menyelenggarakan kompetisi balapan jet darat dunia, Formula 1 (F1). Ini menjadi berita penting dan mengejutkan bagi seluruh dunia terutama para penggemarnya melihat Arab Saudi serius dengan proyek ini.

Bahkan sebelum proyek pembangunan sirkuit Jeddah, Arab Saudi melalui perusahaan energinya yaitu Aramco sudah menyepakati kerja sama dengan F1 sebagai salah satu sponsor utama senilai USD450 juta selama 10 tahun.  CEO F1 Stefano Domenicali menyebutnya dengan “global partner”.

Ini jelas membuktikkan Arab Saudi menaruh kepentingan yang besar terhadap kompetisi ini. Terkait ini, sekiranya ada satu pertanyaan penting. Kenapa Arab Saudi berani mengeluarkan dana besar untuk menyelenggarakan ajang F1? Apakah ini sejalan dengan visi Arab Saudi untuk tahun 2030?

Mengapa Harus F1?

Formula 1 adalah sebuah kompetisi jet darat terbesar di dunia dan memiliki penggemar yang besar di seluruh dunia. F1 merupakan olahraga yang mahal. Mulai dari persiapan tim, lintasan, hingga marketing, seperti tiket menonton dan akses eksklusif siaran televisi memiliki nilai yang tinggi. Maka tidak salah kompetisi ini disebut sebagai tontonan “orang berduit” saja.

Selain itu, Formula 1 di era sekarang khususnya saat kepemilikan perusahaannya diambil oleh raksasa media Amerika Serikat (AS), Liberty Media, menggencar pemasaran secara besar-besaran, khususnya pada pelayanan konten.

Dikutip dari situs resmi F1, sejak tahun 2020 penonton televisi yang menonton kompetisi ini berkisar 1,9 miliar pasang mata.

Kemudian, kehadiran konten media sosial dengan cara pendekatan anak muda menambah nilai spesial tersendiri dan berdampak pada keterikatan di berbagai platform media sosial. Ini menjadikan F1 sebagai kompetisi paling pesat dan cepat di dunia.

Grafis peningkatan ketertarikan F1 dengan kompetisi besar lainnya (Gambar: Formula1.com)

Grafis peningkatan ketertarikan F1 dengan kompetisi besar lainnya (Gambar: Formula1.com)

Inilah yang semakin menarik minat berbagai negara untuk membuat proyek penyelenggaraan F1. Ini terlihat dari jadwal balapan selama tiga tahun terakhir yang bertambah. Dari tadinya 17 pada tahun 2020 menjadi 23 balapan pada tahun 2023.

Baru-baru ini, Federasi Automobile International (FIA) juga mengeluarkan kebijakan untuk menambah jumlah tim pada tahun 2026 dengan bertujuan untuk menarik minat tim pabrikan lainnya untuk meramaikan F1 agar tidak bosan di mata penggemar.

F1 memiliki nilai jual secara material maupun politik yang sangat tinggi dan bisa dikembangkan demi kepentingan perseorangan maupun kelompok, bahkan juga negara. Tidak heran kemudian apabila ada yang menyebut Formula 1 sebagai kompetisi olahraga yang paling politis.

Lalu, bagaimana dengan Arab Saudi? Mengapa perlu menyelenggarakan F1 dan bagaimana hubungannya terhadap kepentingan politik dan juga ekonomi?

Alasan pertama, seperti dijelaskan sebelumnya, ada pengaruh ekonomi secara makro, khususnya pariwisata karena betapa besarnya nilai F1, dari material hingga animo masyarakat dunia yang semakin meningkat.

Ini selaras dengan tujuan jangka panjang untuk bisa mengembangkan perekonomian yang tidak bergantung pada sumber daya alam, terutama minyak. Apalagi, kehadiran Aramco menjadi sponsor besar di waktu yang pas ketika F1 dalam masa “resesi” pada musim 2020 karena pandemi.

Bukan Hanya Ekonomi

Namun, di sisi lain Arab Saudi ingin berkompetisi dengan beberapa negara Timur Tengah lainnya yang sukses besar dalam penyelenggaraan F1 seperti Bahrain sejak tahun 2004 dan Uni Emirat Arab sejak 2009. Bahkan, meskipun Saudi telah menyelenggarakan F1 sejak tahun 2021, tapi akan bertambah saingannya ketika Qatar nanti menjadi tuan rumah untuk tahun 2023 mendatang.

Maka bisa dikatakan secara garis besar bukan semata-mata karena rencana jangka panjang ekonomi, melainkan juga persaingan atau adu gengsi dengan negara Timur Tengah lainnya.

Sejauh ini penyelenggaraan F1 di kota Jeddah bisa dikatakan tidak buruk, bahkan dalam beberapa hal seperti jalannya balapan serta fasilitas pendukung melebihi ekspektasi. Namun, untuk menuju tujuan citra politik Arab Saudi yang semakin terbuka setidaknya ada beberapa aspek yang mestinya perlu diperhatikan.

Salah satu utamanya adalah citra dari petinggi Arab Saudi itu sendiri, yaitu Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) dengan tuduhan menjadi dalang pembunuhan wartawan Washington Post dari Arab Saudi Jamal Khashoggi.

Pada saat pengumuman Jeddah menjadi tuan rumah F1, isu ini kembali naik lagi dan menganggap F1 tidak melihat aspek kemanusiaan yang dilakukan oleh putra mahkota tersebut.

Kemudian ada dugaan bahwa Grand Prix di Jeddah merupakan sebuah agenda sport washing demi menutupi ataupun membersihkan citra negatif Arab Saudi.

Lalu terakhir, permasalahan keamanan menjadi catatan penting lainnya, karena dua kali balapan tahun 2021 dan 2022 ada serangan misil ke tempat kilang minyak yang diduga berasal dari kelompok Houthi.

Sempat ada penolakan para pembalap karena alasan keamanan ini. Namun, Arab Saudi berani menjamin keamanan tersebut hingga balapan usai.

Sebagai penutup, sekiranya bisa dikatakan alasan Arab Saudi melakukan proyek F1 adalah, selain karena visi politik-ekonomi domestik yang diprogramkan sejak 2016, melainkan juga untuk persaingan  antar negara Timur Tengah sesama tuan rumah F1. Dengan kata lain, ini dalam rangka menguatkan pengaruh politik dan ekonomi antar kawasan ke depannya. (A88)

Exit mobile version